Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keriangan itu meletup di Baitunya, sebuah kota kecil dekat Ramallah, Palestina. Anak-anak dan ibu-ibu menghambur ke luar rumah untuk menyambut anggota keluarga mereka yang akan segera tiba setelah dibebaskan dari bui Israel. Ada yang terharu dengan mata berkaca-kaca, ada yang berpekik sembari mengibarkan bendera Palestina. Lalu meledaklah tangisan sesaat setelah rombongan tawanan itu tiba.
"Tidak ada kata yang dapat menggambarkan kegembiraan saya," kata Abu Madala, salah seorang tawanan yang dibebaskan Israel. Sekelompok wartawan yang meliput peristiwa itu melukiskan, pertemuan itu ibarat pesta. Penuh sorak-sorai.
Abu Madala adalah salah satu dari 500 tahanan Palestina yang dibebaskan. Sekitar 400 rekannya akan segera menyusul. Inilah pembebasan tahanan terbesar selama sewindu terakhir. Pada 1996, sekitar seribu warga Palestina yang dikerangkeng di sejumlah kamp militer Israel dipersilakan pulang ke kampung halaman.
Pelepasan tawanan pada Senin pekan lalu adalah buah dari kesepakatan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dengan Perdana Menteri Palestina Mahmud Abbas pada awal Februari. Pertemuan yang berlangsung di Sharm El Sheik, kota peristirahatan di tepi Laut Merah, Mesir, boleh dikata menjadi salah satu titik balik dalam hubungan Israel-Palestina.
Pertemuan itu ditaburi rasa sesal dan janji setia dari kedua belah pihak yangmengutip mingguan The Economist, "telah menabung permusuhan yang melelahkan dari generasi ke generasi". Sharon berkata, "Kita semua memiliki peluang untuk meninggalkan jalan darah." Sharon tak lupa berikrar bahwa 900 pejuang Palestina yang kini masih disekap di penjara militer Ketziot, Israel, akan segera pula dia lepaskan ke dunia ramai. Lalu Mahmud Abbas ganti bersumpah, "Teror dan kekerasan harus dihentikan dengan segala daya." Di tepi Laut Merah itu pula Sharon berjanji menarik semua bala tentara Israel serta menghapuskan pemukiman Yahudi di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Janji di tepi Laut Merah itu ditepati Sharon. Para tahanan itu umumnya belum menjalani dua pertiga masa tahanan. Tapi Sharon tak mau kecolongan. Sebelum tawanan itu dikeluarkan dari jeruji, mereka diminta bersumpah untuk pensiun dari segenap tindakan teror di masa mendatang.
Sharon dan Abbas menuai pujian karena berani mengambil langkah ini. Presiden Mesir Hosni Mubarak dan Raja Abdullah dari Yordania yang hadir dalam pertemuan itu menyebut Sharon dan Abbas sebagai pemimpin yang berani menembus kebuntuan politik selama bertahun-tahun. Pujian serupa datang dari Presiden Amerika Serikat George W. Bush. Dia menyebut Mahmud Abbas sebagai orang yang bisa dipercaya. Washington, kata Bush, akan menjadi tuan rumah bagi dua pemimpin itu dalam pertemuan berikutnya pada musim semi tahun ini.
Dipuja-puji dunia internasional, Sharon dan Abbas justru menuai makian di kampung mereka masing-masing. "Sharon tengah menyeret Israel ke arah bencana," pekik Eran Stenberg, juru bicara Yesha, Dewan Pemukiman Israel. Sharon, kata Stenberg, melakukan apa yang ia anggap baik tapi pepatah mengingatkan, "Jalan menuju neraka kerap melalui niat baik." Kaum garis keras Israel memang naik pitam, karena dalam pertemuan di Mesir itu pula Sharon setuju untuk memindahkan sekitar 8.000 pemukim Yahudi di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Kecaman juga datang dari warga Palestina. Harian The Jerusalem Post melaporkan komentar Marwan Bharguti, salah satu pemimpin Hamas yang amat dihormati kalangan garis keras muda Palestina. Kini dipenjara seumur hidup di Israel, Marwan mengatakan, pembebasan 900 tahanan itu adalah pelecehan terhadap Presiden Mahmud Abbas. Bharguti mendesak agar 5.000 tahanan lainnya dilepas juga. "Hanya dengan cara itu rakyat Palestina tahu bahwa ada perubahan dalam hubungan dengan Israel," katanya.
Sharon menolak permintaan itu karena sisa tahanan itu terlibat dalam sejumlah serangan teror yang mematikan. Sepulang dari Mesir, dua pemimpin di atas bergerak cepat. Abbas giat mendesak kaum garis keras Palestina agar menyarungkan pedang. Sementara itu, Sharon terus meyakinkan pemukim Yahudi agar ikhlas untuk pindah dari wilayah pendudukan.
Pertemuan di tepi Laut Merah itu membuahkan oleh-oleh yang menyegarkan hawa Teluk. Pertanyaannya: untuk berapa lama?
Wens Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo