MAYAT itu teronggok dalam karung terikat di selokan perkebunan kelapa sawit, Desa Lapan, Kecamatan Babalan, Langkat, Sumatera Utara. Kedua kaki dan tangan korban terikat plastik. Dan mayat itu, ketika ditemukan oleh seorang petani, akhir Februari lalu, sudah membusuk. Lagi, korban penembak misterius? Polisi yang dilapori, yang kemudian cepat mengusut, akhirnya mendapatkan identitas mayat tersebut: R.M. Subari Ismanto, 37, wartawan harian Mimbar Umum, Medan. Di tubuhnya ditemukan kartu pers. Di paru-paru kiri jenazah ditemukan lubang menganga. Pihak polisi belum bisa memastikan apakah itu lubang bekas peluru ataukah senjata tajam. Tapi "Ini jelas korban pembunuhan," kata Letkol Purnas Sarumpaet, Kapolres Langkat. Untuk mengusut kasus ini polisi Langkat telah menurunkan empat tim pelacak. Namun, hingga awal pekan ini, belum ditemukan jejak-jejak peristiwanya. Ismanto -- orang Solo yang sejak 13 tahun lalu menjadi wartawan di Binjai -- diketahui masih hidup' pertengahan bulan Februari lalu. Pagi itu, sebelum meliput berita, ia masih sempat mengantar Tiurlan, istrinya, memfotokopi surat di pasar. Ia kemudian mampir di kantor perwakilan harian Sinar Pembangunan, menemui Amir Syarifuddin, sahabatnya. Di kantor itu ia sempat menulis surat, yang antara lain mengatakan ia ada keperluan mendesak -- tak jelas keperluan apa. Tapi malam sebelumnya, kepada Amir, korban mengatakan akan pergi ke Desa Lapan untuk mengambil uang. Juga kurang jelas, kata Amir, uang apa dan siapa yang akan diambilnya. Sejauh yang bisa disidik polisi, begitu keluar dari kantor Amir itu, Ismanto dijemput lelaki pendek bercambang yang dari pagi menunggunya. Korban kemudian diboncengkan Yamaha merah, sementara skuternya sendiri dititipkan di kantor Sinar Pembangunan. Begitu Yamaha melaju, seorang tentara mengikutinya dari belakang. Dan kemudian muncullah berbagai dugaan. Yang pertama, para menjemput adalah sebuah komplotan yang digerakkan oleh sebuah biro kontraktor. Kabarnya, orang di biro kontraktor itu berang karena tulisan Ismanto yang memaparkan borok mereka. Selama dua bulan terakhir ini harian Mimbar Umum menulis tentang permainan uang di proyek pemeliharaan jalan di Langkat. Menurut anggaran, proyek itu bernilai Rp 110 juta. Tetapi, dari hasil pelacakan -- dan konon Ismanto bisa memperoleh fotokopi proyek itu -- biaya yang dikeluarkan cuma Rp 60 juta. Dalam laporannya, Ismanto -- yang biasa menulis lugas dan terus terang menyatakan keuntungan yang diperoleh kontraktor terlalu besar, Rp 55 juta. Konon, korban pernah ditawari uang damai sebesar Rp 10 juta, untuk tidak meneruskan berita itu. Kabarnya, wartawan yang tak bergaji itu menolak. Dugaan lain menyebutkan, tewasnya Ismanto berkaitan dengan Surat Keterangan Pembebasan Tanah. Bapak empat anak ini menurut Amir Syafruddin berjanji menguruskan surat itu bagi penduduk Desa Langkat, sejak setahun yang lalu. "Ia sudah menerima Rp 2 juta dari penduduk," ujar Amir. Tetapi ditunggu hingga setahun urusan itu tak kunjung selesai. Penduduk desa itu pun marah. Mereka dibantu oleh seorang oknum ketika berurusan dengan Ismanto. Memang belum jelas apakah oknum yang mendekingi penduduk itu yang ikut menjemput Ismanto di pertengahan bulan lalu. Ketika tewas, dari kantung Ismanto ditemukan -- selain kartu pers -- juga beberapa formulir peserta PIR (Perkebunan Inti Rakyat) untuk penduduk Desa Lapan. Kasus ini mengingatkan ihwal Sundari, wartawan Semarang yang mayatnya ditemukan di pinggiran hutan jati di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, September 1983. Seperti layaknya korban penembak misterius, pada tubuh Sundari ditemukan bekas tembakan. Dalam hal kasus Sundari -- yang belum terungkap hingga kini -- ini pun orang menghubung-hubungkan dengan tulisan-tulisan yang pernah dibikin oleh wartawan ini. Misalnya, yang populer, tentang kasus OBL (Oey Boen Lian) -- "orang kuat" di Purwokerto, Jawa Tengah, pemilik toko yang suka bisnis miring, misalnya membuka bank gelap. OBL dituduh terlibat kematian seorang gadis, dan kemudian dia sendiri meninggal ditembak polisi (TEMPO, 21 Januari 1984). Sundari, disebut-sebut sebagai wartawan yang ikut dalam pengusutan terhadap OBL, adalah wartawan Info, majalah khusus kriminalitas terbitan Jakarta. Tiga bulan setelah mayat Sundari ditemukan, Mochtar Sukidi, wartawan Inti Jaya (Jakarta) di Kendal, lenyap tak berbekas hingga kini. Dalam hal Mochtar kurang jelas, berita apa yang diungkit-ungkitnya. Dan memang belum jelas pula, hilang atau matinya wartawan-wartawan itu berkaitan dengan profesinya, atau karena hal lain. A. Luqman Laporan Monaris S. (Medan) dan Yusro MS (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini