PAUS baru telah terpilih. Paus baru telah meninggal. Di luar
dugaan orang -- paling tidak, para kardinal yang memilihnya
dalam konklaf yang lalu-Albino Luciani, 65 tahun, termasuk
pendek masa pemerintahannya. Hanya 34 hari.
Tak ada orang yang hadir di sisinya ketika Johanes Paulus I
dipanggil menghadap Tuhan. Jumat pagi, 29 September lalu ketika
Sekretaris pribadi Paus, Pater John Magee tak melihatnya di
kapela untuk membaca missa pagi, sang Sekpri melongok ke kamar
tidur paus. Jam setengah enam pagi itu ditemukannya Kepala
Gereja Katolik Roma itu telah tertidur untuk selama-lamanya.
Lampu baca yang masih menyala melemparkan cahaya pada buku yang
masih dipegangnya: Mengikuti Jejak Kristus, sebuah renungan
indah karya Thomas a Kempis dari abad ke-15. Senyum masih
terpancar di wajahnya yang selalu cerah.
Dokter yang segera dipanggil menetapkan bahwa Sri Paus telah
meninggal jam 11 Kamis malam lantaran macetnya otot jantung
pemompa darah (myocardial infarction -- MCI) yang gawat. Siang
itu juga, jenazah paus yang ke-263 itu disemayamkan di bangsal
Klementina. Rituil sama seperti 1« bulan yang lalu, akan terulang
lagi.
Rabu, 4 Oktober lalu, upacra pemakaman resmi akan diawali
dengan missa duka terbuka di Piazza di St. Pietro. Lalu, jenazah
Johanes Paulus I akan dimakamkan di sebuah kapela pribadi dekat
makam Paus Johanes ke-23, pendahulunya yang juga bekas Beatriks
(Patriarkh) Venesia.
Cuma, masa berkabung setelah pemakaman diperpendek. Kalau tempo
hari konklaf pemilihan pengganti Paulus ke baru diadakan 19
hari sesudah paus itu meninggal, sekarang konklaf pemilihan
pengganti Johanes Paulus I akan diadakan 14 Oktober, Sabtu
depan. Itulah keputusan yang diambil oleh 109 dari 127 kardinal
yang bersidang di Istana Kepausan Sabtu lalu. Berarti masih ada
10 hari buat bertukar fikiran secara informil, setelah Johanes
Paulus I dimakamkan. Memang begitulah ketentuan Hukum Kanonik
(Hukum Gereja), yang menyatakan bahwa konklaf baru boleh dibuka
15 hari setelah paus meninggal.
Orang segera mulai berspekulasi tentang calon paus berikutnya.
Tampaknya, yang dihasrati dunia masa kini adalah paus yang
bersifat kegembalaan. Dan boleh saja dia itu seorang warga
negara Italia lagi, mengingat situasi politik negeri itu yang
sedang terlibat dalam kancah persaingan yang seru antara Partai
Kristen Demokrat menghadapi Partai Komunis yang sudah unggul di
beberapa kota besar. Antara lain, kota Roma sendiri. Maka
bermunculanlah nama-nama Uskup Agung Palermo, Kardinal Salvatore
Pappalardo, 60 tahun (bekas Dubes Vatikan di Jakarta), Uskup
Agung Napoli, Kardinal Corrado Ursi, 70 tahun, Uskup Agung
Milano, Kardinal Giovanni Colombo, 75 tahun, Uskup Agung Genoa,
Kardinal Giuseppe Siri, 72 tahun.
Dari deretan nama itu, Corrado Ursi termasuk yang pernah
disebut-sebut sebagai papabili menjelang konklaf yang lalu.
Kardinal yang gigih memperjuangkan pembaharuan sosial ini sangat
populer di kalangan kaum miskin di Italia Selatan. Ketika
diangkat menjadi Uskup Agung Napoli, dia serta merta
menghibahkan hadiah-hadiah yang diterimanya kepada suatu yayasan
yang bertugas melunaskan hutang-hutang kaum miskin di Napoli.
Dia juga pernah dalam khotbah mengecam keras kebiasaan orang
Kristen menghabiskan uang untuk hadiah-hadiah Natal sebagai
"penghinaan bagi kaum miskin, bahkan penghinaan bagi Kristus
sendiri." Namun di balik komitmennya kepada orang miskin,
theologi yang dianut Ursi masih dianggap kolot, lantaran
dukungannya terhadap larangan Paulus ke-6 soal alat-alat
kontrasepsi.
Makna Ursi bagi Italia Selatan kurang lebih sama dengan arti
almarhum Luciani bagi Italia Utara. Paus yang baru meninggal
itu, juga dikenal sebagai pembela kaum miskin. Tapi sekaligus,
pembela hak hidup bagi setiap individu. Termasuk mereka yang
belum dilahirkan (yang terancam oleh pengguguran), yang tertunda
kejadiannya sama sekali lantaran pil dan spiral, serta yang
sudah hidup dan diancam hukuman mati. Diduga lantaran dorongan
paus baru ini, koran Vatikan l'Osservatore Romano 7 September
lalu memprotes cara baru hukuman mati di Texas (AS), yakni
dengan suntikan racun kimiawi. Peralihan dari kursi listrik ke
suntikan maut itu hanyalah suatu "kemunafikan" bagi penulis
editorial koran Vatikan itu, yang tetap menolak hukuman mati
dalam bentuk apapun.
Namun dalam masa pemerintahannya yang begitu singkat, Johanes
Paulus I tak luput dari serangan pers Italia sendiri terhadap
satu masalah laten kekayaan Vatikan yang besar. Serangan itu
secara khusus ditujukan ke alamat Uskup Paulus Marcinkus, orang
yang bertugas mengawasi saham-saham Vatikan di seluruh dunia.
Menurut mingguan ekonami terkemuka Il Mondo, 31 Agustus lalu,
negara mini itu termasuk pemegang saham maskapai-maskapai
transnasional seperti General Motors, General Electric, Shell,
Gulf Oil, Bethlehem Steel, IBM, TWA, dan Panam.
"Di kota Roma saja, Takhta Suci memiliki 5000 kamar apartemen
sewaan yang setiap tahun menghasilkan pemasukan sekitar 4 juta
dollar," tulis Il Mondo. Namun dalam surat terbukanya kepada
paus baru, pemimpin redaksi mingguan itu, Paolo Penerai mengakui
bahwa bisnis Vatikan tak selalu untung. Tapi sementara itu,
lembaga keuangan Vatikan memiliki tabungan sekitar 2 milyar
dollar, dan 7000 nasabahnya menurut Il Mondo meliputi "beberapa
di antara industrialis dan usahawan Italia yang terkemuka."
"Kami mengerti keperluan Vatikan akan otonomi keuangan untuk
membiayai peralatannya sendiri, menyebarkan agama, dan
melaksanakan usaha-usaha religius lainnya. Tapi apakah tak ada
cara-cara lain untuk mencapai tujuan itu selain cara-cara
kapitalistis?", tanya Paolo Penerai. Dan dia pun menuduh Vatikan
telah menyalah gunakan otonomi keuangannya itu (menurut
perjanjian Lateran 1928, semua gedung milik Vatikan di kota Roma
bebas-pajak) "untuk membantu segelintir orang kaya mengalihkan
kekayaannya ke luar negeri, dengan mengelakkan undang-undang
Italia."
Mungkin Johannes Paulus I tak menginginkan polemik terbuka soal
yang sangat duniawi ini. Koran Vatikan l'Osservatore Romano diam
saja. Berbeda halnya ketika suatu mingguan Italia lainnya,
I'Europeo melancarkan serangan yang serupa awal 1977. Ketika
itu, koran Vatikan itu menangkis serangan koran awam itu dengan
tuduhan "skandalistis" dan "anti-klerikalistis". Menurut Don
Virgilio Levi, wakil direktur koran Vatikan itu, Perjanjian
Lateran 1928 antara Vatikan dan pemerintah Italia (waktu itu,
Mussolini) hanya menjamin hak bebas-pajak bagi beberapa gedung
milik Vatikan di kota Roma. "Yang lainnya", begitu dia dikutip
UPI waktu itu, "harus membayar pajak seperti setiap gedung
lainnya." Tentang penjualan sebuah gedung milik Vatikan yang
dituduh sebagai spekulasi real-estate oleh l'Europeo, dijelaskan
oleh Don Levi bahwa keuntungannya semata-mata dimaksudkan untuk
membangun sebuah proyek perumahan 99 apartemen yang dihadiahkan
Vatikan kepada Kota Roma untuk menampung sebagian penghuni gubuk
miskinnya.
Sementara itu, tulis AFP 14 Agustus lalu, "kekayaan Vatikan
tidaklah sehebat yang dibayangkan orang." laiah pemakaman paus
dan konklaf yang diadakan waktu itu, boleh jadi akan menambah
kesulitan keuangan Vatikan. Menurut taksiran kantor berita
Perancis itu, modal produktif Vatikan hanyalah sekitar 500 juta
franc Swiss (sekitar Rp 122 milyar). Padahal pengeluaran Vatikan
buat misi-misi diplomatiknya di luar negeri, termasuk
perwakilannya di PBB, serta pertemuan-pertemuan Sinode Uskup
yang dibentuk tahun 1965, terus membubung tinggi. Biaya Konsili
Vatikan 11 saja, 6 milyar lire, atau sekitar Rp 40 milyar.
Pengeluaran Takhta Suci yang terus membubung tinggi itu sudah
tak mampu dikejar oleh pemasukannya yang terus merosot. Menurut
AFP, kekayaan Vatikan ini masih jauh di bawah kekayaan Patriarkh
Gereja Katolik Orthodox Moskow yang disubsidi pemerintah Uni
Soviet yang komunis itu. Atau Gereja Anglikan yang dibiayai oleh
pemerintah Kerajaan Inggeris.
Melihat itu, tantangan bagi setiap paus yang baru terpilih
dewasa ini, luar biasa beratnya. Selain harus menjadi gembala
yang baik bagi 700 juta umat Katolik yang semakin terpecah-pecah
alirannya, masih harus mengurus satu negeri berpenduduk 3000
pastor dan pegawai awam yang luarbiasa besar biayanya. Untuk
itu, para Kardinal tentunya diharapkan kali ini memilih tokoh
yang bukan hanya bijaksana dan rendah hati, tapi juga punya
jantung dan syaraf sekuat baja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini