Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inilah rutinitas pagi pria paruh baya itu: berjalan kaki satu jam dari apartemen kecil di pinggir Roma ke Kota Vatikan. Sesekali dia naik bus kota. Tepat pukul sembilan, dia siap berkantor di Piazza Sant Ufficio, Vatikan. Sesekali, para pelancong menahannya di tengah jalan, menanyakan informasi wisata hingga rute jalan. Jalan kaki pagi hari terhenti ketika dia pindah ke sebuah wisma di Kota Vatikan. Dua puluh empat tahun kemudian, lelaki itu muncul di balkon Basilika Santo Petrus. Dia terpilih sebagai paus baru menggantikan almarhum Yohanes Paulus II pada pekan lalu.
Tetangga-tetangganya di pinggiran Roma dulu tiba-tiba mengingatnya kembali, Joseph Ratzinger, "rohaniawan asal Jerman yang bekerja di Vatikan." Beberapa sopir bus jurusan Vatikan masih ingat paderi tua yang kerap naik bus mereka. Para pelancong yang pernah dibantunya boleh jadi mengingat rupanya kala mereka menonton televisi. Ratzinger adalah paus ke-265. Dalam pidato perdananya dari balkon Basilika dia menyatakan diri sebagai "Pelayan yang sahaja di kebun anggur Tuhan". Dalam khotbah pertamanya sebagai paus saat memimpin misa untuk Majelis Kardinal, dia meminta "doa dan sokongan tak putus-putusnya agar dapat kiranya saya menjadi servus servorum Dei, hamba dari para hamba Allah."
Lingkaran elite Takhta Suci bukan hal baru bagi Joseph Ratzinger. Selama 23 tahun dia menjadi penasihat Doktrin Keimanan bagi Yohanes Paulus II. Sama-sama gemar teologi, keduanya kerap bertukar pikiran mengenai hal pelik itu. Namanya masuk bursa paus dalam dua tahun terakhir. Bisik-bisik beredar, ketika mula terpilih, Ratzinger sempat gamang karena pendahulunya,Wojtyla, begitu tersohor dan gemilang-dia naik takhta pada usia 58 tahun; Ratzinger 78 tahun.
Paus baru ini dikenal sebagai pendukung utama kebijakan Yohanes Paulus II yang konservatif. Dia diramalkan tak akan banyak bergeser dari garis kebijakan pendahulunya. Disebut-sebut, Ratzinger terpilih di konklav berkat perbawanya yang luar biasa di masa Yohanes Paulus II. Ratzinger adalah salah satu pembantu utama Wojtyla.
Paus baru ini diterima dengan lenguh kecewa oleh kalangan yang menginginkan Gereja lebih longgar dalam merespons isu-isu kontroversial dalam paruh terakhir abad ke-20 semacam aborsi, kloning, homoseksualitas. Wojtyla dan Ratzinger sama menyebutnya "dosa-dosa besar zaman modern".
Di negara asalnya, Jerman, warga menyambut gembira walau tidak meledak-ledak seperti Polandia ketika Wojtyla terpilih pada 1978. Kanselir Jerman Gerhard Schroeder berkata: "Sungguh membanggakan punya saudara sebangsa yang menjadi paus." Yang kecewa juga tak sedikit. "Saya heran konklav tidak memilih paus yang lebih muda dan progresif sehingga cocok dengan zaman," ujar Brigita Rolf, 46 tahun, seorang warga Muenchen. Sindiran lebih pedas dituai Ratzinger dari sesama anak negerinya: "Tokoh yang akan mengembalikan Gereja ke Abad Pertengahan." Kalangan yang lebih optimistis yakin Ratzinger bakal lebih cair setelah bertakhta.
Khotbah pertamanya menyiratkan hal itu. "Ekumenisme untuk kesatuan umat kristiani, dialog yang tulus dengan agama-agama lain, dan usaha untuk perdamaian, persatuan, dan kesejahteraan umat manusia." Seruan ini, lagi-lagi, mengingatkan kita kepada Karol Wojtyla. Pertalian erat Ratzinger dengan pendahulunya membuat beberapa pengamat Vatikan menyebutkan, kemenangan paus asal Jerman ini tak luput dari hasil "lobi", yang diharamkan dalam konklav. Konon, dia diharapkan menjadi "paus transisional" untuk meneruskan jalan Wojtyla. Dengan usia yang sudah magrib, dia dianggap cocok menduduki posisi tertinggi itu sebelum tiba pemimpin yang lebih muda, terbuka, "selaras dengan zaman".
Ratzinger mencatatkan rekor tersendiri bagi Jerman. Hampir seribu tahun lewat, barulah paus Jerman hadir kembali di Vatikan. Sebelumnya ada Paus Adrianus VI (1522-1523) dan Damasus II (1048). Yoseph Alois Ratzinger satu kampung dengan Paus Damasus II. Ia lahir di Bavaria pada 16 April 1927. Ayahnya seorang petugas kepolisian. Masuk seminari menengah pada usia 12 tahun, Ratzinger melewati masa kanak-kanaknya di era Nazi. Dia bergabung dengan Gugus Remaja Nazi yang bertugas membantu pasukan Adolf Hitler di medan perang.
Pada 1943, ia ditugaskan di unit antipesawat terbang sebelum dikirim ke perbatasan Austria dan Hungaria. Kembali ke Bavaria, Ratzinger hengkang dari kesatuannya, desersi. Sejak itu dia aktifdalam gerakan menggusur rezim Hitler. Menurut Ratzinger, di bawah Hitler kebenaran dimanipulasi secara sempurna. Seusai Perang Dunia II dia melanjutkan pendidikan di Seminari Tinggi dan ditahbiskan menjadi imam pada 29 Juni1951. Intelektual cemerlang ini meraih gelar doktor teologi dalam usia 26 tahun.
Sebagai orang yang pernah hidup di bawah himpitan kekuasaan Adolf Hitler, Ratzinger paham betul bahaya totaliterisme bagi umat manusia. Itu sebabnya, ia aktifmenyebarkan pahamliberal di kampus-kampus di seantero Jerman. Jika Paus Yohanes Paulus IIbanyak menempuh kariernya di pelayanan paroki, Ratzingermenjalani karier kepastorannya di kampus-kampus, ruang seminar, dan arena debat teologi.
Namanya kondang di kampus-kampus. Ia mengajar mata kuliah dogma dan dasar-dasar teologi di Freising, Bonn, dan Munster, Jerman. Di masa itu ia tersohor sebagaiteolog liberal di kawasan Eropa. Kardinal Joseph Frings, Uskup Agung Koln kala itu, amat kagum dengan kecerdasannya. Itu sebabnya, ia mendaulat teolog mudaini menjadi konsultan pada1962.
Ratzinger adalahmesin diesel yang menggerakkanpara kardinal di Eropa menuju keterbukaan. Sumbangan pemikirannya pada Konsili Vatikan II tentang keterbukaan melambungkan namanya sebagai teolog yang progresif di kalangan Gereja di muka bumi.
Sikapnya keras terhadap teologi pembebasan. Pada 1984, Ratzinger melarangLeonard Boff, pakar teologi pembebasan dari Brasil, mengajar di seminari-seminari. Ia meredam Teologi Minjungyang berkembang di Gereja Katolik Korea Selatan. Teologi ini digagas untuk menjawab penderitaan kaum minjung, rakyat jelata, di negeri itu."Menempatkan Yesus Kristus sebagai tokoh politik revolusioner terlalu menyederhanakan iman Katolik," begitu alasan Vatikan ketika itu.
Sudah jadi kisah lama dalam banyak konklav bahwa calon-calon yang dijagokan sebelum konklav rata-rata gugur, digantikan sosok yang tak terduga. Muncul pepatah: "Barangsiapa masuk konklav sebagai calon paus, akan keluar sebagai kardinal." Yohanes Paulus II (Karol Wojtyla, 1978-2005) dan Yohanes XXIII (Angelo Giuseppe Roncalli, 1958-1963) adalah contohnya. Tak diunggulkan sedikit pun, keduanya mematri jejak sebagai paus-paus paling legendaris dari abad ke-20.
Ketika kardinal asal Jerman itu muncul di balkon Basilika, dia ibarat memecahkan "rekor lama" itu-paus terpilih ternyata bisa diramalkan. Joseph Rat-zinger masuk konklav sebagai kardinal. Dia keluar sebagai paus. Seorang peziarah di alun-alun Santo Petrus menatap Benediktus XVI yang tegak di balkon, lalu menyeru dengan lantang: "Iman kita tak bisa diombang-ambingkan oleh tuntutan-tuntutan anehdi tengah masyarakat!"
Sang peziarah, seperti banyak pemeluk Nasrani lainnya, yakin bahwa Joseph Ratzinger adalah jawaban tepat Gereja di abad modern.
Wensenlaus Manggut
Selepas Desersi Menuju Vatikan
PADA masa lalu, dia pernah membangkang melawan sebuah kekuasaan ganas bernama Nazi. Dialah Kardinal Joseph Alios Ratzinger, yang terpilih sebagai paus ke-265, pengganti Yohanes Paulus II sekaligus Uskup Roma, penerus Santo Petrus. Paus Benediktus XVI, nama yang dipilihnya, akan menggembala sedikitnya 1,1 miliar umat Katolik Roma di dunia.
Selama satu abad terakhir, Ratzinger adalah paus tertua saat dipilih. Pria yang lahir pada 16 April 1927 di daerah pertanian Marktl am Inn, Bavaria, itu dikenal konservatif. Dia menolak teologi pembebasan, modernisasi, aborsi, penggunaan alat kontrasepsi, dan pastor wanita. Inilah perjalanan hidup putra seorang polisi di Jerman itu sebelum ke Takhta Suci di Roma.
1941 Di usia 14 tahun, Ratzinger dipaksa masuk organisasi Pemuda Hitler di bawah partai Nazi. Dia membangkang dan tak pernah mengikuti rapat organisasi.
1943 Ratzinger bergabung dengan korps antipesawat terbang Jerman dan berlatih militer di Kamp Infanteri Wehrmacht.
1945Ditangkap dan dimasukkan ke kamp interniran karena desersi. Setelah dibebaskan, ia masuk seminari bersama George, saudaranya.
1951Ditahbiskan menjadi imam oleh Kardinal Faulhaber dari Muenchen, Jerman.
1959Memperoleh gelar profesor di Universitas Bonn.
1966Mengajar teologi dogmatik di Universitas Tubingen.
1962Menjadi kepala pakar teologi untuk Kardinal Joseph Frings dari Cologne, Jerman.
1969Kembali ke Bavaria dan mengajar di Universitas Regensburs.
1977Diangkat menjadi kardinal.
1978Berkenalan dengan Kardinal Karol Wojtyla (Paus Yohanes Paulus II). Ia ditarik ke Vatikan untuk membantu menyiapkan dokumen dalam Konsili Vatikan II.
1981Memimpin Kongregasi Doktrin Iman dengan jabatan terakhir Dekan Kolegia Kardinal.
2005Terpilih sebagai paus ke-265 dengan nama Benediktus XVI.
Detik-Detik Ratzinger Terpilih
Inilah saat-saat menjelang Ratzinger terpilih sebagai paus.
Pukul 12.00 (17.00 WIB) Sebagian massa sudah berkumpul di halaman Basilika. Tapi tanda-tanda belum juga muncul.
Pukul 19.00 (24.00 WIB)Massa cemas, ingin tahu, dan berharap, campur menjadi satu. Di keheningan, masyarakat dikejutkan dentang lonceng Basilika. Tapi tidak ada asap tanda terpilihnya paus.
Pukul 20.00 (01.00 Selasa dini hari)Massa berteriak girang ketika melihat asap di cerobong Basilika. Kamera foto berkilatan menjepret. Namun ternyata yang muncul asap hitam menebal. Satu per satu pengunjung pulang, sebagian bertahan.
Pukul 11.45 (16.45 WIB) Masyarakat sudah berkumpul di halaman Basilika Santo Petrus.
Pukul 16.30 (21.30 WIB)Lapangan bertambah penuh. Puluhan ribu orang datang untuk menyaksikan asap hitam atau putih yang menandakan bahwa seorang paus belum atau sudah terpilih.
Pukul 19.00 (24.00 WIB)Babak ketiga pemilihan dilakukan petang hari. Dan, cerobong Basilika akhirnya mengepulkan asap putih yang disambut bunyi lonceng berkali-kali. Kardinal Jorge Medina Estevez dari Cile di hadapan ratusan ribu umat mengumumkan telah terpilih paus baru. Tidak lama kemudian Paus Benediktus XVI menampakkan diri di balkon Basilika Santo Petrus. Massa makin bergemuruh, mengelu-elukan pemimpin barunya.
Eduardus Karel Dewanto (BBC/National Catholic Reporter)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo