Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pembunuhan di chittagong

Presiden bangladesh ziaur rahman dibunuh oleh mayjen manzur ahmed dalam usahanya merebut kekuasaan. sementara itu putri mujibur rahman, ny. wazed yang bermukim di india kembali ke bangladesh. (ln)

6 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sebulan Ziaur Rahman biasanya menghabiskan waktunya sckitar 20 hari di luar Dacca. Presiden Bangla Desh itu suka bepergian, meninjau ke berbagai daerah -- suatu caranya membina hubungan dengan rakyat. Dan pekan lalu, dia memilih Chittagong untuk ditinjau. Tapi di kota provinsi bagian timur ini, tanpa disadarinya, komandan tentara Mayjen Manzur Ahmed sudah menyiapkan perangkap. Secara mendadak wisma pemerintah tempat dia menginap diserang. Menjelang subuh Sabtu itu Zia terbunuh bersama dua pembantu dan enam pengawal. Dengan pembunuhan itu, Manzur rupanya mencoba merebut kekuasaan. Lewat siaran Radio Chittagong, dia mengumumkan suatu dewan revolusi (Biplabi Parishad) telah dibentuknya. Siarannya segera dibalas oleh Radio Dacca. Maka terjadi perang urat saraf lewat pemancar masmg-masing. Sementara itu Wakil Presiden Abdul Sattar memegang kendali pemerintahan. Diumumkannya keadaan darurat. Dia mendapat bantuan Kepala Staf AD, Letjen H.M. Ershad sepenuhnya. Bahkan Ershad menyerukan supaya Manzur dan pengikutnya menyerah saja. Manzur ternyata tidak mendapat pengikut seperti yang diharapkannya semula. Di luar daerah Chittagong, tentara umumnya tetap setia pada pemerintah pusat. Unsur Angkatan Laut di Chittagong itu pun tak berhasil diajak Manzur memberonuk. Pemberontakannya bisa bertahan dua hari saja sesudah Ziaur Rahman tewas. Chittagong, menurut siaran Radio Dacca, kembali dikuasai pemerintah Senin pagi tanpa pertempuran dan pemimpin pemberonuk sudah tertangkap. Ironis sekali Ziaur Rahman menemui ajalnya dalam usia 45 tahun karena kekerasan tentara di Chittagong. Di Chittagong itu pula dia, ketika masih mayor tentara dalam Resimen Bengal ke-8, pernah memimpin pemberontakan dan merebut stasiun radio setempat. Tindakannya pada tahun 1971 itu membuka jalan ke kemerdekaan Bangla Desh. Dan Manzur dulu seorang teman akrabnya, bahkan kawan seperjuangannya melawan kekuasaan Pakistan. Tapi perubahan politik dengan cara kekerasan sudah tak asing lagi selama 10 tahun kehidupan negara itu. Presiden Sheik Mujibur Rahman pun terbunuh. Ada 10 orang tewas, termasuk istri dan 3 putranya, ketika dalam Agustus 1975 komplot bersenjata menyerbu ke rumah keluarga Presiden Bangla Desh pertama itu. Barulah sesudah kematian Mujibur Rahman, Jenderal Zia naik secara bertahap ke jenjang kekuasaan -- semula sebagai penguasa keadaan darurat (1976), kemudian sebagai presiden (1977). Sempat Zia menumpas serangkaian pemherontakan militer hanya 4-5 bulan sesudah menjabat presiden. Popularitasnya di kalangan 90 juta penduduk negara muda itu tak diragukan lagi. Di tengah kemelaratan bangsanya (80% buta huruf) dia menjauhi kemewahan. Memang Bangla Desh salah satu negara paling melarat di dunia -- dengan 80% rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Bersama istri dan dua anaknya, dia memilih tetap tinggal di perumahan tentara. Pakaiannya sehari-hari pun sederhana sekali. "Saya adalah presiden suatu negeri melarat, biarkanlah saya berpakaian seperti seorang melarat, " katanya selalu pada teman-temannya. Sepintas lalu tak tampak ada ancaman terhadap kekuasaan Zia. Di parlemen, partainya (BNP, partai nasional) punya mayoritas. Kekuatan kelompok partai oposisi tak beratti sama sekali. Meskipun begitu, dia bermaksud mengadakan pemilu tahun ini, sesuatu yang mengagetkan banyak orang. Mungkin dia mau menghilangkan kesan sebagai diktator. Namun dia disebut-sebut sebagai diktator yang baik hati (benevolent dictator). Soal politik yang mungkin merisaukannya belakangan ini ialah Liga Awami, partai warisan almarhum Mujibur Rahman. Dua minggu sebelum peristiwa Chittagong, Ny. Wazed -- putri Mujibur Rahman -- kembali dari pemukimannya yang agak lama di India. Ia akan memperkuat Liga Awami, kini dalam barisan oposisi. Sambutan masyarakat Bangla Desh terhadap kehadiran Ny. Wazed ternyata luar biasa besarnya. Pikiran Zia diduga terganggu karenanya, tapi di depan umum dia tetap yakin pada dirinya. Sesudah Zia, banyak kecemasan bagi Bangla Desh, apakah bisa stabil atau terguncang-guncang. Tokoh penerus sekuat Zia belum kelihatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus