BALAI Agung Rakyat di Beijing kembali diselubungi suasana duka.
Lebih dari 30.000 pelayat, termasuk Ketua Hua Guofeng, memakai
pita hitam di lengan. Mereka memberikan penghormatan terakhir di
depan jasad Soong Qingling yang dibaringkan dalam keranda
kristal dan diselimuti bendera (palu arit) Partai Komunis Cina.
Soong cuma Kepala Negara kehormatan RRC -- jabatan simbolis yang
diberikan PKC sewaktu ia terbaring di rumah sakit menjelang
ajalnya (29 Mei). Namun negeri berpenduduk satu milyar itu
merasa kehilangan juga. Wakil Ketua PKC Deng Xiaoping, dalam
suatu upacara pekan lalu di Beijing, memuji almarhumah sebagai
patriot terkemuka. "Soong seorang komunis yang besar," katanya
tentang wanita berusia 89 tahun, meninggal karena leukemia itu.
Satu bab dalam sejarah modern wanita Cina telah ditutup bersama
kematian Soong. Betapa tidak. Sejak kaum komunis mengambil alih
tampuk pemerintahan di Cina, 1949, Soong tak pernah tergeser
dari kelompok pemimpin RRC. Tidak oleh mendiang Mao Zedong
maupun Hua. Ia bahkan dianggap simbol kerjasama politik antara
kelompok patriot nonkomunis dan PKC. Dalam keadaan sakit parah
itu pula ia dikukuhkan sebagai anggota (kehormatan) partai.
Bertahannya Soong di tengah arus pergolakan RRC bukan semata
karena ia janda Bapak Cina, Dr. Sun Yat Sen. Ia juga dikenal
aktif memperjuangkan emansipasi bagi kaumnya. Bahkan wanita itu
dikenal gigih mempersatuan kembali Cina yang terpecah, RRC dan
Taiwan. " . . . Menjadi sesalan yang amat sangat bagi Soong
karena dia tidak berhasil menyaksikan kembalinya Taiwan ke
pangkuan RRC," demikian tajuk Harian Rakyat terbitan 31 Mei.
Soong, dilahirkan di Shanghai, tampak seperti ditakdirkan
menjadi pemuka wanita Cina. Ia adalah anak kedua dari tiga
wanita bersaudara dalam keluarga industrialis Charles Jones
Soong. Ketika monarki Cina yang berusia 2.000 tahun diguncang
revolusi, 1911, Soong bersama dua saudara perempuannya tengah
belajar di Wesleyan College, Macon, Georgia. Masa itu baru 36
wanita Cina yang menuntut ilmu di Amerika Serikat.
Kendati Soong dibesarkan dan dididik di Amerika, kecintaannya
pada tanah leluhurnya tak berubah. Idolanya di dunia politik
adalah Sun. Tahun 1914 mereka menikah di Tokyo. Cinta mereka
terjalin lewat hubungan kerja. Soong adalah sekretaris pribadi
Sun. Pernikahan mereka bahkan direstui oleh Lu, istri pertama
Sun, yang memilih cerai dan kemudian menetap di Macao. Umur
Soong dan Sun berbeda 26 tahun.
Tahun 1925, Sun meninggal akibat kanker. Lalu Soong kembali ke
Canton, kemudian terlibat dalam pergolakan sosial melawan tuan
tanah. "Soong yang tampak lembut itu sesungguhnya wanita berhati
baja," tulis wartawati Anna Louise Strong dari Amerika. "la
bahkan menolak mencantum nama sebagai janda Sun untuk
mendapatkan pengaruh di kalangan petani."
Soong segera menjadi populer di mata rakyat. Ia berkenalan
dengan Zhou Enlai yang memimpin gerakan bawah tanah di Shanghai.
Zhou waktu itu dikenal dengan kode nama No. 5, bermarkas di
sebuah toko barang antik. Dan Soong pula yang mengatur kunungan
rahasia wartawan AS Edgar Snow ke markas perjuangan Mao di
Yenan, 1936. Hingga tak aneh bila Soong menjadi begitu dekat
dengan tokoh-tokoh komunis.
Surat Wasiat
Bantuannya pada gerakan komunis Cina tak cuma itu. Soong bahkan
berulangkali menjadi penghubung antara Stalin dan Komite Sentral
PKC yang tengah berjuang melawan Kuomintang.
Ketika Soong sudah menjadi "kiri" di tahun 1927 itu, adiknya
Meiling menikah dengan Jenderal Chiang Kaishek, tokoh Kuomintang
yang cenderung "kanan". Ia menentang perkawinan adiknya
tersebut. Tapi gagal. Sejak iN mereka tak pernah berbaikan lagi
bersaudara, sekalipun mereka selalu bersama mengunjungi rumah
piatu dan korban perang di berbagai tempat di Cina.
Tahun 1945, karir politik Soong makin melonjak. Ia berulangkali
dibebani Ngas mewakili Cina melakukan kunjungan ke India, Birma,
Pakistan, Sri Lanka, bahkan pernah ke Indonesia.
Tak heran sewaktu mendengar Soong dikecam oleh Pengawal Merah
ketika Revolusi Kebudayaan (1969) tengah memuncak, Zhou merasa
perlu angkat suara. "Soong adalah orang yang telah membantu anak
Partai Komunis Cina di masa revolusi bawah tanah dulu," kata
Zhou. Setelah pidato Zhou itu tentara langsung bergerak
melindungi Soong. Presiden Uni Soviet Leonid Brezhnev --
sekalipun tak akur dengan RRC - waktu mendengar Soong meninggal,
langsung mengirim kawat dukacita. Telegram belasungkawa juga
berdatangan dari banyak kepala negara.
Tak seluruh famili dan kerabatnya datang melayat. Adiknya
Meiling, janda Chiang Kaishek, yang kini tinggal di New York tak
bisa hadir. Meiling sendiri juga sedang sakit.
Pemerintah RRC mengirimkan undangan untuk melayat pada Presiden
Taiwan Chiang Chingkuo dan Jenderal Chiang Weikuo -- keduanya
anak tiri Meiling. Tapi mereka menolak hadir. "Jenderal Chiang
tidak akan pernah terperangkap oleh jebakan yang dipasang kaum
komunis dengan kedok front persatuan,7' kata jurubicaranya.
Jenazah Soong sesudah dibakar di Beijing, abunya, diterbangkan
ke Shanghai untuk dimakamkan di pemakaman keluarga. Ini adalah
permintaan Soong sendiri. Di antara mereka yang mengawal abu
Soong terdapat Deng Yingchao, janda Zhou dan Wakil PM Chen
Muhua, serta beberapa warganegara asing yang sudah lama menetap
di RRC.
Soong disebut meninggalkan surat wasiat. Belum disebutkan kapan
surat wasiat itu akan dibuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini