Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menggantung hampir dua bulan, pengusutan kasus kekerasan seksual di Taman Kanak-kanak Jakarta International School akhirnya memasuki babak baru. Pekan lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan dua anggota staf JIS sebagai tersangka. Mereka adalah Ferdinand Tjiong, warga Indonesia yang menjadi asisten guru, dan Neil Bantleman, warga Kanada yang bekerja sebagai konsultan pendidikan di sekolah itu.
Kamis pekan lalu, Ferdinand dan Bantleman dipanggil polisi untuk diperiksa sebagai saksi. Tapi keduanya tak datang dengan alasan sedang ke luar kota. Malam harinya polisi mengumumkan status baru mereka. "Ada dugaan mereka memberikan obat kepada korban sebelum melakukan pelecehan," kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto.
Dugaan keterlibatan guru JIS semula diungkap salah seorang murid TK JIS-sebut saja namanya Anthony-di depan tim Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pertengahan Mei lalu. Sebulan sebelumnya, seorang murid TK JIS lain, Leo-juga bukan nama sebenarnya-dilaporkan berkali-kali menjadi korban pelecehan seksual. Dalam kasus Leo, polisi telah menetapkan enam petugas kebersihan sebagai tersangka.
Di hadapan tim KPAI, Anthony mengaku melihat Leo dan korban ketiga-sebut saja namanya Diego-mengalami pelecehan di toilet Anggrek, beberapa meter dari kelasnya. Yang mengagetkan Gabriella, ibu Anthony, anaknya pun mengaku pernah diserang seseorang di toilet itu. Penyerang yang disebut memiliki rambut berkuncir itu bukan petugas kebersihan yang ditangkap polisi.
Di rumah, Gabriella membuka-buka buku tahunan yang memuat foto sebagian guru JIS. Waktu itulah Anthony mengidentifikasi "Pak Kuncir" sebagai Ferdinand Tjiong, asisten guru kelas I Sekolah Dasar JIS. "Anak saya langsung menunjuk foto Ferdinand," ujar Gabriella kepada Tempo, Juni lalu. Menurut sang ibu, belakangan anaknya juga mengaku diserang seorang petugas keamanan di JIS.
Sebelum melapor ke KPAI, Gabriella mengadukan pengakuan anaknya kepada pihak JIS. Dia meminta guru dan petugas keamanan yang ditunjuk anaknya tak dipekerjakan lagi di JIS. Tapi, beberapa hari kemudian, suami Gabriella melihat si petugas keamanan masih bertugas. Sang suami pun langsung mempertanyakan soal itu kepada Kepala TK JIS Elsa Donohue.
Beberapa hari kemudian, Gabriella mendapat panggilan telepon dari seseorang yang mengaku kepala keamanan kompleks JIS. "Dia bilang, 'Anda merasa aman di Indonesia? Saya tahu rumah Anda tidak ada sekuritinya'," ucap Gabriella menirukan suara lelaki di ujung telepon. Merasa terancam, ia dan keluarga akhirnya memutuskan keluar dari Indonesia.
Di negeri seberang, Gabriella kembali dibuat terkaget-kaget oleh pengakuan baru anaknya. Anthony mengaku pernah disakiti lelaki lain yang ia sebut "Mister Skeleton". Sewaktu menyerang, si lelaki memakai baju hitam bergambar tengkorak. Ciri-ciri lain yang diingat Anthony, orang itu berbadan tinggi, berkepala botak, dan berkacamata. Sewaktu kembali ditunjukkan foto, menurut Gabriella, Anthony menunjuk foto Bantleman.
Kepada sang ibu, Anthony bercerita bahwa pelecehan terjadi ketika dia melaporkan serangan yang menimpa temannya kepada guru kelasnya. Sang guru kelas lalu membawa si bocah menghadap kepala sekolah. Anthony kemudian diserahkan kepada Bantleman, yang bertugas membimbing murid yang mendapat masalah. Eh, bukannya dibantu, Anthony malah mengaku disakiti. Di sebuah ruangan tertutup, Anthony diberi minuman berwarna biru sebelum dilecehkan. "Minuman itu membuat anak saya pusing dan tertidur," ujar Gabriella.
Pada 16 Mei lalu, Gabriella mengadukan cerita anaknya ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Laporan Gabriella lalu dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, yang lebih dulu mengusut kekerasan seksual di kompleks TK JIS. Menurut Rikwanto, polisi masih menyelidiki apa persisnya cairan biru yang membuat Anthony teler. Senin pekan ini, polisi kembali memanggil Ferdinand dan Bantleman.
Dalam wawancara dengan Tempo pada Juni lalu, Ferdinand dan Bantleman membantah cerita Anthony dan laporan keluarganya. "Saya tak tahu kenapa nama saya disebut," kata Ferdinand. "Tudingan ini sangat tidak adil," ujar Bantleman. Bantahan serupa berkali-kali disampaikan manajemen JIS. "Kami tak percaya mereka melakukannya," ucap Bernadio Vega dari Dewan Pengawas JIS dalam konferensi pers, Jumat pekan lalu.
Jajang Jamaludin, Febriyan, M. Andi Perdana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo