DALAM sebulan Ziaur Rahman biasanya menghabiskan waktunya
sckitar 20 hari di luar Dacca. Presiden Bangla Desh itu suka
bepergian, meninjau ke berbagai daerah -- suatu caranya membina
hubungan dengan rakyat. Dan pekan lalu, dia memilih Chittagong
untuk ditinjau.
Tapi di kota provinsi bagian timur ini, tanpa disadarinya,
komandan tentara Mayjen Manzur Ahmed sudah menyiapkan perangkap.
Secara mendadak wisma pemerintah tempat dia menginap diserang.
Menjelang subuh Sabtu itu Zia terbunuh bersama dua pembantu dan
enam pengawal.
Dengan pembunuhan itu, Manzur rupanya mencoba merebut kekuasaan.
Lewat siaran Radio Chittagong, dia mengumumkan suatu dewan
revolusi (Biplabi Parishad) telah dibentuknya. Siarannya segera
dibalas oleh Radio Dacca. Maka terjadi perang urat saraf lewat
pemancar masmg-masing.
Sementara itu Wakil Presiden Abdul Sattar memegang kendali
pemerintahan. Diumumkannya keadaan darurat. Dia mendapat bantuan
Kepala Staf AD, Letjen H.M. Ershad sepenuhnya. Bahkan Ershad
menyerukan supaya Manzur dan pengikutnya menyerah saja.
Manzur ternyata tidak mendapat pengikut seperti yang
diharapkannya semula. Di luar daerah Chittagong, tentara umumnya
tetap setia pada pemerintah pusat. Unsur Angkatan Laut di
Chittagong itu pun tak berhasil diajak Manzur memberonuk.
Pemberontakannya bisa bertahan dua hari saja sesudah Ziaur
Rahman tewas. Chittagong, menurut siaran Radio Dacca, kembali
dikuasai pemerintah Senin pagi tanpa pertempuran dan pemimpin
pemberonuk sudah tertangkap.
Ironis sekali Ziaur Rahman menemui ajalnya dalam usia 45 tahun
karena kekerasan tentara di Chittagong. Di Chittagong itu pula
dia, ketika masih mayor tentara dalam Resimen Bengal ke-8,
pernah memimpin pemberontakan dan merebut stasiun radio
setempat. Tindakannya pada tahun 1971 itu membuka jalan ke
kemerdekaan Bangla Desh. Dan Manzur dulu seorang teman akrabnya,
bahkan kawan seperjuangannya melawan kekuasaan Pakistan.
Tapi perubahan politik dengan cara kekerasan sudah tak asing
lagi selama 10 tahun kehidupan negara itu. Presiden Sheik
Mujibur Rahman pun terbunuh. Ada 10 orang tewas, termasuk istri
dan 3 putranya, ketika dalam Agustus 1975 komplot bersenjata
menyerbu ke rumah keluarga Presiden Bangla Desh pertama itu.
Barulah sesudah kematian Mujibur Rahman, Jenderal Zia naik
secara bertahap ke jenjang kekuasaan -- semula sebagai penguasa
keadaan darurat (1976), kemudian sebagai presiden (1977). Sempat
Zia menumpas serangkaian pemherontakan militer hanya 4-5 bulan
sesudah menjabat presiden.
Popularitasnya di kalangan 90 juta penduduk negara muda itu tak
diragukan lagi. Di tengah kemelaratan bangsanya (80% buta huruf)
dia menjauhi kemewahan. Memang Bangla Desh salah satu negara
paling melarat di dunia -- dengan 80% rakyatnya hidup di bawah
garis kemiskinan.
Bersama istri dan dua anaknya, dia memilih tetap tinggal di
perumahan tentara. Pakaiannya sehari-hari pun sederhana sekali.
"Saya adalah presiden suatu negeri melarat, biarkanlah saya
berpakaian seperti seorang melarat, " katanya selalu pada
teman-temannya.
Sepintas lalu tak tampak ada ancaman terhadap kekuasaan Zia. Di
parlemen, partainya (BNP, partai nasional) punya mayoritas.
Kekuatan kelompok partai oposisi tak beratti sama sekali.
Meskipun begitu, dia bermaksud mengadakan pemilu tahun ini,
sesuatu yang mengagetkan banyak orang. Mungkin dia mau
menghilangkan kesan sebagai diktator. Namun dia disebut-sebut
sebagai diktator yang baik hati (benevolent dictator).
Soal politik yang mungkin merisaukannya belakangan ini ialah
Liga Awami, partai warisan almarhum Mujibur Rahman. Dua minggu
sebelum peristiwa Chittagong, Ny. Wazed -- putri Mujibur Rahman
-- kembali dari pemukimannya yang agak lama di India. Ia akan
memperkuat Liga Awami, kini dalam barisan oposisi. Sambutan
masyarakat Bangla Desh terhadap kehadiran Ny. Wazed ternyata
luar biasa besarnya. Pikiran Zia diduga terganggu karenanya,
tapi di depan umum dia tetap yakin pada dirinya.
Sesudah Zia, banyak kecemasan bagi Bangla Desh, apakah bisa
stabil atau terguncang-guncang. Tokoh penerus sekuat Zia belum
kelihatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini