SEMULA Badan Sensor Film (BSF) tak akan meloloskan film Gadis.
Menurut Thomas Sugito, Ketua BSF, akhir film itu "seolah tak
menyelesaikan masalah." Yaitu tampak Jaka dengan gembira
membopong Gadis yang dikelilingi rakyat yang ketakutan.
Sementara di latar belakang tampak barisan serdadu Belanda
dengan bedil terhunus siap menumpas.
Akhir film tersebut, demikian Sugito, ternyata menimbulkan
berbagai kesimpulan. Ada yang menyangka bahwa Jaka dan Gadis
tewas ditembak Belanda, tapi ada juga yang menebak justru
rakyatlah yang tewas. Karena penonton dianggapnya mungkin akan
keliru, tersesat, BSF menganjurkan agar produsernya (PT Inem
Film) menambahi dengan teks: "Ternyata penjajah licik dan ingkar
janji. Penduduk setempat ditumpas. "
Menginginkan film itu lolos sensur, produsernya pun segera
menyetujuinya. Hanya selang satu jam setelah dinyatakan lolos
sensur, juri kemudian menilainya. "Dengan teks itu, saya anggap
persoalan dalam film tersebut bisa diselesaikan," tambah Sugito.
BSF juga pernah meminta sejumlah film lain yang dalam status
ditolak untuk diperbaiki produsernya. Bulan Madu, misalnya,
setelah diperbaiki, sesuai dengan saran BSF, akhirnya lolos
sensur. Sementara Saijab dan Adinda, dan Bandot -- karena
produsernya belum menanggapi tawaran BSF -- masih tersimpan di
BSF. Kebijaksanaan semacam itu memang jelas tak tercantum dalam
Ordonansi Film 1940. "Dengan cara tersebut, saya berusaha agar
semua film nasional bisa lolos," ujar Sugito.
Tapi Nya Abas Akup, sutradara film Gadis, tak menyukai sikap BSF
itu. Ia menganggap anjuran BSF menambah teks seperti di atas
suatu intervensi, dan suatu preseden jelek. Dengan meminta teks
itu diadakan di akhir film, "BSF menganggap rakyat bodoh," kata
Ny Abas marah. "Saya lebih suka film itu ditolak daripada
ditambahi macam-macam tulisan."
BSF tentu tidak ingin melayani protes seorang sutradara. Menurut
aturan main BSF, hanya produser yang berhak mengajukan keberatan
kepada BSF. Ami Prijono, Ketua I Karyawan Film dan Televisi
(KFT), menilai aturan main tersebut sebagai sepihal:. Ia
menganjurkan agar BSF melihat film tidak hanya dari kepentingan
produser (finansial), tapi juga dari kepentingan sutradara
(kreativitas). "Soal kreativitas (kebudayaan) tentu tidak bisa
dipisahkan dari soal ekonomi," katanya. "Bila tindakan terhadap
Gadis dibiarkan, BSF akan makin mendiktekan kehendaknya."
Ami mengkhawatirkan intervensi BSF semacam itu justru akan
melemahkan sektor swasta yang diharapkan tumbuh. Sebab produser
dan sutradara akan sering bertengkar menghadapi kebijaksanaan
BSF. "Sikap BSF itu jelas memecah belah," tambah Ami yang juga
anggota Dewan Film Nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini