Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pagi Jahanam di Maguindanao

Sebanyak 57 orang, sebagian besar perempuan dan wartawan, dibantai di wilayah Mindanao. Tempo mewawancarai Ishmael Mangudadatu, pemimpin klan, yang kehilangan anggota keluarganya.

30 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sarapan pagi di rumah Ishmael Mangudadatu itu berlangsung tegang, Senin pekan lalu. Toto, begitu Ishmael biasa dipanggil, berkeras akan datang sendiri ke kantor Komisi Pemilihan Umum di Shariff Aguak, ibu kota Provinsi Maguindanao, 930 kilometer ke arah selatan dari Manila, Filipina. Toto yang menduduki kursi Wakil Wali Kota Buluan itu hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur Maguindanao pada pemilu Mei tahun depan.

Namun para pendukung yang berkumpul pagi itu melarangnya. Mereka mengingatkannya pada ancaman Andal Ampatuan Junior, Wali Kota Datu Unsay, kota yang terletak tak jauh dari Buluan. Ampatuan Junior mengancam akan menghabisi Toto jika dia tetap meneruskan pencalonan. Tapi tekad Toto tak surut. ”Kami ingin suasana lebih baik di sini,” ujarnya ketika dihubungi Tempo, Jumat pekan lalu.

Toto pun berinisiatif menelepon po­lisi dan tentara, meminta pengawal­an. Permintaannya ditolak. Ia berpikir mungkin tak jadi masalah bila yang pergi ke Shariff Aguak adalah para perempuan. Maka diutuslah Genalyn Tiamson, istri Toto, serta adik Toto, Eden dan Bai Farina. Mereka dikawal 34 wartawan yang berkonvoi menggunakan enam mobil. Seluruhnya berjumlah 57 orang.

Pada awalnya, perjalanan berlangsung mulus. Tapi, empat kilometer sebelum sampai tujuan, tepatnya di jalan tol daerah Sitio Malating, mereka dihadang oleh sekitar seratus pria bertopeng. Melihat gelagat buruk itu, Genalyn menelepon Toto. ”Pasukan Andal menghadang kami,” ucapnya. Namun Genalyn tak sempat berbicara banyak. Mereka digiring ke luar jalan tol, menuju daerah pegunungan.

Rombongan yang sebagian besar perempuan itu diikat dan dibariskan. Mereka kemudian diberondong ratus­an peluru. ”Bahkan alat intim wanita yang menjadi korban ditembak. Itu terjadi setidaknya pada 22 wanita,” kata Menteri Kehakiman Filipina Agnes Devanadera.

Sejak itu, Filipina terguncang. Ratusan tentara yang dikerahkan menemukan kuburan yang belum selesai diuruk backhoe. Darah masih mengalir pada beberapa korban kala tentara mengangkat jenazah dari tiga gunduk­an yang belum selesai ditimbun. Sebanyak 25 wartawan ditemukan tewas. Enam kendaraan juga ditanam di situ.

Presiden Gloria Macapagal-­Arroyo segera memberlakukan keadaan darurat di wilayah Mindanao. Dia meminta tentara dan polisi mengusut tuntas drama pembantaian itu, meski Arroyo sempat ragu ketika beberapa saksi mata menyebut nama Andal Ampatuan sebagai dalang kejadian itu. Keluarga Ampatuan adalah sekutu­nya di partai Lakas-Kabalikat Ng Malayang Pilipino (Kampi)-CMD (Christian Moslem Democrat), yang memenangkan suara buat Arroyo.

Sejak pemberontakan Moro berakhir, Maguindanao yang berada di wilayah ­Mindanao itu tak pernah betul-betul berhenti dari kontak senjata. Arroyo pun merestui dibentuknya milisi untuk mengusir sisa-sisa pemberontak Moro. Adalah Ampa­tuan Senior, Gubernur Maguindanao, yang memobilisasi milisi yang menguntungkan pemerintah pusat itu. Ampatuan Senior, yang menjadi gubernur sejak 2001, juga menjadi Ketua Wilayah Partai Lakas-CMD.

Wilayah Maguindanao praktis seperti sudah diberikan kepada klan Ampatuan. ”Makanya tak sulit menentukan motif (pembantaian ini),” ujar analis politik Kenneth E. Bauzon. Apalagi Ampatuan Senior sudah meminta Ampatuan Junior atau Zaldy Uly—dua putranya—mencalonkan diri sebagai gubernur tahun depan. Menurut Bauzon, bila ada klan lain yang ingin mencalonkan diri, ”Itu berarti menantang keluarga ini.”

Ampatuan Junior ditangkap polisi pada Kamis dinihari pekan lalu. Pe­nangkapan ini didasari kesaksian salah satu dari seratus orang bertopeng itu. ”Kami diperintahkan menghabisi semua orang dalam konvoi itu, termasuk perempuan dan anak-anak,” ujarnya ketika menyerahkan diri.

Komite Eksekutif Partai Lakas-Kampi-CMD juga langsung memecat Ampatuan Senior, yang menjadi ketua wilayah partai, Rabu pekan lalu. Presiden Koalisi Partai Lakas-CMD Miguel Dominguez mengumumkan pemecatan itu setelah rapat dengan Arroyo.

Menurut Bauzon, persaingan antarkeluarga di Filipina Selatan sebenarnya sudah berlangsung lama. Pertempuran antara klan Ampatuan dan Mangudadatu tak sekali ini saja terjadi. Pakung Mangudadatu, mantan Gubernur Sultan Kudarat, provinsi tetangga Maguindanao, adalah lawan politik yang sengit bagi politikus di Mindanao dari klan mana pun. ”Tapi pembantaian itu memang keterlaluan,” ujar Bauzon.

Pembantaian ini, kata Bauzon, adalah ujian buat Arroyo menjelang pemilu presiden tahun depan. Arroyo, yang tengah mengincar posisi politik lain, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Filipina, akan memudar citra­nya jika tak mampu menyingkirkan sekutu pentingnya itu.

Yophiandi (GMA News TV, Philippine Times, Philippine Daily Inquirer)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus