Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Palu Besi untuk Kaum Militan

Undang-Undang Perlindungan Pakistan banyak dikritik. Dikhawatirkan mengancam hak asasi rakyat.

14 Juli 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rabu dua pekan lalu, militer Pakistan menang telak. Bukan di medan pertempuran dengan kelompok militan di Waziristan Utara, melainkan di gedung parlemen di Islamabad. Hari itu undang-undang antiterorisme "besi", Undang-Undang Perlindungan Pakistan 2014, disetujui para wakil rakyat.

"Ini memberikan pesan bahwa pemerintah mendukung militer dalam operasi melawan terorisme," kata Menteri Sains dan Teknologi Zahid Hamid. "Undang-undang ini menjadi pelindung bagi militer dalam memerangi musuh negara untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas."

Beberapa pasal "besi" diperkenalkan dalam undang-undang itu, di antaranya aparat keamanan berhak menembak langsung tersangka teroris, boleh menangkap tersangka teroris tanpa surat perintah penangkapan, juga diperbolehkan merahasiakan lokasi tersangka teroris yang ditahan dan apa tuduhannya.

Pakistan memang telah lama jauh dari damai. Sejak rezim Taliban terjungkal dari kursi kekuasaan di Kandahar, Afganistan, pada 2001, mereka menyeberang dan bersembunyi di kawasan adat di Pakistan, dekat perbatasan dengan Afganistan. Mereka menyebar di Waziristan Utara, Waziristan Selatan, dan daerah sekitarnya. Mereka bersekutu dengan kelompok-kelompok militan lain, bahkan kemudian datang bergabung para relawan dari berbagai negara. Juga beberapa kelompok militan dari beberapa negara lain, seperti Gerakan Islam Uzbekistan (IMU) dan Gerakan Kemerdekaan Turkestan Timur (Uighur).

Dari tanah Pakistanlah mereka merencanakan dan mengarahkan berbagai serangan kepada lawan, baik di Pakistan sendiri, di Afganistan, maupun di negara-negara lain. Misalnya serangan yang diklaim Taliban Pakistan (Tehrik-e-Taliban Pakistan) di bandara internasional Jinnah, Karachi, 8 Juni lalu. Lebih dari 18 orang tewas dalam serangan itu. Disusul pada hari berikutnya, kelompok militan Sunni, Jaish-ul-Islam, menyerang jemaah Syiah yang sedang beribadah di Taftan, Baluchistan. Sebanyak 30 orang tewas, di antaranya sembilan perempuan dan seorang bocah.

Militer pun telah lama merasa geram. Beberapa kali mereka menggelar operasi. Tapi hujan kritik selalu mereka terima karena banyak warga sipil ikut menjadi korban. Akibatnya, terjadi ketegangan antara militer dan Perdana Menteri Nawaz Sharif yang ingin mendorong perundingan damai dengan kelompok militan. Tahun lalu dia membuka pintu perundingan damai. Sayang, pertemuan tatap mata tak menghentikan serangan-serangan kelompok militan. Bahkan seolah-olah bersahutan dengan balasan serangan dari militer ke daerah yang dikuasai kelompok militan.

"Di satu sisi, kami mengajak dialog, tapi di sisi lain kami diserang. Dari pengadilan Islamabad hingga bandara Karachi diserang. Bahkan tempat ibadah, sekolah, dan anak-anak," kata Sharif di Dewan Nasional.

Akhirnya ia menerima cara militer. "Kami akan mengubah nasib bangsa ini. Dalam keadaan apa pun, kami tak akan membiarkan negeri ini menjadi tempat persembunyian teroris," ujar Sharif.

Menurut sumber dari militer kepada The Guardian, sekitar 30 ribu tentara terlibat dalam Operasi Zarb-e-Azb (pedang yang digunakan Nabi Muhammad) yang mulai digelar pada pertengahan Juni lalu, setelah serangan bandara Karachi. Mereka pun berencana menggelar operasi itu hingga berakhirnya masa tugas NATO di Afganistan pada akhir tahun ini.

Di sisi lain, dukungan juga bertambah dengan disetujuinya Undang-Undang Perlindungan Pakistan oleh parlemen.

1 1 1

Namun lolosnya Undang-Undang Perlindungan Pakistan dua pekan lalu tak disambut baik semua pihak di Pakistan. "Ini adalah serangan atas hak-hak rakyat," ujar I.A. Rehman, aktivis yang duduk di Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan. "Sangat susah diterima."

Dalam sidang di parlemen, politikus oposisi Syekh Rashid Ahmed menyatakan kekhawatirannya bahwa undang-undang itu sangat mudah disalahgunakan oleh polisi dan aparat keamanan. Apalagi sebelumnya pun sudah ribuan orang ditangkap gara-gara dicurigai terlibat dalam kelompok militan.

Perjalanan undang-undang "besi" itu juga cukup panjang. Telah sejak tahun lalu rancangannya diperdebatkan. Aparat keamanan dan pemerintah mengeluhkan kelemahan sistem hukum pidana dalam menangani kelompok militan yang merajalela. Para "jihadi" jarang diadili dengan baik karena saksi sering menolak memberikan kesaksian atau hakim takut. Program perlindungan saksi pun tak ada.

Awalnya partai-partai oposisi utama, Partai Rakyat Pakistan dan Partai Gerakan Muttahida Qaumi, menentang rancangan undang-undang yang dipresentasikan di parlemen pada awal tahun ini. Tapi akhirnya mereka setuju. Sedangkan Pakistan Tehrik-e-Insaf yang dipimpin mantan pemain kriket top Imran Khan, yang tadinya tegas menolak, abstain. Hanya Jamaat-e-Islami, partai Islam terbesar, yang bertahan menentang undang-undang ini.

Menurut anggota parlemen dari Partai Rakyat Pakistan, Raza Rabbani, partainya tak akan menyetujui undang-undang itu dalam keadaan normal. Keadaan daruratlah yang membuat partai-partai yang tadinya menentang jadi mendukung Nawaz Sharif dan militer.

Meski demikian, banyak yang ragu terhadap keberhasilan undang-undang itu dalam memberangus kelompok militan. Juga operasi Zarb-e-Azb. Bukannya menghilangkan teroris, tindakan keras Islamabad dikhawatirkan justru mengundang kemarahan lebih besar ke pemerintah."Bahkan lebih banyak mengundang orang-orang biasa bergabung melawan negara," demikian tajuk The Express Tribune.

Pasukan Pakistan memiliki sejarah panjang menggunakan tindakan berlebihan dalam menghadapi ancaman keamanan. Akibatnya, timbul kemarahan masyarakat. Misalnya pada 17 Juni lalu, ketika polisi tanpa peringatan menembaki para pendukung partai Pakistan, Awami Tehrik, yang mencoba menghalangi polisi menyingkirkan barikade keamanan di depan markas mereka di Model Town, Lahore. Seorang pendukung partai tewas tertembak dan setidaknya delapan orang terluka.

Operasi Zar-e-Azb juga memakan banyak korban warga sipil dan membuat lebih dari setengah juta warga mengungsi. "Kami menemukan banyak jenazah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, di reruntuhan rumah di berbagai daerah di Waziristan Utara," kata seorang tokoh adat.

Hal yang membuat lebih waswas, serangan balasan kelompok militan. "Kami akan membalas tewasnya pejuang kami ataupun warga sipil tak berdosa," kata seorang komandan Taliban.

Bagi rakyat, keamanan dan perdamaian adalah yang terpenting. "Rakyat capek dengan perang dan sangat ingin mengakhirinya," kata Ibrahim Khan Yusufzai, jurnalis senior di Peshawar, dalam surat elektronik kepada Tempo.

Phelim Kine, Deputi Direktur Asia Human Rights Watch, menyarankan dalam pernyataannya bahwa pemerintah Islamabad menaksir kembali implikasi undang-undang besi itu dengan mendengarkan masukan dari kelompok adat dan ahli internasional. "Untuk membuat draf undang-undang yang melindungi rakyat tanpa mengorbankan hak mereka," katanya. Tentu juga menjaga rakyat agar tak menjadi korban tak berdosa.

Purwani Diyah Prabandari (The Guardian, The Express Tribune, Khaleej Time, The New York Times)


Daerah Panas di Pakistan

Lembah Swat
- Kediaman pemimpin Taliban Pakistan, Maulana Fazlullah
- Kelompok militan di sini: Taliban Pakistan (Tehrik-e-Taliban Pakistan)

Khyber Agency and Peshawar
Kawasan ini dikenal menjadi rute utama menuju Afganistan, lewat Khyber Pass
Kelompok militan: Taliban Pakistan dan Lashkar-e-Islam

Waziristan Utara
Pusat kegiatan relawan kelompok militan asing dan ada kemungkinan tempat persembunyian pemimpin Al-Qaidah, Ayman al-Zawahri. Daerah ini juga kerap menjadi tempat penahanan tawanan yang diculik kelompok militan, seperti Bowe Bergdahl.
Kelompok militan: Taliban Pakistan, Sajna (pecahan Taliban Pakistan), Taliban Afganistan, Jaringan Haqqani, Taliban Punjabi, Gerakan Kemerdekaan Turkestan Timur (Uighur), Gerakan Islam Uzbekistan, kelompok Hafiz Gul Bahadur

Waziristan Selatan
Rumah bagi suku Mehsud, yang mendominasi Taliban Afganistan, yang juga merupakan pintu masuk utama petempur Taliban ke Afganistan.
Kelompok militan: Sajna, Taliban Afganistan, Gerakan Islam Uzbekistan, Al-Qaidah, tuan tanah lokal

Baluchistan
Markas kelompok separatis Baluchi
Kelompok militan: Taliban Pakistan, Taliban Afganistan, Lashkar-e-Jhangvi, kelompok separatis Baluchi, separatis Iran

Kawasan adat lain
Kelompok militan: Taliban Afghanistan, Al-Qaidah, Lashkar-e-Taiba, Lashkar-e-Jhangvi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus