Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tragedi itu dianggap selesai

Vonis mengenai perkara tenggelamnya tampomas ii dari segi teknis nautus dan navigasi. perkara selanjutnya diserahkan pada ditjen perhubungan laut. 5 dari 12 tersangka dinyatakan bersalah. (nas)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MISTERI penyebab kebakaran kapal Tampomas II belum tersingkap benar. Mahkamah Pelayaran (MP) dalam sidangnya Sabtu lalu menyimpulkan: awal kebakaran bermula dari api rokok di dek mobil. Seorang awak kapal (ABK) yang beristirahat di salah satu mobil --walau itu menyalahi peraturan -- yang pertama melihat api tersebut. Sumber api, apakah berasal dari kecerobohan penumpang atau ABK, tak terungkap. Sistem ventilasi kapal yang kurang tepat menyebabkan hembusan angin yang mempercepat berkobarnya api. Sedang tidak teraturnya pemuatan mobil serta sepeda motor, yang tangkinya masih berisi bahan bakar, mengakibatkan upaya pemadaman sulit dilakukan. Mahkamah Pelayaran juga menyimpulkan, para ABK gagal memadamkan api karena kurang terlatih. Kepanikan yang timbul lebih tidak menolong keadaan. Akibatnya kapal terbakar, tenggelam dan tewasnya 26 ABK serta kurang lebih 600 penumpang. Dalam pertimbangan dan keputusan yang tebalnya 60 halaman, MP juga menilai PT Pelni sebagai pemilik kapal ternyata kurang memperhatikan segi keselamatan umum. Itu diketahui antara lain dari kurangnya kontrol terhadap peralatan di kapal tersebut, termasuk personalia yang mengelolanya. Ketua MP dan wakilnya, Capt. Tardana dan Capt. R. Soebekti selama sekitar 2« jam bergantian membacakan keputusan tersebut. Mengenai almarhum nakoda Capt. A. Rivai, walau tak memeriksanya, mahkamah tak dapat mengelakkan bahwa terbukti sebelum terjadinya musibah nakoda telah tidak menaati peraturan pelayaran yang berlaku demi keselamatan umum. "Namun MP juga menyadari sepenuhnya, nakoda menghadapi suatu kenyataan yang sulit dihindari, yakni situasi dan kondisi yang terbatas dalam bidang jasa angkutan laut," begitu bunyi pertimbangan keputusan itu. Kelalaian yang dilakukan nakoda menurut Mahkamah Pelayaran antara lain: kurang menggiatkan latihan penggunaan alat-alat bagi para awak, tidak mengontrol peralatan penolong serta mengizinkan cuti pada ABK tanpa melapor tertulis pada PT Pelni. Namun sebagai pimpinan kapal, selama 36 jam sejak dilapori adanya kebakaran, almarhum Rivai sedikit pun tidak pernah melalaikan atau melepaskan tanggungjawabnya. Bahkan selalu berlaku tenang sampai rela mengorbankan dirinya. Tapi sejalan dengan azas hukum, hak menuntut seseorang gugur bila yang bersangkutan meninggal dunia. Hingga MP menyatakan menghapuskan segala tuntutan pada Nakoda A. Rivai dan Mualim III Sudjito karena mereka meninggaldunia dalam musibah tersebut. Dalam sidangnya yang ke 15 kali Sabtu siang lalu itu, MP memutuskan menghukum 5 dari 12 tersangkut. Yakni Mualim I M. Ali Hamzah, 41 tahun, dinyatakan bersalah karena cuti tanpa seizin Pelni. MP mencabut ijazah mualim yang dimilikinya serta wewenangnya untuk berlayar sebagai Mualim I pada kapal yang melayari perairan Indonesia selama 6 bulan. Sedang Mualim II Erns Marthing, 42 tahun, yang dinyatakan bersalah karena dianggap melakukan desersi (meninggalkan kapal tanpa izin nakoda) dicabut ijazahnya selama 12 bulan. Kepala Kamar Mesin H. Dedy Hariyadi, 50 tahun yang tidak berada di kamar mesin tatkala musibah terjadi dan mematikan mesin tanpa perintah nakoda, dicabut ijazahnya selama 4 bulan. Tuntas Markonis I Tadjus Buky, 30 tahun, yang juga cuti tanpa izin dicabut ijazahnya selama 4 bulan. Markonis II Odang Kustinar, 30 tahun, dijatuhi hukuman yang lebih berat: dicabut ijazahnya selama 12 bulan. Ia dinyatakan bersalah karena memberi laporan yang tidak benar dalam sidang. Tersangkut pernah menyatakan sudah berhasil mengadakan hubungan radio dengan stasiun radio pantai Singapura. Namun pihak Singapura kemudian membantah. Ketua Tim Pembela, Anis SH, menilai keputusan itu terlalu berat. "Terang saya tak puas. Saya beranggapan usaha kami sudah maksimal. Tapi putusan ini kan tak bisa dibanding," ujarnya seusai sidang. Mualim I Ali Hamzah tampaknya tak mau memperpanjang persoalan. "Ah, saya kan harus menerima. Tapi saya merasa tak bersalah," katanya seraya bergegas pergi untuk mengikuti penataran P4. Apakah dengan adanya keputusan MP itu berarti masalah musibah Tampomas II diselesaikan dengan tuntas? Sebab Presiden Soeharto segera setelah terjadinya musibah memerintahkan agar musibah tersebut diselesaikan secara tuntas. "Dari segi teknis nautis dan navigasi sudah dianggap tuntas," kata Capt. R. Soebekti, Wakil Ketua MP pada Marah Sakti dari TEMPO Senin lalu. Ia mengatakan persoalan selanjutnya terserah pada Ditjen Perhubungan Laut. Semua hasil putusan telah diserahkan pada semua pihak yang berkepentingan termasuk kejaksaan dan pengadilan. "Putusan MP serta uraiannya dapat menjadi dasar tuntutan perdata atau pidana," tegasnya. Belum pasti apakah setelah ini kasus musibah Tampomas II akan dibawa ke pengadilan. Jaksa Agung Ismail Saleh beberapa minggu lalu menyatakan pihaknya tenah menumpulkan bahan mengenai perkara ini, termasuk soal proses pembelian kapal Tampomas II. "Pengumpulan itu masih dilakukan. Saya tak tahu kapan selesainya, bisa seminggu, bisa dua bulan. Apakah nanti akan disalurkan ke kejaksaan negeri atau kejaksaan tinggi, terserah pimpinan," ujar Kepala Humas Kejaksaan Agung A.A. Gde Ngurah. Namun Sekretaris Ditjen Perla J.E. Habibie rupanya berpendapat lain. Ia mengharapkan pengertian tuntas "jangan dibikin aneh-aneh." Katanya: "Yang dimaksud Presiden dengan penyelesaian tuntas itu adalah teknis. Karena melihat ada kelalaian. Siapa yang lalai tentu saja mereka yang memimpin di atas kapal, yakni kapten kapal. Jelas pertanggungjawaban itu ada di tangannya. " Menurut J.E. Habibie, skorsing yang dijatuhkan pada lima ABK itu bukan berarti mengorbankan yang kecil dan melindungi yang besar. Ia juga mengatakan tak mau soal tenggelamnya kapal dikaitkan dengan masalah pembeliannya. "Itu kapal kan sudah setahun dibeli. Kenapa tidak dari dulu, ketika baru dibeli dipersoalkan," katanya. Namun ia segera menyambung "Tapi kalau saya tahu ada yang bisa dipidanakan, pasti akan dipidanakan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus