Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Palestina, Macet di Sana, Mengalir di Sini

Kongres Amerika menahan dana bantuan untuk Otoritas Palestina. Negara-negara Arab tetangga mengulurkan tangan.

10 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Shahrazad Abu Thuria harus hidup berimpitan dengan enam anaknya di rumah yang hanya terdiri atas dua ruangan. Ditinggal mati suaminya enam belas tahun silam, dia tak bekerja dan hanya menggantungkan hidup dari makanan bantuan UNRWA (badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi bantuan untuk pengungsi Palestina), yang diterimanya tiga bulan sekali. Satu-satunya bantuan tambahan dia peroleh dari kementerian sosial di Gaza.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melihat reaksi Amerika dalam menghadapi langkah Otoritas Palestina pekan lalu, "Saya yakin akan semakin buruk. Blokade akan diperketat dan dana-dana dari donor akan berkurang," katanya kepada IRIN News.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kekhawatiran perempuan 41 tahun tersebut bukan tak beralasan. Pekan lalu, Kongres Amerika resmi menutup keran bantuan senilai US$ 200 juta kepada Otoritas Palestina. Tindakan tersebut dilakukan menyusul ancaman petinggi Israel yang akan menghentikan penyaluran uang pajak ke Otoritas Palestina. Hanya, ancaman Tel Aviv tersebut belum dilaksanakan.

Bradley Goehner, Direktur Komunikasi Komite Hubungan Luar Negeri DPR Amerika, menyatakan dana bantuan tersebut ditahan sambil menunggu penelitian Kongres atas penggunaan dana oleh Otoritas Palestina.

"Para anggota (Kongres) yakin dana tersebut tidak bisa dianggap vakum," ujar Goehner. "Aktivitas Otoritas Palestina di PBB, hubungannya dengan Hamas, dan kegagalan mereka mengakui hak hidup Israel sebagai negara Yahudi juga menjadi bahan pertimbangan."

Matt Leffingwell, juru bicara pemimpin subkomite DPR yang mengurusi bantuan luar negeri, Kay Granger, menjelaskan keputusan final tentang dana bantuan ini menunggu sampai selesainya isu Palestina di PBB. "Bos saya memperhatikan apa yang terjadi di PBB, dan terus mengevaluasinya," katanya.

Akhir bulan lalu, Presiden Palestina Mahmud Abbas menyerahkan lamaran ke Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk diakui sebagai negara yang berdaulat dan menjadi anggota penuh PBB. Langkah itu membuat Washington dan Tel Aviv geram.

Presiden Barack Obama, didukung beberapa negara Eropa, mendesak penyelesaian konflik Israel-Palestina lewat meja perundingan lagi, bukan ke PBB. Palestina tak bersedia duduk bersama Israel kecuali Tel Aviv menghentikan proyek pembangunan permukiman. Israel menjawab dengan mengizinkan pembangunan lebih dari 1.000 unit rumah di Yerusalem Timur.

Hukuman kepada Palestina pun dijatuhkan. Dan penderitaan perempuan seperti Shahrazad Abu Thuria akan semakin parah. Banyak pihak geram akan keputusan yang dikeluarkan Kongres tersebut.

"Orang yang menderita di bawah pendudukan dan dicabut paksa kebebasannya malah dihukum dengan sanksi kolektif, sementara si penekan yang menutup jalan damai di kawasan ini, yakni pemerintah Israel, malah diberi hadiah," kata Mustafa Barghouti, anggota Dewan Legislatif Palestina, kepada BBC.

Dampak hukuman kolektif tersebut sudah mulai terasa di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Menteri Ekonomi Palestina Hassan Abu Libdeh diberi tahu pejabat USAID (badan yang mengurusi bantuan asing pemerintah Amerika) Senin pekan lalu bahwa dua proyek untuk rakyat Palestina senilai US$ 55 juta dan US$ 26 juta terpaksa dihentikan. Alasannya, seperti dikutip AP, mereka kekurangan dana. Padahal proyek tersebut untuk mendukung pengembangan sektor swasta dan meningkatkan iklim investasi di Palestina.

Hassan Abu Libdeh menambahkan, pekan sebelumnya, 50 orang yang terlibat dalam program tersebut diberhentikan, dan 200 lagi akan menyusul bulan depan. Kementerian-kementerian Palestina lainnya juga menghadapi penghentian proyek USAID, termasuk proyek peningkatan pelayanan kesehatan senilai US$ 85 juta.

Petugas USAID mengakui penghentian bantuan itu. "Program yang sedang berjalan akan diteruskan sampai dananya habis," kata seorang pejabat USAID kepada AP.

Juru bicara Otoritas Palestina, Ghassam al-Khatib, menjelaskan setiap tahun Amerika menggelontorkan US$ 200 juta untuk mendukung anggaran Otoritas Palestina. Selain itu, ada tambahan US$ 350 juta untuk bantuan kemanusiaan dan proyek-proyek pembangunan yang disalurkan lewat kementerian luar negeri, USAID, dan lembaga swadaya masyarakat.

Selain dari Amerika, bantuan ke Palestina mengalir dari Uni Eropa dan Bank Dunia. Uni Eropa mengirimkan dana untuk Otoritas Palestina senilai US$ 213 juta dari Januari hingga September lalu. Dana tersebut digunakan untuk membayar gaji dan pensiun sebanyak US$ 174 juta dan dukungan sosial US$ 39 juta.

Tekanan bertambah berat lantaran, dalam beberapa bulan terakhir, Palestina mengalami kesulitan keuangan. Sudah beberapa bulan ini sekitar 150 ribu pegawai negeri dan militer tak menerima gaji secara penuh. Apalagi Israel sempat terlambat menyerahkan dana yang seharusnya diberikan ke Otoritas Palestina.

Kondisi rakyat Palestina sudah memprihatinkan. Seperempat rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Selain itu, sekitar 5 juta dari 11 juta populasi Palestina yang tersebar di berbagai negara merupakan pengungsi, yang hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Dari Jalur Gaza juga terdengar keluhan tentang kurangnya bantuan dari pemerintah di Tepi Barat. "Otoritas Palestina tidak mengirim dana yang cukup akibat konflik politik internal," kata Omar al-Derbi, asisten deputi menteri urusan sosial di Gaza.

Saat ini Gaza dikuasai Hamas, sedangkan Tepi Barat dikelola pemerintah yang didominasi Fatah. Keduanya masih berusaha melakukan rujuk nasional.

Tak hanya Palestina yang geram akan penahanan dana bantuan ini. Pihak eksekutif di Washington ikut menyemburkan kritik. "Dana tersebut tidak hanya untuk kepentingan Palestina, tapi juga untuk kepentingan Amerika Serikat dan Israel," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Victoria Nuland.

Menurut Nuland, dana tersebut digunakan untuk memperkuat institusi calon negara Palestina. Duit itu merupakan fondasi untuk membangun kawasan yang aman, stabil, dan demokratis. Nuland menegaskan, pemerintah mencoba berbicara dengan para legislator untuk mencairkan dana bantuan tersebut.

Menteri Pertahanan Amerika Leon Panetta tak kalah gusar. "Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menahan dana tersebut," katanya. Saat ini Amerika sedang membujuk Palestina dan Israel agar kembali duduk bersama di meja perundingan. Panetta kini sedang melawat ke Timur Tengah untuk menemui pemimpin Israel dan Palestina.

Palestina sedikit beruntung lantaran, pada saat keran bantuan dari Amerika tertutup, bantuan dari sumber lain mengalir. Arab Saudi diketahui telah mengirim US$ 200 juta. Awal bulan ini para pegawai negeri dan militer sudah bisa menerima gaji penuh.

Omar al-Derbi menjelaskan sebuah program baru telah dimulai bulan ini dengan dana dari negara-negara Arab Teluk. Sekitar 10 ribu keluarga di Gaza akan menerima US$ 267 setiap tiga bulan dalam setahun ke depan.

Kabar gembira lain datang dari lapangan politik dan berasal dari kantor UNESCO. Palestina berhasil merebut simpati negara-negara anggota UNESCO (badan PBB yang mengurusi masalah budaya). Kendati belum final, 40 dari 58 anggota Dewan Eksekutif UNESCO mendukung Palestina agar diterima menjadi negara anggota. Hanya empat negara tegas menolak: Amerika, Jerman, Rumania, dan Latvia. Tak seperti di Dewan Keamanan PBB, tak ada veto di UNESCO.

Lamaran Palestina akan dibawa ke konferensi umum UNESCO bulan ini. Palestina butuh suara dua pertiga anggota agar bisa diterima menjadi anggota UNESCO. Seandainya diterima, Palestina dapat mengajukan situs-situs sejarahnya sebagai warisan budaya dunia.

Situasi di UNESCO membuat Washington geram. Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton meminta UNESCO tak ikut mengurusi masalah kenegaraan Palestina. "Saya minta lembaga eksekutif UNESCO memikirkan lagi sebelum memutuskan dengan pemungutan suara," katanya.

Purwani Diyah Prabandari (Haaretz, AP, Reuters, IRIN News)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus