POPULARITAS Partai Likud pulih kembali. Partai PM Israel
Menachem Begin itu, menurut suatu poll pendapat umum, akan
mengungguli Partai Buruh (oposisi) dalam pemilihan anggota
Knesset (Parlemen Israel) 30 Juni. Setelah enam bulan lalu kubu
Likud porak poranda, ramalan tersebut tentu melegakan hati PM
Begin.
Krisis kepercayaan rakyat Israel terhadap Partai Likud, yang
menduduki 43 dari 120 kursi Knesset, memang nyaris tak
terelakkan. Kabinet koalisi pimpinan PM Begin ternyata tak mampu
menanggulangi krisis ekonomi yang melanda negeri itu. Inflasi
dari tahun ke tahun meroket terus hingga mencapai 130% tahun
ini. Sementara itu kaum penganggur semakin meningkat untuk
melumasi mesin perang, tahun lalu Israel menyediakan anggaran
pertahanan US$ 5,4 milyar -- 31% dari seluruh anggaran belanja
US$ 17,7 milyar. Anggaran militer itu belum termasuk bantuan
dari AS sebesar US$ 1,4 milyar.
Dan di saat kredibilitas kabinet Begin merosot, Suriah mendadak
menempatkan peluru kendali darat ke udara (SAM-6) di Lembah
Bekaa, Lebanon. PM Begin dengan cerdik meniup penempatan SAM-6
ini menjadi masalah nasional Israel yang tak kalah penting
dengan krisis ekonomi. Dengan cara itulah ia berhasil
mengalihkan perhatian rakyat Israel -- dari soal krisis ekonomi
dalam negeri ke soal eksistensi militer Israel yang terancam.
Apalagi setelah dua pesawat pengintai tanpa awak Israel ditembak
jatuh SAM-6. Kehadiran peluru kendali Suriah itu "jelas
mengancam keamanan wilayah Israel," kata Begin mengingatkan.
Berulang kali pula PM Begin mengancam akan menghancurkan deretan
SAM-6 itu jika Suriah tak mau menariknya mundur. Philip Habib,
utusan khusus Presiden AS Ronald Reagan, mencoba meredakan
keadaan gawat itu dalam suatu diplomasi bolak-balik
(Israel-Suriah Lebanon-Arab Saudi) Mei lalu. Tapi sehari setelah
Habib kembali ke Washington, pesawat tempur Israel (2 Juni)
menghantam deretan SAM-9 yang ditangani tentara Libya di Beirut
Selatan, sarang gerilya PLO. Gempuran itu dimaksudkannya sebagai
peringatan awal bahwa Israel mampu berbuat serupa terhadap SAM-6
Suriah (lihat Krisis SAM-6 dan Gertaknya). "Kami tak perlu
menunggu 'lampu hijau' dari Amerika untuk menggempurnya, jika
perlu," kata PM Begin. Suara kerasnya itu yang disiarkan
televisi Israel, seperti sering terdengar belakangan ini,
sekaligus bernada kampanye pemilu. "Kita akan bersikap tegas
terhadap mereka yang mau membunuh rakyat Israel, " katanya lagi.
Tapi hingga awal pekan ini, bertepatan dengan kembalinya Habib
ke Jerusalem lewat Paris, Begin masih belum melaksanakan
ancamannya terhadap SAM-6. Jika ia nekat, demikian analis
militer Barat, Israel mungkin akan kehilangan banyak pesawatnya.
Sebab SAM-6 Suriah tak akan melempem seperti SAM-9 Libya. Lagi
pula gempuran pesawat Israel ke deretan SAM-9 Libya lebih
merupakan keputusan politik ketimbang gerakan militer.
Bertempur dengan Suriah di saat krisis ekonomi sedang melanda
Israel, jelas itu tidak menguntungkan kedudukan Partai Likud
menghadapi pemilu. Menyadari situasi rawan itu, Begin secara
terus terang menyatakan tidak ingin bertempur (saat ini) dengan
Suriah. "Saya percaya Presiden Hafez Assad (dari Suriah) tidak
bodoh, dan bisa mengukur kekuatan kami masing-masing," katanya
yang dikutip majalah Time.
Sekalipun demikian, PM Begin tetap menuntut Suriah menarik
mundur' deretan SAM-6 dari Lembah Bekaa. Dalam hal ini ia
berusaha memperoleh dukungan Mesir. Selama dua jam pekan lalu PM
Begin berbicara dengan Presiden Anwar Sadat di Kota Ophira,
wilayah Sinai yang diduduki Israel. Harapan Begin terpenuhi.
Sesudah pertemuan itu, misalnya, Presiden Sadat mengecam Suriah
yang menyebabkan memuncaknya ketegangan di Lebanon.
Ketegangan di Lebanon justru muncul, demikian sadat, setelah
(1976) Suriah mengirimkan pasukannya ke Lebanon. Krisis Lebanon
bisa diakhiri "jika Suriah mau menarik mundur pasukannya,"
lanjutnya. "Dengan cara itulah prospek perdamaian akan semakin
nyata. "
Dukungan Sadat itu tentu saja cukup mengejutkan. Sejumlah analis
menduga, jika permintaan tersebut dijalankan niscaya akan
terjadi perubahan peta geopolitik di Lebanon. Milisi Kiri (tujuh
ribu orang) dan Al-Fatah (20 ribu orang), yang selama ini
dipayungi Suriah, tentu akan terjepit kedudukannya. Dalam
situasi seperti itu, diduga mudah buat Israel dan Mesir
memaksakan hasil perjanjian Camp David agar diterima PLO.
Apakah benar Sadat hendak mencapai strategi itu "Kami (Sadat
dan Begin) sudah sepakat bahwa Perang Oktober 1973 merupakan
perang terakhir di Timur Tengah," sahut Sadat mengelak.
Suriah, yang mendapat dukungan Liga Arab dan Organisasi
Negara-negara lslam (ICO), tentu tak mau begitu saja menaati
permintaan Begin dan Sadat. Krisis SAM-6 itu tampaknya ingin
pula dimanfaatkannya untuk mendapatkan dukungan diplomatik lebih
luas terutama bagi penyelesaian masalah Palestina. Dan hal itu
diperolehnya pekan lalu. Yaitu ketika para menteri luar negeri
Islam bertemu di Baghdad, Sekjen ICO Habib Chatti mengutuk
tindakan agresi Israel ke Lebanon. Suatu kemajuan diperoleh
Suriah di forum dunia Arab setelah lama ia dikucilkan.
Simpati atas perjuangan bangsa Palestina belakangan ini juga
terdengar dari Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt. Setiap
usaha yang menghalangi perjuangan bangsa Palestina yang terpecah
belah itu, katanya, merupakan suatu tindakan "teroris".
Akibatnya, PM Begin jadi gusar. Ia lantas mengungkit kembali
kekejaman Nai Jerman terhadap orang Yahudi dalam Perang Dunia
II di berbagai kamp tawanan. Ia juga tak lupa menuduh Schmidt,
seorang tentara ketika itu, turut memainkan peranan menghabisi
nyawa bangsa Yahudi.
Cuci Tangan
Bahwa tuduhan begitu datang dari orang seperti Begin, banyak
orang tak heran lagi. Begin memang dikenal sangat anti-Jerman,
bahkan ia menolak menaiki mobil buatan Jerman.
Sementara PM Begin membuka front baru dengan Jerman Barat,
Suriah melakukan konsolidasi diplomatik dengan para Menlu Liga
Arab di Beiteddin, Lebanon.pekan ini. Di sana Suriah berusaha
mencari suatu usulan untuk menghadapi misi Philip Habib
mendatang. Dengan tegas Menlu Suriah Abdul Halim Khaddam
menyangkal keras dugaan orang semula bahwa pasukan perdamaian
Suriah akan diganti dengan pasukan multinasional Arab. "Usul itu
(konon gagasan Habib) hanya akan menguntungkan kepentingan
Israel, dan memberi angin atas pemecahbelahan Lebanon." katanya.
"Pasukan perdamaian Suriah (Liga Arab) akan tetap di Lebanon."
Sikap keras Israel dan Suriah itu hampir saja mendorong Uni
Soviet dan AS turun ke gelanggang secara langsung. Sekalipun
kedua negara superpower itu sudah menyiagakan kapal perang
masing-masing, sejauh ini mereka berusaha membatasi diri. Dan AS
tetap ingin aktif mengusahakan perdamaian dengan mengirimkan
kembali Philip Habib ke wilayah panas itu. "Tak ada seonng pun
ingin mencuci tangan menghadapi soal gawat ini. Dan sekarang
semakin jelas bahwa kedua pemimpin (Israel dan Suriah) sudah
siap mendengarkan usul pihak pendamai," kata Habib seusai
bertemu Presiden Reagan di Washington pekan lalu. Berhasilkan
misi Habib kali ini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini