Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Hu Jintao dan Barack Obama saling melempar senyum seraya bersalaman. Keduanya memasuki sebuah ruang pertemuan di Hotel Grand Hyatt, Seoul, Kamis pekan lalu. Robert Gibbs, juru bicara Gedung Putih, berjalan di belakang Obama. Selama 80 menit, keduanya bertemu, dan mereka kembali tersenyum kepada wartawan saat ke luar ruangan.
"Ya, mereka berbicara tentang kurs mata uang," kata Gibbs membenarkan pertanyaan wartawan. Namun senyum diplomatis ke arah kamera sudah memberikan sinyal bahwa pertemuan ketujuh dalam dua tahun terakhir antara Hu dan Obama tak menghasilkan kesepakatan apa pun.
Sebelum pertemuan, Obama menyatakan kedua negara adalah negara besar yang berpengaruh secara ekonomi. "Maka kita punya kewajiban khusus untuk sepakat menjamin pertumbuhan yang seimbang dan berkelanjutan," ujarnya. Tak cuma itu "bujukan" Obama kepada Hu. Obama juga mengakui Cina sebagai negara berpengaruh di dunia. "Maka kami tak cuma membahas soal ekonomi, tapi juga masalah dunia," dia menambahkan.
Kurs mata uang memang menjadi isu sentral dalam pembicaraan di Pertemuan Tingkat Tinggi G-20 di Seoul, Korea Selatan. Ekonomi Amerika melemah sejak krisis keuangan 2008. Krisis kredit perumahan menjelma menjadi krisis lembaga keuangan, yang akhirnya membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Angka pengangguran pun meningkat.
Masalah ini menjadi beban pemerintahan Obama. Dia dipaksa memenuhi janji kampanye untuk melipatgandakan ekspor agar perekonomian Amerika kembali bangkit. Abang Sam menilai merosotnya jumlah lapangan kerja dan ekspor ini lantaran menurunnya daya saing produk Amerika melawan barang buatan Cina. Barang konsumsi Amerika bahkan kalah bersaing di dalam negerinya sendiri.
Nilai yuan yang rendah terhadap dolar membuat produk Cina laku keras di pasar dunia. Barang buatan Cina praktis membanjiri pasar di seluruh dunia. Cina bahkan sudah menjadi eksportir nomor satu di dunia, menggeser Jerman.
Sampai Agustus tahun ini, nilai perdagangan Cina terhadap Amerika surplus hingga US$ 28 miliar. Kebijakan pemerintah Cina yang menekan nilai yuan terhadap dolar dianggap punya andil atas ketimpangan perdagangan ini.
Mewarisi Amerika yang kacau lantaran kebijakan George Walker Bush yang menghabiskan dua pertiga devisa Amerika untuk perang di Irak dan Afganistan, Obama mesti cerdik membujuk Hu. Dia harus berusaha agar Cina melunak soal mata uang.
Toh, Hu berkukuh tak menjanjikan perubahan kebijakan kepada Obama. Sehari sebelumnya, dia hanya memberikan sinyal bahwa Cina akan mereformasi yuan sesuai dengan standar internasional. "Ini proses yang perlu persetujuan pelaku ekonomi global," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Ma Zhaoxu.
Cina memang bertahan dengan pelemahan mata uangnya meski mendapat tekanan dunia. Kebijakan Beijing ini untuk melindungi perekonomiannya dan menjual produknya ke luar negeri. Sekitar 1,5 miliar penduduk perlu makan dan bergantung pada bangkitnya perekonomian Negeri Tembok Raksasa itu.
Kebijakan bank sentral Amerika pekan lalu mengeluarkan uang baru dengan jaminan surat utang senilai US$ 600 miliar membuat gelagapan pemerintah Cina. Duit itu dianggap liar karena akan membuat aliran uang tak terkontrol di negara berkembang seperti di Asia. Cina mengkategorikan negerinya dalam kelompok ini.
Direktur Internasional Bank Rakyat Cina—nama bank sentral Cina—Zhang Tao menyatakan Washington telah merusak tata perdagangan dan keuangan dunia. "Semestinya mereka tak menekan orang lain untuk makan obat buat menyembuhkan sakit mereka," ujarnya. Zhang menambahkan, "Sebagai negara yang sedang bangkit, penting ada pemulihan ekonomi dunia saat ini, tapi kebijakan Amerika berisiko besar merusaknya."
Direktur Jenderal Kementerian Perdagangan Cina Yu Jianhua juga kesal dengan kebijakan Amerika yang memaksa Cina soal mata uang itu. "Kalau Anda yang sakit, jangan orang lain yang disuruh makan obat," katanya pedas.
Peredaran uang baru itu tak pelak upaya keras Obama membujuk Hu. Kebijakan ini membuat nilai dolar melemah sehingga barang buatan Abang Sam akan laku di dalam negeri, dan di luar negeri pun bakal mampu bersaing dengan produk negara lain, termasuk Cina.
Namun Menteri Keuangan Timothy Geithner membantah kabar bahwa kebijakan Washington itu untuk menekan Beijing mereformasi yuan. "Kami tak akan melemahkan mata uang sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan bersaing atau untuk menumbuhkan ekonomi," ujarnya.
Sampai Jumat dinihari pekan lalu di Seoul, para perunding tetap tak bisa melunakkan posisi Cina dan Amerika agar sepakat soal sistem mata uang dan perdagangan internasional. Akibatnya, komunike bersama G-20 yang dibacakan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak tak menyebutkan hal substansial dalam urusan Beijing-Washington.
Komunike itu cuma bersifat umum: menyerukan kepada negara di dunia tentang sistem penentuan nilai mata uang yang berorientasi pasar dan peningkatan fleksibilitas nilai yang mencerminkan fundamental ekonomi.
Yophiandi (Bloomberg, Chosun Ilbo, Time, Washington Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo