Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Palang Pintu dari Manila

Polisi Filipina menghadang kaki tangan jaringan Al-Qaidah di beberapa pintu masuk. Sejumlah orang asing telah ditangkap, termasuk dua dari Indonesia.

28 Februari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari Tawi-Tawi, kota kecil nun di Filipina Selatan, intel Manila menguntit dua orang ini: Mohamad Nasir dan Mohamad Yusuf Karim. Menumpang pesawat domestik, keduanya berangkat ke Zamboanga. Niatnya, dari sana mereka menyambung perjalanan ke suatu tempat lain entah ke mana. Belum sempat keduanya berlalu, polisi datang membekuk. Bagasi mereka digeledah. Hasilnya? Bahan peledak jenis TNT memenuhi koper mereka. "Juga, sebuah pistol kaliber sembilan milimeter," kata Kolonel Leovoldo Batawil, juru bicara Kepolisian Filipina, kepada Tempo via telepon genggamnya.

Leovoldo mengatakan, Nasir dan Karim tak punya kartu identitas. Di depan polisi, kedua orang ini mengaku warga negara Indonesia. Nasir berasal dari Parepare, Sulawesi Selatan, sedangkan Karim dari Sidoarjo, Jawa Timur. Penangkapan dua orang ini—pada 17 Desember 2004— hampir sepi dari liputan media di Tanah Air. Pekan lalu, barulah Jakarta ramai mempergunjingkannya setelah polisi mempertontonkan wajah mereka di muka umum.

Sebuah tuduhan baru juga ditimpakan: Nasir dan Karim diduga terkait jaringan Al-Qaidah, kelompok yang dituding meledakkan menara kembar di New York, 11 September 2001. Kuasa usaha ad interim Indonesia di Filipina yang rutin menjenguk menyiapkan pengacara. Dua orang ini, lagi-lagi kata sumber di Kepolisian Filipina, menjadi pimpinan suatu tempat pelatihan Jemaah Islamiyah di Gunung Kararo, Mindanao, Filipina Selatan. "Mereka adalah anggota gerakan ekstremis yang datang membawa dana untuk meledakkan bom di Mindanao dan Metro Manila," kata Ismael Rafanan, Kepala Intelijen Polisi Filipina.

Keduanya juga dituding ikut memantik bom di sejumlah kota di Manila pada Hari Valentine, 14 Februari lalu. Semua tudingan itu memang sepihak. Sulit dikonfirmasikan, sebab Nasir dan Karim tak punya kesempatan untuk bicara. Yang terdengar ganjil adalah tudingan meledakkan bom di Hari Valentine, sebab saat itu keduanya sudah dikerangkeng di bui polisi.

Front Pembebasan Islam Moro (MILF), salah satu kelompok yang menginginkan kemerdekaan Moro, mengaku tak tahu-menahu soal dua orang ini. "Kami masih mencari tahu siapa dua orang ini sesungguhnya," kata Eid Kabalu, juru bicara MILF, yang dihubungi Tempo lewat telepon selulernya.

Sejumlah petinggi di Jakarta terkejut dengan berita dari Filipina itu. Departemen Luar Negeri malah mengaku belum mendengar soal tuduhan tersebut. Kepolisian Indonesia akan mengirim tim untuk ikut memeriksa Nasir dan Karim. "Kami perlu (melakukan) pendalaman terhadap kedua orang ini," kata Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar.

Polisi Filipina mengaku puas dengan penangkapan itu. Kesuksesan itu bagian dari Operasi Palang Pintu yang digelar Manila sejak tahun lalu. Operasi ini dilaksanakan setelah sejumlah warga negara asing kian ramai menyusup ke Zamboanga, basis perjuangan gerilyawan muslim di Filipina Selatan. Anggota intelijen disebar untuk mengintai pergerakan sukarelawan itu di negeri asal mereka. Dan kepolisian Filipina menyatakan keduanya sudah dikuntit sejak dari Parepare, jauh sebelum mereka berangkat ke Tawi-Tawi.

Operasi Palang Pintu ternyata sukses. Selain dua warga Indonesia, intelijen setempat juga berhasil mencokok sejumlah warga negara asing lain. Ted Yolanda, warga Malaysia, ikut ditangkap bersama Karim dan Nasir, Desember lalu. Yolanda rupanya sudah diintai pula, lama sebelum dia meluncur ke Zamboanga. Sejumlah intel Manila menempelnya sejak berangkat dari Sandakan, sebuah kota pelabuhan di Sarawak, Malaysia.

Aparat setempat juga menangkap dua warga Zamboanga yang kerap lalu-lalang membantu gerakan ini. Hari-hari ini, para telik sandi Filipina memelototi sejumlah pintu masuk ke negeri itu. Orang-orang yang ditangkap ini, kata polisi, bergerak dalam jaringan yang sama, yaitu Jemaah Islamiyah dan diduga terkait Al-Qaidah. Jaringan ini dikabarkan siap mengebom sejumlah tempat perbelanjaan di Metro Manila dan beberapa tempat umum lainnya.

Rupanya mereka kalah cepat dengan intel setempat: terjegal oleh "palang pintu" sebelum sempat beraksi.

Wenseslaus Manggut, Faisal Assegaf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus