Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pasukan Suriah tetap di Libanon

Disaat kredibilitas kabinet begin merosot, suriah mendadak menempatkan peluru kendali darat ke udara sam-6 di lembah bekaa libanon. kehadiran peluru kendali ini mengancam keamanan wilayah israel.(ln)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POPULARITAS Partai Likud pulih kembali. Partai PM Israel Menachem Begin itu, menurut suatu poll pendapat umum, akan mengungguli Partai Buruh (oposisi) dalam pemilihan anggota Knesset (Parlemen Israel) 30 Juni. Setelah enam bulan lalu kubu Likud porak poranda, ramalan tersebut tentu melegakan hati PM Begin. Krisis kepercayaan rakyat Israel terhadap Partai Likud, yang menduduki 43 dari 120 kursi Knesset, memang nyaris tak terelakkan. Kabinet koalisi pimpinan PM Begin ternyata tak mampu menanggulangi krisis ekonomi yang melanda negeri itu. Inflasi dari tahun ke tahun meroket terus hingga mencapai 130% tahun ini. Sementara itu kaum penganggur semakin meningkat untuk melumasi mesin perang, tahun lalu Israel menyediakan anggaran pertahanan US$ 5,4 milyar -- 31% dari seluruh anggaran belanja US$ 17,7 milyar. Anggaran militer itu belum termasuk bantuan dari AS sebesar US$ 1,4 milyar. Dan di saat kredibilitas kabinet Begin merosot, Suriah mendadak menempatkan peluru kendali darat ke udara (SAM-6) di Lembah Bekaa, Lebanon. PM Begin dengan cerdik meniup penempatan SAM-6 ini menjadi masalah nasional Israel yang tak kalah penting dengan krisis ekonomi. Dengan cara itulah ia berhasil mengalihkan perhatian rakyat Israel -- dari soal krisis ekonomi dalam negeri ke soal eksistensi militer Israel yang terancam. Apalagi setelah dua pesawat pengintai tanpa awak Israel ditembak jatuh SAM-6. Kehadiran peluru kendali Suriah itu "jelas mengancam keamanan wilayah Israel," kata Begin mengingatkan. Berulang kali pula PM Begin mengancam akan menghancurkan deretan SAM-6 itu jika Suriah tak mau menariknya mundur. Philip Habib, utusan khusus Presiden AS Ronald Reagan, mencoba meredakan keadaan gawat itu dalam suatu diplomasi bolak-balik (Israel-Suriah Lebanon-Arab Saudi) Mei lalu. Tapi sehari setelah Habib kembali ke Washington, pesawat tempur Israel (2 Juni) menghantam deretan SAM-9 yang ditangani tentara Libya di Beirut Selatan, sarang gerilya PLO. Gempuran itu dimaksudkannya sebagai peringatan awal bahwa Israel mampu berbuat serupa terhadap SAM-6 Suriah (lihat Krisis SAM-6 dan Gertaknya). "Kami tak perlu menunggu 'lampu hijau' dari Amerika untuk menggempurnya, jika perlu," kata PM Begin. Suara kerasnya itu yang disiarkan televisi Israel, seperti sering terdengar belakangan ini, sekaligus bernada kampanye pemilu. "Kita akan bersikap tegas terhadap mereka yang mau membunuh rakyat Israel, " katanya lagi. Tapi hingga awal pekan ini, bertepatan dengan kembalinya Habib ke Jerusalem lewat Paris, Begin masih belum melaksanakan ancamannya terhadap SAM-6. Jika ia nekat, demikian analis militer Barat, Israel mungkin akan kehilangan banyak pesawatnya. Sebab SAM-6 Suriah tak akan melempem seperti SAM-9 Libya. Lagi pula gempuran pesawat Israel ke deretan SAM-9 Libya lebih merupakan keputusan politik ketimbang gerakan militer. Bertempur dengan Suriah di saat krisis ekonomi sedang melanda Israel, jelas itu tidak menguntungkan kedudukan Partai Likud menghadapi pemilu. Menyadari situasi rawan itu, Begin secara terus terang menyatakan tidak ingin bertempur (saat ini) dengan Suriah. "Saya percaya Presiden Hafez Assad (dari Suriah) tidak bodoh, dan bisa mengukur kekuatan kami masing-masing," katanya yang dikutip majalah Time. Sekalipun demikian, PM Begin tetap menuntut Suriah menarik mundur' deretan SAM-6 dari Lembah Bekaa. Dalam hal ini ia berusaha memperoleh dukungan Mesir. Selama dua jam pekan lalu PM Begin berbicara dengan Presiden Anwar Sadat di Kota Ophira, wilayah Sinai yang diduduki Israel. Harapan Begin terpenuhi. Sesudah pertemuan itu, misalnya, Presiden Sadat mengecam Suriah yang menyebabkan memuncaknya ketegangan di Lebanon. Ketegangan di Lebanon justru muncul, demikian sadat, setelah (1976) Suriah mengirimkan pasukannya ke Lebanon. Krisis Lebanon bisa diakhiri "jika Suriah mau menarik mundur pasukannya," lanjutnya. "Dengan cara itulah prospek perdamaian akan semakin nyata. " Dukungan Sadat itu tentu saja cukup mengejutkan. Sejumlah analis menduga, jika permintaan tersebut dijalankan niscaya akan terjadi perubahan peta geopolitik di Lebanon. Milisi Kiri (tujuh ribu orang) dan Al-Fatah (20 ribu orang), yang selama ini dipayungi Suriah, tentu akan terjepit kedudukannya. Dalam situasi seperti itu, diduga mudah buat Israel dan Mesir memaksakan hasil perjanjian Camp David agar diterima PLO. Apakah benar Sadat hendak mencapai strategi itu "Kami (Sadat dan Begin) sudah sepakat bahwa Perang Oktober 1973 merupakan perang terakhir di Timur Tengah," sahut Sadat mengelak. Suriah, yang mendapat dukungan Liga Arab dan Organisasi Negara-negara lslam (ICO), tentu tak mau begitu saja menaati permintaan Begin dan Sadat. Krisis SAM-6 itu tampaknya ingin pula dimanfaatkannya untuk mendapatkan dukungan diplomatik lebih luas terutama bagi penyelesaian masalah Palestina. Dan hal itu diperolehnya pekan lalu. Yaitu ketika para menteri luar negeri Islam bertemu di Baghdad, Sekjen ICO Habib Chatti mengutuk tindakan agresi Israel ke Lebanon. Suatu kemajuan diperoleh Suriah di forum dunia Arab setelah lama ia dikucilkan. Simpati atas perjuangan bangsa Palestina belakangan ini juga terdengar dari Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt. Setiap usaha yang menghalangi perjuangan bangsa Palestina yang terpecah belah itu, katanya, merupakan suatu tindakan "teroris". Akibatnya, PM Begin jadi gusar. Ia lantas mengungkit kembali kekejaman Nai Jerman terhadap orang Yahudi dalam Perang Dunia II di berbagai kamp tawanan. Ia juga tak lupa menuduh Schmidt, seorang tentara ketika itu, turut memainkan peranan menghabisi nyawa bangsa Yahudi. Cuci Tangan Bahwa tuduhan begitu datang dari orang seperti Begin, banyak orang tak heran lagi. Begin memang dikenal sangat anti-Jerman, bahkan ia menolak menaiki mobil buatan Jerman. Sementara PM Begin membuka front baru dengan Jerman Barat, Suriah melakukan konsolidasi diplomatik dengan para Menlu Liga Arab di Beiteddin, Lebanon.pekan ini. Di sana Suriah berusaha mencari suatu usulan untuk menghadapi misi Philip Habib mendatang. Dengan tegas Menlu Suriah Abdul Halim Khaddam menyangkal keras dugaan orang semula bahwa pasukan perdamaian Suriah akan diganti dengan pasukan multinasional Arab. "Usul itu (konon gagasan Habib) hanya akan menguntungkan kepentingan Israel, dan memberi angin atas pemecahbelahan Lebanon." katanya. "Pasukan perdamaian Suriah (Liga Arab) akan tetap di Lebanon." Sikap keras Israel dan Suriah itu hampir saja mendorong Uni Soviet dan AS turun ke gelanggang secara langsung. Sekalipun kedua negara superpower itu sudah menyiagakan kapal perang masing-masing, sejauh ini mereka berusaha membatasi diri. Dan AS tetap ingin aktif mengusahakan perdamaian dengan mengirimkan kembali Philip Habib ke wilayah panas itu. "Tak ada seonng pun ingin mencuci tangan menghadapi soal gawat ini. Dan sekarang semakin jelas bahwa kedua pemimpin (Israel dan Suriah) sudah siap mendengarkan usul pihak pendamai," kata Habib seusai bertemu Presiden Reagan di Washington pekan lalu. Berhasilkan misi Habib kali ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus