Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pendulum Berayun kepada Musharraf

"Pemerintahan" militer Jenderal Pervez Musharraf mulai beraksi membersihkan korupsi. Ada harapan untuk rezim militer di Pakistan?

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAHAN militer bergandengan tangan dengan demokrasi? Mungkinkah itu? Setidaknya itulah yang akan diyakinkan oleh penguasa Pakistan yang baru. Pekan silam, Jenderal Pervez Musharraf, penguasa militer Pakistan hasil kudeta 12 Oktober 1999 itu, akhirnya berpidato memaparkan rencana rezimnya: "Pakistan sedang berada di persimpangan jalan. Apakah akan berhasil atau hancur sama sekali, semuanya terletak di tangan kita. Kita mulai semuanya dengan harapan yang cerah 52 tahun yang lalu. Tapi sekarang cahaya itu sudah tidak ada lagi, berganti dengan kegelapan." Pidato itu tidak disambut dengan tepuk tangan atau tetesan air mata dari rakyat Pakistan. Siapa yang bisa menjamin pemerintahan baru (militer) ini akan membawa Pakistan pada sebuah pencerahan? Tapi Musharraf, yang menumbangkan pemerintahan sipil Perdana Menteri Nawaz Sharif, memang ingin meyakinkan rakyat Pakistan bahwa demokrasi pasti akan ditegakkan. Tidak perlu ada ketakutan bahwa zaman rezim Jenderal Zia Ul-Haq (Juli 1977) yang penuh kekerasan—penyiksaan dan penangkapan merajalela—akan terulang. Musharraf meyakinkan dalam pidato yang dibuka dan ditutup dengan doa itu bahwa dia optimistis dengan masa depan Pakistan. Konon, tujuan Musharraf pascakudeta tak berdarah itu bukan kekuasaan, tapi untuk memberantas korupsi. Langkah pertama Musharraf adalah membekukan rekening bank beberapa elite politik, termasuk Sharif dan bekas perdana menteri Benazir Bhutto, yang tinggal di pengasingan di London (TEMPO, 18-24 Oktober 1999). Bahkan, pertengahan minggu lalu, pemerintah Pakistan melaporkan bahwa US$ 0,5 miliar "pinjaman dengan jaminan pribadi" elite politik dan kroninya telah dibekukan. Pokoknya, Musharraf tetap membekukan konstitusi dan memberlakukan undang-undang darurat militer hingga kasus-kasus korupsi kakap bisa tuntas. Tekad Musharraf menjaring koruptor sudah bulat. Ancaman dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Amerika Serikat untuk membekukan pinjaman—karena Musharraf dinilai telah menumbangkan pemerintahan sipil terpilih—tak dihiraukan. Bahkan, Musharraf ingin menepis kekhawatiran Barat bahwa pemerintahan militer identik dengan antidemokrasi, seperti yang terjadi hampir di sepanjang sejarah politik Pakistan. Musharraf mengangkat tiga pensiunan perwira militer dan seorang hakim untuk memerintah di beberapa provinsi. Menurut dia, penunjukan para purnawirawan merefleksikan "demokrasi" karena adanya perpaduan sipil dengan militer. Lalu, seriuskah Musharraf memberantas korupsi? Sulit menjawabnya. Memang benar Musharraf membuat beberapa gebrakan, misalnya meminta bank-bank membuat iklan satu halaman surat kabar yang berisi peringatan keras kepada para debitur nakal agar mau segera membayar utang. Pada hari yang sama, sebuah perusahaan bernama Redco menyatakan bersedia membayar kredit macet 1,2 miliar rupee (US$ 23 juta). Langkah lain, 35 ribu tentara "menduduki" pusat pembangkit listrik untuk meyakinkan bahwa meteran listrik tetap berjalan dan para pengguna listrik membayar tagihannya. Maklum, korupsi di Pakistan sudah berakar dengan kuat. "Rakyat membutuhkan pemerintahan yang bersih, tapi mending 10 debitur nakal dibiarkan bebas daripada harus mengajarkan moral di dunia usaha," tutur seorang pemilik toko money changer. Upaya Musharraf ini tampaknya hanya dilihat sebagai upaya menjaring legitimasi. Sebaliknya, ada yang melihat dari sisi positif gebrakan otoriter seperti itu. Menurut beberapa pengamat, selama hampir 12 tahun pemerintahan sipil (dari masa Benazir Bhutto —Red.) yang demokratis, perekonomian malah terus merosot. "Pemerintahan militer justru bisa menjadi harapan untuk mengubah pemerintahan menjadi kredibel dan dapat dipercaya," demikian menurut analisis harian The Washington Post. Analisis tersebut mungkin dinilai terlalu spekulatif bagi true believers demokrasi. Tapi fakta berkata sebaliknya. Pada masa pemerintahan Sharif yang 31 bulan itu, investasi asing merosot dari US$ 1,2 miliar menjadi US$ 360 juta per tahun. Sedangkan setelah kudeta, diplomat AS di Islamabad justru menerima telepon dari banyak perusahaan AS yang menyatakan tertarik menanamkan investasi. Memang saat ini bandul pendulum sedang berayun ke rezim Musharraf. Waktu sedang berpihak ke Musharraf. Tapi waktu akan masih terus menguji seberapa konsisten pemberantasan korupsi ini akan berlangsung. Bina Bektiati (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus