ABDULLAH Hasan, Presiden Direktur Firma Aceh Kongsi yang
berpusat di Medan geregetan membaca pengumuman Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) 1 Juni lalu. Alasannya, ia merasa sudah
memenuhi segala persyaratan dan mengirim laporan bentuk A tahun
lalu, tapi toh masuk "daftar hitam". "Saya kira perusahaan kami
tidak bandel. Kalau dicap begitu, ya terserah pada BKPM,"
katanya pada TEMPO minggu lalu di Banda Aceh. Bahkan
perusahaannya yang baru saja menyelesaikan pembangunan gedung
Departemen Keuangan yang ikut diresmikan Presiden Senin lalu itu
juga belum pernah ditegur atau diperingatkan .
Pengumuman BKPM -- memuat daftar 943 PMDN dan 187 PMA sepanjang
tiga halaman koran -- cukup mengejutkan PT Kramayudha Surabaya
Mojopahit Motor (KSMM). "Sejak 1978 kami sudah tidak mendapat
fasilitas PMDN. Kok masih dikatakan PMDN?" ujar Direktur Umum
KSMM Bambang Sudarsono pada TEMPO. Seorang pejabat BKPMD Jawa
Timur juga terperangah membaca pengumuman yang dikeluarkan
ketika Ketua BKPM Suhartoyo sedang di Amerika. "Sebenarnya hanya
10% dari 380 PMDN yang belum lapor di Jawa Timur," katanya.
Dalam pengumuman yang diteken Wakil Ketua BKPM R.H.B. Mochtan
disebutkan ada 110 PMDN yang bandel di sana.
Beberapa perusahaan yang bersalah gemetar melihat namanya
termasuk "daftar hitam". Artinya, mereka diancam dicabut
fasilitas dan izin usahanya bila tidak mengirim laporan bentuk A
sampai 30 Juni nanti. "Kami memang belum lapor. Sudah disiapkan,
tinggal mengantar ke sana," kata manajer sebuah perusahaan
minuman di Jalan Bekasi Raya Jakarta. Perusahaan itu baru lapor
ke BKPMD yang pernah menegurnya.
Mengapa begitu banyak perusahaan tidak lapor "Ada yang sudah
mati, lalai atau salah mengerti," kata, seorang pejabat di BKPM.
Misalnya, perusahaan yang tidak lagi mendapat fasilitas PM DN,
masih wajib lapor juga. Diakui, mekanisme pengawasan di BKPM
sendiri belum sempurna. "Karena dari semula ada dua
kebijaksanaan yang agak bertentangan. BKPM harus memikat penanam
modal, tapi harus pula mengawasi," katanya.
Setiap perusahaan yang belum berproduksi wajib mengirim laporan
bentuk A 6 bulan sekali. Formulir laporan -- dilengkapi petunjuk
dan ketentuan undang-undang setebal 14 halaman -- dibagi-bagikan
kepada semua perusahaan PMDN dan PMA. Sedang perusahaan yang
sudah berproduksi, hanya diwajibkan lapor tiap akhir tahun.
Laporan meliputi realisasi: penyertaan modal, penggunaan modal,
fasilitas, perkembangan pembangunan, produksi dan pemasaran,
penempatan manajemen dan tenaa kerja.
BKPM ternyata juga mempunyai "mata" lain untuk mengawasi
langsung kegiatan perusahaan. "Suatu tim yang dikoordinir BKPMD
mengadakan pemeriksaan ke tempat perusahaan," kata nya. Tim
gabungan terdiri dari Kanwil Departemen teknis yang membina,
Kanwil Ditjen Pajak dan lain-lain. Hasilnya berupa berita acara
pemeriksaan (BAP) dikirim ke BKPM untuk bahan penilaian. Cara
ini baru dilakukan sejak tahun lalu. "BKPM Pusat hanya turun
kalau ada kasus yang perlu penyelesaian tingkat pusat," kata
pejabat BKPM yang lain.
Gajah dan Semut
Dua macam laporan itu menjad pegangan BKPM menilai dan menjatuh
kan sanksi. Karena kurangnya informas yang lengkap, rupanya
pengumumar "daftar hitam" BKPM itu mengundan protes dari
mana-mana. PT Andira Steel Indonesia misalnya, dicantumkan
sebagai PMA dari Ja-Tim yang tidak lapor "Padahal perusahaan itu
memang sudah berubah jadi PT Ispat Indo dan sudah lapor dengan
nama baru " kata pejabat BKPMD Ja-Tim membela. Tentu saja
perusahaan baja patungan dengan India milik Edi Kowara itu
tenang-tenang saja.
Sedang PT Ondo Carbide di Surabaya yang dicantumkan pada urutan
pertama dari 14 PMA yang belum lapor, sampau sekarang belum
melakukan kegiatan sama sekali.
Mengapa sampai demikian? "Kekeliruan bisa saja terjadi," kilah
pejabat yang menangani pengawasan di BKPM. "Tapi kebanyakan
mereka juga tidak lapor karena sudah mati, bergabung dengan
perusahaan lain atau pindah alamat." Kecuali itu, tenaga
pengawas BKPM memang sangat terbaus.
Bagaimana pun, pengumuman besar yang dikeluarkan BKPM itu
menunjukkan bahwa badan yang mengurusi penanaman modal itu sudah
bergigi. "Tak peduli kelas gajah atau semut, kalau perusahaan
itu dianggap bersalah, tetap akan ditindak," katanya.
Dari daftar yang panjang itu, banyak Juga tercantum nama para
tokoh. Misalnya saja Probosutejo, pemilik Mercu Buana Grup.
Salah sebuah perusahaan Probosutejo di Medan terkena daftar BKPM
itu. Tapi kepada TEMPO, pengusaha terkenal itu mengatakan "belum
tahu mendapat peringatan dari BKPM."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini