Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Arfin Sudirman, merespons kasus pemerasan terhadap warga negara Malaysia saat menonton Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024. Penonton asal Malaysia tersebut dipalak sejumlah uang oleh polisi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arfin menuturkan bahwa kasus ini sangat merugikan diplomasi Indonesia di dunia internasional, terutama dalam aspek penegakan hukum. "Diplomasi tidak hanya berbicara mengenai citra Indonesia di mata negara lain, namun juga akan berdampak kepada kerjasama-kerjasama yang terkait dengan penegakan hukum," kata Arfin dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 2 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam diplomasi, Arfin menuturkan, aktor yang berperan tidak hanya Kementerian Luar Negeri. Di menjelaskan bahwa polisi juga memiliki peran diplomasi dalam bentuk atase kepolisian dan International Criminal Police Organization atau Interpol. Kepolisian Republik Indonesia atau Polri, jelas Arfin, menjadi salah satu anggotanya.
Arfin menegaskan bahwa polisi memiliki fungsi diplomasi untuk mendukung tugas-tugas penegakan hukum yang berdimensi transnational crime atau kejahatan transnasional. Misalnya, kata dia, kasus narkoba. Oleh sebab itu, citra Polri di dunia internasional berperan penting dalam penyelesaian kasus lintas negara.
"Jika citra penegakan hukum Indonesia baik di mata negara-negara lain, maka kerjasama penanggulangan kejahatan berdimensi transnasional crime juga akan lebih mudah untuk dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, seorang warga negara Malaysia menjadi korban pemerasan saat menonton DWP 2024. Atase Polri Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur menyebut bahwa korban sempat ditahan oleh Polda Metro Jaya dan kuasa hukum sebelum akhirnya dilepaskan tanpa harus membayar uang sebesar Rp 100 juta yang diminta.
“Pengaduan dilakukan oleh orang tua korban yang datang ke KBRI untuk menanyakan keberadaan anaknya, yang saat itu ditahan oleh Polda Metro Jaya dan pengacara, serta diminta uang sejumlah berkisar Rp 100 juta rupiah," ujar admin Atase Polri KBRI saat dihubungi Ahad, 29 Desember 2024.
Atase Polri KBRI Kuala Lumpur menjelaskan bahwa mereka langsung berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk menghubungi korban secara langsung melalui telepon. Hasil koordinasi itu pun membuahkan hasil, sehingga korban akhirnya dilepaskan dan bisa kembali ke Malaysia tanpa membayar uang yang diminta.
Kasus ini merupakan bagian dari daftar laporan dugaan pemerasan dalam gelaran DWP 2024. Sebelumnya, Propam Polri mengumumkan akan menyidangkan 18 anggota polisi dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran yang diduga terlibat pemerasan terhadap 45 warga negara Malaysia.
Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal Abdul Karim, menyatakan bahwa sidang kode etik terhadap para anggota ini akan dimulai pada pekan depan.
“Kami sepakat di Divisi Propam akan menyidangkan kasus ini yang kami rencanakan minggu depan sudah dilaksanakan sidang kode etik,” kata Abdul Karim dalam konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Selasa, 24 Desember 2024.
Jumlah penonton DWP 2024 korban pemerasan diperkirakan masih bisa bertambah mengingat adanya desk pengaduan yang dibuka di KBRI Malaysia. Total barang bukti yang telah terkumpul dalam kasus ini mencapai Rp 2,5 miliar.
Intan Setiawanty ikut berkontribusi dalam penulis artikel ini.