Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Penembak yang membingungkan

Polisi italia menduga bahwa penembak paus johannes paulus ii, mehmet ali agca tidak bertindak sendiri. agca mengaku dilatih gerilyawan palestina. interpol mencatat ia anggota teroris sayap kanan. (ln)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAPANGAN Santo Petrus di Vatikan, sih tetap ramai dikunjungi penziarah, walau Paus Johannes Paulus II masih terbaring di tingkat 11 Rumah Sakit Gemelli, Roma. Dia akan tetap di sana, menurut dokter yang merawatnya, sekitar 60 hari lagi. Pemuda asal Turki Mehmet Ali Agca menembaknya (13 Mei) ketika Paus akan menerima audiensi umum di lapangan Santo Petrus. Peluru bersarang di perut dan di punggung pemimpin 750 juta umat Katolik itu. Pekan lalu dokter membuka 14 bekas jahitan operasi di tubuh Paus. Presiden Italia Sandro Pertini menjenguknya selama 30 menit, sementara Paus mulai diizinkan berjalan-jalan di koridor rumah sakit itu. Hari-hari kritis bagi Paus yang berulang tahun ke-61 di RS Gemelli, 18 Mei, memang telah lewat. Tapi belum buat Agca. Ia bahkan dipindahkan polisi Italia ke penjara yang lebih kokoh dan mendapat pengawalan khusus. Polisi khawatir kalau ada "orang ketiga" yang akan membungkam Agca dengan peluru sebelum ia diajukan ke muka pengadilan. George Habbash Mengapa? Komandan Pasukan Anti Teroris Roma Alfredo Lazzarni --yang memeriksa Agca -- meragukan ia bertindak sendirian. Dalam pemeriksaan Agca mengaku ia tak pernah mengalami kesulitan uang, dan selama 18 bulan terakhir melakukan perjalanan ke Iran, Bulgaria, Yugoslavia, Tunisia, Swiss, Prancis, Belgia, Jerman Barat, Denmark dan Spanyol. Kunjungan itu dilakukannya dengan memakai nama berbeda dan paspor paslu. Tapi "saya bertindak sendiri," katanya. Di bagian lain Agca mengaku dilatih oleh gerilyawan Palestina, berhaluan Marxis, yang dipimpin oleh George Habbash. Pengakuan itu kemudian dibantah oleh juru bicara Habbash. "Kami tidak tahu menahu tentang dia. Bahkan mendengar namanya sebelum ini pun belum. Kami tidak punya hubungan sama sekali dengan dia," ujar juru bicara tersebut kepada wartawan TIME di Libanon. Akhir minggu lampau Agca mengatakan bahwa ia dilatih di Suriah. Mana yang betul Polisi Italia makin dibingungkan oleh pengakuan Agca yang lain. Ia mengemukakan bahwa selain Paus Johannes Paulus II yang ingin dilenyapkannya dari bumi, juga Sekjen PBB Kurt Wakldheim, Ratu Inggris Elizabeth II, dan Ketua Parlemen Eropa Simone Veil pernah jadi sasarannya. "Saya sudah terbang ke London dan bermaksud membunuh raja," kata Agca seperti dituturkan kembali oleh polisi Italia. (Polisi Inggris membantah Agca pernah ke London). "Ketika saya ketahui ia seorang wanita, niat itu saya batalkan. Sebagai orang Turki dan Muslim saya tidak membunuh wanita." Alasan serupa dipakainya untuk wanita lainnya Simone Veil. Mengenai Waldheim? Menurut Agca, Sekjen PBB itu masih mujur karena ia tidak mendapat visa ke Amerika Serikat. Hubungannya dengan kelompok Marxis agak diragukan orang. Sebab dalam daftar Interpol nama Agca tertera sebagai teroris sayap kanan. Ia dituduh terlibat dalam pembunuhan (politik) Abdi Ipekci, editor Milliyet -- salah satu surat kabar berpengaruh di Turki. Ia berhasil melarikan diri dari penjara Kartal, November 1979, setelah enam bulan meringkuk di sana. Pelarian ini diduga dibantu oleh enam tentara dan tiga pemuda dari Partai Gerakan Nasional (NMP) yang dikenal berhaluan ekstrim kanan. Agca dilahirkan di Malatya Hekinham yang terletak 450 km di sebelah timur Ankara, 23 tahun lalu. Sekalipun sudah yatim selagi bocah, ia sempat duduk di Fakultas Sastra, Universitas Ankara, dan kemudian pindah ke Fakultas Ekonomi, Universitas Istambul. Agca tak menamatkan sekolahnya karena ia lebih suka bermain politik, bahkan terlibat dalam gerakan mahasiswa sayap kanan, hingga berurusan dengan polisi Turki. Lolos dari penjara Kartal, Agca diduga bermukim di Jerman Barat. Ia selalu berpindah rumah -- dari satu keluarga ke keluarga Turki lain. Menurut laporan intelijen (lokal) Bonn, ekstremis asal Turki di Jermari Barat berjumlah 50.000 orang -- 26.000 di antaranya berhaluan kanan. Para ekstremis ini, demikian pendeta Jurgen Miksch dari Frankfurt, sangat berpengaruh atas masyarakat Turki di Jerman Barat. "Mereka bahkan mengontrol kehidupan sehari-hari para pendatang itu," kata Miksch. Diperkirakan dari para imigran Turki (jumlahnya 1,4 juta) inilah kaum ekstremis (termasuk Agca) mendapat dana. Pemerintah Turki sebenarnya sudah meminta Jerman Barat agar mengekstradisi Agca yang pernah dijatuhi hukuman mati secara in absetia. Permintaan itu ditampik. Karena tak cukup alasan bagi pemerintah Jerman. Barat untuk menahan Agca. Sementara interogasi berlangsung, Paus memaafkan Agca. Dalam suatu pesan radio -- direkam di rumah sakit - untuk umat Katolik, Paus berkata: "Terpujilah Yesus Kristus . . . saya telah memaafkan orang yang menembak saya." Dalam Khotbah Minggu, Paus menyebut dua orang -- tanpa nama -- yang telah menciderainya. Satu di antaranya diduga Agca. Sedang satu lagi tak terbetik beritanya. Kendati terbaring di rumah sakit, Paus masih mengikuti perkembangan gereja dan umat Katolik. Yang konon merisaukan hatinya adalah laporan Kardinal Agostino Casaroli mengenai hasil referendum aborsi yang berbanding satu (menolak) dan dua (setuju). Berita hasil referendum itu mungkin lebih menyakitkan Paus ketimbang peluru yang menghantamnya, tulis koran Paese Sera yang prokomunis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus