INILAH sebuah perjalanan pulang. Ratusan wartawan, seorang anggota parlemen Inggrls, seorang uskup Prancis bersatu dengan lebih dari 100 orang Palestina di kapal Al Awda. Dari pelabuhan Piraeus, Yunani, kapal yang namanya berarti "kapal pulang" itu berlayar menuju Haifa, pelabuhan Israel. Di Larnaca, Siprus, Al Awda singgah untuk mengambil sejumlah warga Israel berhaluan kiri. Di Larnaca itulah berlangsung suatu hal yang akan tercatat dalam sejarah: kapal yang berlayar atas sponsor organisasi Pembebasan Palestina, PLO, itu mengambil sejumlah warga Israel berhaluan kiri. Memang, Partai Buruh Israel, yang tokohnya antara lain Menlu Shimon Peres menaruh simpati terhadap perjuangan bangsa Palestina. Tapi, harap maklum, peristiwa bersejarah sehubungan dengan pertikaian Israel-Palestina ini tertunda. Rencana pelayaran Selasa pekan lalu gagal. Toh, perjalanan pulang yang "tak mungkin ditenggelamkan" ini kata juru bicara PLO telah mengundang komentar keras dari Tel Aviv. Ariel Sharon, menteri perindustrian, mengecam ulah kaum kiri bangsanya. "Para Yahudi yang medukung gagasan gila itu sudah berotak miring. Mereka berniat bunuh diri," kata Sharon. Sementara itu, PM Yitshak Shamir, Selasa pekan lalu, memperingatkan bahwa gagasan PLO melayarkan kapal "yang memuat para pembunuh itu sama dengan membunyikan trompet perang." Pemerintah Tel Aviv memang sudah menyatakan tekad tak akan mengizinkan kapal yang memuat orang-orang Palestina itu memasuki perairan Israel, apalagi berlabuh di Haifa. Adapun cara menghalangi perjalanan bersejarah itu memang belum dijelaskan, ketika itu. Barulah dua hari kemudian, Kamis pekan lalu, cara Israel mencegah perjalanan spektakuler itu diketahui. Menurut Bassam Abu Sharif, juru bicara PLO di Athena, para pemilik kapal Yunani menolak menyewakan kapalnya kepada PLO. Sebabnya, mereka "mendapat ancaman komersial dan keselamatan pribadi dari Israel." Lain daripada itu, PLO juga menuduh Israel telah mengancam pemerintah Athena, agar mencegah rencana besar itu. Tapi tuduhan ini langsung dibantah oleh Sotiris Kostopoulos, juru bicara pemerintah Yunani. Ancaman terhadap Yunani dari Israel memang tak ada. Yang ada, pemerintah Tel Aviv dua pekan lalu secara resmi meminta kepada Athena untuk menghentikan rencana pelayaran kapal PLO itu. Alasannya, hal itu akan menambah kacau huru-hara di Gaza dan Tepi Barat, dan akan menambah korban jiwa di pihak Palestina di kedua wilayah pendudukan Israel itu. Sampai akhir pekan lalu, setelah dua wilayah pendudukan itu bergolak lebih dari dua bulan, telah makan korban 52 orang Palestina tewas (lihat Menjelang Palestina yang Mandiri). Jawaban langsung dikirim balik oleh pemerintah Yunani. "Tiap tindakan pencegahan bertentangan dengan prinsip navigasi bebas yang dianut oleh Yunani," kata pemerintah Athena waktu itu. Namun, tak percuma bila Yahudi dijuluki "bangsa paling pintar di dunia". Buktinya, sampai kini kapal Al Awda masih tetap "di awang-awang", alias kapal untuk melayarkan sejumlah orang Palestina itu sendiri belum diperoleh. Rupanya, anak buah Yasser Arafat masih kalah "licik" ketimbang Israel. Kini, mereka yang bakal menjadi penumpang, yang sudah siap pulang, masih harus sabar menunggu di hotel masing-masing, di Athena. Mereka antara lain Uskup Agung Hilarion Capucci, bekas primas Gereja Katolik Yunani di Yerusalem. Tokoh ini pernah dipenjarakan oleh pemerintah Israel karena dituduh membantu pejuang Palestina meninggalkan Israel pada 1977. Seperti diketahui, sejak 1967 pemerintah Tel Aviv telah mengusir ratusan bangsa Palestina dari wilayah-wilayah pendudukan. Sebagian karena melawan pemerintah Israel, sebagian karena dianggap membahayakan keamanan. Sebenarnya, 41 tahun yang lalu, 1947, terjadi hal serupa tapi dari pihak Yahudi. Waktu itu, sehabis Perang Dunia II, kapal Exodus yang memuat ratusan warga Yahudi korban keganasan Nazi, yang berlayar dari Jerman, dilarang berlabuh di Palestina oleh pemerintah Inggris yang waktu itu jadi penguasa di wilayah tersebut. Namun, entah mengapa, Inggris mengizinkan kapal merapat ke pelabuhan. Celakanya, kegembiraan itu tak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, para pengungsi itu diangkut ke Eropa lagi oleh kapal angkatan laut Inggris. Kini soalnya, bisakah PLO memperoleh kapal. Farida Sendjaja & kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini