Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Seperti tontonan ketoprak

Badan sensor film dikecam sutradara film, karena dianggap mendiktekan kehendaknya. dianjurkan bsf melihat film tidak hanya dari kepentingan produser tapi juga sutradara. (fl)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA Badan Sensor Film (BSF) tak akan meloloskan film Gadis. Menurut Thomas Sugito, Ketua BSF, akhir film itu "seolah tak menyelesaikan masalah." Yaitu tampak Jaka dengan gembira membopong Gadis yang dikelilingi rakyat yang ketakutan. Sementara di latar belakang tampak barisan serdadu Belanda dengan bedil terhunus siap menumpas. Akhir film tersebut, demikian Sugito, ternyata menimbulkan berbagai kesimpulan. Ada yang menyangka bahwa Jaka dan Gadis tewas ditembak Belanda, tapi ada juga yang menebak justru rakyatlah yang tewas. Karena penonton dianggapnya mungkin akan keliru, tersesat, BSF menganjurkan agar produsernya (PT Inem Film) menambahi dengan teks: "Ternyata penjajah licik dan ingkar janji. Penduduk setempat ditumpas. " Menginginkan film itu lolos sensur, produsernya pun segera menyetujuinya. Hanya selang satu jam setelah dinyatakan lolos sensur, juri kemudian menilainya. "Dengan teks itu, saya anggap persoalan dalam film tersebut bisa diselesaikan," tambah Sugito. BSF juga pernah meminta sejumlah film lain yang dalam status ditolak untuk diperbaiki produsernya. Bulan Madu, misalnya, setelah diperbaiki, sesuai dengan saran BSF, akhirnya lolos sensur. Sementara Saijab dan Adinda, dan Bandot -- karena produsernya belum menanggapi tawaran BSF -- masih tersimpan di BSF. Kebijaksanaan semacam itu memang jelas tak tercantum dalam Ordonansi Film 1940. "Dengan cara tersebut, saya berusaha agar semua film nasional bisa lolos," ujar Sugito. Tapi Nya Abas Akup, sutradara film Gadis, tak menyukai sikap BSF itu. Ia menganggap anjuran BSF menambah teks seperti di atas suatu intervensi, dan suatu preseden jelek. Dengan meminta teks itu diadakan di akhir film, "BSF menganggap rakyat bodoh," kata Ny Abas marah. "Saya lebih suka film itu ditolak daripada ditambahi macam-macam tulisan." BSF tentu tidak ingin melayani protes seorang sutradara. Menurut aturan main BSF, hanya produser yang berhak mengajukan keberatan kepada BSF. Ami Prijono, Ketua I Karyawan Film dan Televisi (KFT), menilai aturan main tersebut sebagai sepihal:. Ia menganjurkan agar BSF melihat film tidak hanya dari kepentingan produser (finansial), tapi juga dari kepentingan sutradara (kreativitas). "Soal kreativitas (kebudayaan) tentu tidak bisa dipisahkan dari soal ekonomi," katanya. "Bila tindakan terhadap Gadis dibiarkan, BSF akan makin mendiktekan kehendaknya." Ami mengkhawatirkan intervensi BSF semacam itu justru akan melemahkan sektor swasta yang diharapkan tumbuh. Sebab produser dan sutradara akan sering bertengkar menghadapi kebijaksanaan BSF. "Sikap BSF itu jelas memecah belah," tambah Ami yang juga anggota Dewan Film Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus