DI mana Hasan Tiro sekarang? Bersembunyi di hutan Aceh atau
tenang-tenang saja di luar negeri? Yang jelas, orang yang
berhasil diajaknya "berperang dan mendirikan negara" kini sedang
kalang kabut menyelamatkan diri. Banyak yang menyerah terutama
setelah mendengar seruan Pangdam I Iskandar Muda Brigjen R.A.
Saleh lewat selebaran yang dicetak offset dan memuat gambar 9
tokoh gerakan tersebut.
Gerakan yang dipimpin Hasan Tiro ternyata gagal memancing
kekuatan massal. Apalagi setelah penduduk membaca selebaran yang
mereka tempel di banyak tempat, yang menyebut gerakan itu
"mendapat bantuan Libia", atau malahan RRC.
20 Pebruari lalu adalah batas waktu bagi mereka untuk menyerah.
Tapi tampaknya ini bukan "harga mati". Brigjen Saleh tidak
pernah jemu mengulang seruan agar mereka menyerah saja. Yang
terakhir misalnya, ketika ia menghadiri acara silaturahmi
masyarakat Aceh di Medan pertengahan September lalu. Mengatakan
gembira atas prakarsa untuk membina rasa kekeluargaan yang lebih
akrab, pertemuan itu dianggapnya bakal lebih meriah jika semua
bisa hadir. "Sehingga tidak ada sementara pihak yang terus
berada di gunung-gunung dan hutan-hutan dalam suasana Hari Raya
ini," katanya. Ini katanya bisa menghambat pembangunan di Aceh.
Karena itu ia menghimbau "agar mereka turun dari gunung dan
hutan dan kembali ke tenah masyarakat."
Kekuatan gerombolan liar Hasan Tiro ini tidak seberapa.
Perlengkapan senjatanyapun hanya beberapa pucuk yang merupakan
bedil peninggalan Perang Dunia II. Dari dokumen yang disita,
kekuatan gerombolan ini di sekitar Aceh Pidie hanya tinggal
sekitar 60 orang. Sedang di Aceh Utara banyak yang sudah sadar
dan menyerah setelah Ayah Sabi menyerah di Panton Labu.
Beberapa penduduk kampung yang dipaksa ikut gerombolan liar ini
diamdiam memisahkan diri dan menyerah pada petugas keamanan.
Mereka mendapat perlakuan wajar. Setelah diperiksa, disumpah
kemudian disuruh pulang ke kampung masing-masing. Yang tidak
punya uang diberi ongkos bis.
M. Tahir Husin yang disebut sebagai "Menteri Peneranan," 4
bulan lalu menyerah di Sigli. Ia juga mendapat perlakuan lunak
dan kini bebas berdagang lagi.
Dua pekan lalu, menurut sebuah sumber, seorang yang bernama
Muhamad dan mengaku sebagai "Menteri Keuangan" diciduk di salah
satu jalan di Medan. Rupanya dia sedang mengusahakan bantuan
makanan dan obat-obatan yang belum sempat dikirimnya ketika
petugas menjaringnya.
Main Tampar
Brigjen Saleh berusaha mentrapkan cara pendekatan yang manusiawi
untuk membasmi gerombolan ini. Cara ini diharapkan bisa membuat
mereka yang belum sadar tidak takut untuk menyerah. Toh
instruksi ini tampaknya belum sepenuhnya disadari anak buahnya.
Ketika terjadi razia di Pidie, seorang dokter lupa membawa KTP
tapi bisa menunjukkan identitasnya lewat kartu anggota IDI.
Ternyata petugas menganggapnya sebagai suatu penghinaan dan
menampar dokter itu.
Kabarnya, setelah menerima laporan ini Brigjen Saleh turun ke
Pidie menumpang helikopter. Kini dua oknum petugas itu masih
diproses di Banda Aceh. "Panglima memang ingin menghimbau mereka
secara baik-baik. Yang menyerah harus mendapat perlakuan yang
pantas. Maunya himbauan ini jangan sempat dikotori tingkah laku
sementara oknum," kata sumber TEMPO di Sigli.
Karena gerakan liar Hasan Tiro tidak mendapat simpati dan
dukungan orang Aceh sendiri, praktis tidak ada pengaruhnya pada
situasi keamanan setempat. Trayek bis umun Banda Aceh-Medan
misalnya, tidak pernah terputus dan terus berjalan selama 24
jam.
Hanya yang sempat membuat orang gusar adalah tingkah polah
sementara petugas yang tanpa selidik telah memancing keresahan
penduduk yang tak berdosa. Misalnya pemukulan terhadap seorang
kepala kampung yang bernama M. Jamin di kemukiman Pucuk Alue di
Simpang Ulim, Aceh Timur. Jamin dituduh mengadakan rapat gelap
di rumahnya, walau yang dibicarakan malam itu adalah usaha
menangkap seorang pencuri yang berasal dari kampung lain yang
telah mengganggu ketenteraman. Setelah babak belur dipukuli,
petugas itu datang lagi minta maaf, sekaligus menyodorkan surat
perjanjian agar Jamin tidak menuntutnya.
Jika mereka yang ditahan di Aceh dibebaskan lagi setelah
diperiksa karena dianggap hanya ikut-ikutan, lain dengan mereka
yang ditahan di Medan dengan tuduhan yang sama. Menurut suatu
sumber, mereka ini "masih dalam penyelesaian."
Sampai minggu lalu, pihak Laksusda setempat masih melakukan
pengejaran terhadap "Gerombolan Hasan Tiro", meskipun pintu
tetap terbuka bagi yang mau menyerah. "Tapi sejak enam bulan
terakhir ini, aktivitas mereka sudah jauh menurun," kata Kol.
Suryo Sutrisno, Dan Rem 011 "Lilawangsa" Aceh.
Kalaupun ada kegiatan, mereka hanya merampok beberapa desa
terpencil, tidak lagi berani beraksi di tempat-tempat yang
berdekatan dengan jalan raya. Hal itu menurut Suryo Sutrisno
karena "mereka tidak lagi mendapat sambutan dari rakyat Aceh."
Terutama setelah lahirnya pernyataan kebulatan tekad 17 April
1978 lalu dalam sebuah apel di Aceh Utara yang dihadiri beberapa
tokoh masyarakat dan para pemuda. Mereka mengutuk "Gerombolan
Hasan Tiro."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini