DUET orang kuat Malaysia, Mahathir Mohmmad-Musa Hitam, yang populer dengan sebutan "Double M", mendekati akhir cerita, ketika tokoh yang disebut terakhir tiba di Bandar Udara Antarbangsa Subang, Kuala Lumpur, tanpa pengawalan polisi, Rabu malam pekan lalu. "Sebentar lagi saya berangkat menunaikan umrah," kata Musa Hitam. Keberangkatan Musa ke luar negeri kali ini memang penuh ketidakbiasaan. Ia bukan hanya enggan memakai Ruang VIP Bandara Subang, melainkan juga memilih duduk dikelas ekonomi. Selain itu, paginya, orang kuat kedua Malaysia itu tidak muncul pada sidang kabinet mingguan. Kata Perdana Menteri Mahathir, waktu itu, Musa lagi tak enak badan. Tapi, di masyarakat sudah santer terdengar bahwa Musa mengundurkan diri dari pemerintahan dan partai. Esok harinya, sumber-sumber UMNO, partai yang memerintah di Malaysia, membenarkan berita pengunduran diri Musa sebagai Wakil Perdana Menteri dan Wakil Ketua Umum UMNO, terhitung 16 Maret. Tidak dijelaskan mengapa ia memilih tanggal tersebut. Yang pasti, permohonan pengunduran diri itu, berupa surat setebal tujuh halaman, sudah dilayangkan kepada Mahathir sehari sebelum keberangkatannya ke Tanah Suci. Baru sekarang ia benar-benar membuktikan niatnya. Walaupun, magrib menjelang keberangkatannya ke Arab Saudi, Kepala Polisi Malaysia Haniff Omar, kemudian disusul oleh Deputi Menteri Dalam Negeri Radzi Sheikh Ahmad, datang menemui Musa. Tak disebut apa hasil pembicaraan mereka. Yang pasti, keduanya gagal membujuk Musa. Adanya ketidakcocokan antara Mahathir dan Musa memang sudah lama tercium. Suatu ketika, Musa pernah mengatakan bahwa ia mual dengan "politik uang" dan "penyalahgunaan kekuasaan" tanpa menunjuk hidung pelakunya. Alasan itu ternyata belum meyakinkan Mahathir untuk mengizinkan Musa menanggalkan jabatannya. Dalam suratnya, dengan tegas ia menyatakan bahwa kepergiannya, setelah menyatakan mundur dari jabatannya, adalah untuk membuktikan ia tidak main politik. Dan ia tidak ingin dibujuk agar mengubah niatnya itu. Mengapa Musa melakukannya? Dalam surat pengunduran dirinya, ia menyebut adanya tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam usaha mendiskreditkan dan menggulingkan Perdana Menteri. Kabarnya, tak cuma itu faktor yang membuat Musa bagaikan duri dalam daging bagi Mahathir. Suatu saat Musa pernah menegaskan bahwa menjadi deputi bukan berarti menjadi "yes-man". Sikap ini menunjukkan bahwa Musa tak mudah diajak berkompromi. Misalnya bahwa Musa tak setuju kebijaksanaan pemerintah mengenai proyek pabrik mobil Proton Saga sedangkan proyek pembuatan mobil dalam negeri itu merupakan kebanggaan bagi Mahathir. Selain itu, Musa juga mengeluh bahwa Mahathir sering kali "memotong" tugas-tugasnya. Ia tak merinci campur tangan Mahathir itu. Namun, yang lebih menyakitkan hati Musa adalah sikap Mahathir menganakemaskan Menteri Keuangan Daim Zainuddin dan Sekjen UMNO Sanusi Junid. Bahkan ada sementara pihak melihat Zainuddin, hartawan asal Kedah, sudah lama berambisi mengincar pos yang diduduki Musa. Akankah Zainuddin bisa memenuhi ambisinya? Besar kemungkinan cita-cita tersebut sulit dicapai Zainuddin. Pertemuan darurat DPP UMNO, Jumat pekan silam, menyepakati mengirimkan empat Menteri Besar Datuk Abdul Ajib (Johor), Datuk Seri Najib Tun Razak (Pahang), Datuk Seri Ramli Ngah Thalib (Perak), dan Datuk Amar Wan Mochtar Achmad (Trengganu) -- untuk membujuk Musa. Tetapi, masih sulit dibayangkan rombongan itu --yang berangkat ke Arab Saudi dengan uang pribadi -- bisa meruntuhkan keteguhan Musa. Sebenarnya pasangan 2 M itu punya banyak kesamaan. Mereka pernah disingkirkan dari UMNO semasa kepemimpinan PM Tunku Abdul Rahman. Keduanya sama-sama berasal dari rakyat biasa. Namun, berbeda dengan pendahulu-pendahulunya, sebagai Deputi PM, Musa bukan ditunjuk Perdana Menteri, melainkan hasil Majelis Umum UMNO. Barangkali lantaran itu Musa merasa dirinya kuat. Barangkali karena itu pula Mahathir, yang tersodok pukulan telak dan bukan tidak mungkin dapat menjungkalkannya dari jabatan, merasa perlu membujuk Musa. Lebih-lebih banyak soal di dalam negeri, seperti kasus manipulasi yang melibat bank pemerintah, krisis kepemimpinan di Sabah bangkitnya kembali Islam fundamentalis, serta menurunnya sumber penghasilan utama negeri, yang belum lagi dijamahnya. Tanpa kekompakan baik dalam kabinet maupun partai agak sulit bagi Mahathir menyelesaikannya. James R. Lapian Laporan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini