KAMBOJA semakin rusuh di hari-hari menjelang pemilu. Pekan lalu penduduk Siem Reap di barat laut terbangun oleh bunyi serangan mortir dan artileri. Tujuh belas orang tewas, puluhan yang lain luka. Lalu terjadi peledakan kereta api di Battambang, 13 orang tewas. Dan hampir tiap hari dilaporkan adanya serangan terhadap anggota Pemerintahan Transisi oleh PBB di Kamboja atau UNTAC itu. Apakah mereka sekadar dimintai uang, atau diancam, atau ditembaki. Belum lama ini konvoi marinir Belanda terlibat tembak-menembak. Seorang polisi Jepang yang berada dalam konvoi itu tewas. Beberapa marinir luka parah. Inikah kampanye teror untuk menggagalkan pemilu? Jepang, yang sudah kehilangan dua warganya selama satu bulan ini, diberitakan akan menarik tim polisinya dari daerah ke Phnom Penh. Son Sann, ketua salah satu faksi yang menghadiri pertemuan darurat Dewan Nasional Tertinggi Kamboja di Beijing pekan lalu, menyerukan pemilu ditunda. Lalu 40 staf pemilu UNTAC di Kompong Thom pekan lalu balik ke Kamboja. Mereka mogok kembali ke lapangan. Tapi siapakah pengacau itu? Tuduhan selama ini, merekalah Khmer Merah. Kini beberapa sumber ragu bahwa semua kekacauan itu hasil perbuatan kelompok radikal tersebut. ''UNTAC mengakui bahwa tidak semua kasus kerusuhan dilakukan oleh Khmer Merah,'' kata Menteri Luar Negeri Thailand Prasong Soonsiri di Bangkok, sekembalinya dari Phnom Penh. Contohnya, kasus pembunuhan staf pemilu UNTAC yang orang Jepang itu. ''Menurut penyelidikan kami, pembunuhan itu akibat soal pribadi. Dendam seorang tentara pemerintah Phnom Penh pada orang Jepang itu sebab keponakannya tidak direkrut untuk membantu dalam pemilu nanti,'' kata sumber UNTAC. Khmer Merah sendiri tentu membantah tuduhan itu. Mak Ben, juru bicaranya, bertemu dengan pers di kampnya dekat perbatasan Thailand. Ia berkata bahwa bukan kebijaksanaan mereka untuk menyerang anggota UNTAC. Tapi saksi mata membenarkan bahwa penyerangnya adalah orang-orang Khmer Merah, kata wartawan. Tapi itu bukan kebijaksanaan pusat, bantah Mak Ben. Lalu Mak Ben menjelaskan, pasukan Khmer Merah, seperti diketahui, lebih bersifat pasukan gerilya ketimbang militer formal. Karena itu, anggotanya kurang disiplin dan rantai komando dari atas ke bawah sering putus. Tapi apakah penjelasan Mak Ben bukan sekadar upaya membersihkan nama Khmer Merah? Apa pun tujuannya, dari Markas PBB di New York, Sekjen Boutros Boutros Ghali meminta agar pemilu tetap dilangsungkan sesuai dengan jadwal, yakni 23-25 Mei ini. Mereka mungkin mengacau, tapi tak akan mengacau pemilu, kata Ghali. Hingga pekan ini tak ada yang berani memastikan siapa yang benar: yang menuduh Khmer Merah akan terus mengacau, atau yang meragukannya. Beberapa pengamat menduga, strategi meningkatkan serangan terhadap kubu-kubu rezim Phnom Penh alias faksinya Hun Sen itulah yang dihasilkan dalam rapat para pemimpin Khmer Merah belum lama ini. Bila dugaan ini benar, pemilu Kamboja memang terancam gagal. Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini