ANAK-ANAK sekolah diliburkan. Hari itu (21 Mei), mereka diberi
kesempatan menyaksikan serah terima jabatan Presiden Prancis
dari Valery Giscard d'Estaing kepada Francois Mitterrand di
Istana Elysee lewat siaran televisi. Dalam pidato selama limat
menit, Mitterrand menganjurkan agar kaum Sosialis melakukan
aliansi dengan kemerdekaan. Suatu masyarakat internasional tidak
akan terbentuk, jika lebih dari separuh penduduk tidak
menggunakan kekayaan mereka untuk melawan kelaparan," katanya
bersemangat.
Hari itu, Presiden Mitterrand, 64 tahun, mengakhiri dominasi
kelompok Kanan-Tengah yang menguasai Istana Elysee selama 23
tahun. Pierre Mauroy, 52 tahun, Walikota Lille ditunjuknya
sebagai Perdana Menteri. Di luar dugaan, Mitterrand tak
memasukkan orang komunis satu pun ke kabinetnya. Semua jabatan
kunci -- seperti Menteri Pertahanan, Luar Negeri, Keuangan dan
Dalam Negeri -- diberikannya kepada orang Sosialis, rekan
separtainya.
Tapi kabinet ini bersifat sementara, dalam peralihan. Partai
Sosialis masih harus memenangkan pemilihan keanggotaan Assemblee
Nationale (Parlemen), pertengahan Juni ini. Jika ia gagal
menjadi mayoritas, bukan tak mungkin Parlemen menjatuhkan PM
Mauroy yang diangkat Presiden Mitterrand. Karena tak masuk dalam
kabinet, oposisi dari Partai Komunis diduga akan muncul di
Parlemen maupun pabrik-pabrik.
Melakkan Intervensi
Perimbangan kursi di Parlemen saat ini: Gaullist (154),
Kanan-Tengah atau Giscardians (121), Sosialis (114), Komunis
(86) dan Independen (16) -- semuanya 491 kursi. Persoalan bagi
Mitterrand ialah bagaimana mengakhiri pula dominasi kelompok
Kanan-Tengah dan Gaullist di Parlemen. Walau menduduki Istana
Elysee, kalau lemah di Parlemen, Mitterrand dan partainya tak
akan berdaya melaksanakan program Sosialis.
Sementara Francois Mitterrand, 64 tahun, masih harus berjuang
memenangkan pemilihan Parlemen, keguncangan terjadi di Bursa
Paris. Setelah (10 Mei) Mitterrand dinyatakan menang, banyak
pemilik modal membelanjakan Franc (F. Fr.) di Bursa Paris.
Mereka secara menyolok memborong emas dan saham berbagai
perusahaan asing. Suatu krisis kepercayaan terhadap Franc
berlangsung hebat.
Saham berbagai perusahaan Prancis, terutama yang terancam
program nasionalisasi Mitterrand, merosot nilainya dan dijual di
bursa di bawah harga dasar. Keguncangan di Bursa Paris itu
mencerminkan ketidakpercayaan para pemilik modal terhadap
kepemimpinan Mitterrand dan Partai Sosialis. Mereka terutama
merasa gelisah manakala Mitterrand melaksanakan nasionalisasi
sembilan kelompok industri pokok, bank (pribadi) komersial, dan
sejumlah perusahaan asuransi (lihat Media).
Dalam upaya mendinginkan kegelisahan ini, Jacques Delors, ahli
strategi ekonomi Partai Sosialis, segera memberi penjelasan.
Menurut dia, upaya menasionalisasi tersebut justru bertujuan
mendorong perusahaan memperoleh keuntungan besar. Delors yang
kini diangkat sebagai Menteri Keuangan memberi contoh Renault
(pabrik mobil) dan Aerospatiale (industri pesawat terbang) yang
sukses setelah dinasionalisasi. "Ide dasar strategi ekonomi kami
adalah memakmurkan lebih banyak lagi rakyat Prancis," katanya.
Delors -- pernah jadi Direktur Bank Sentral Prancis.
Tapi penjelasan itu belum mampu mencegah pemilik modal
membelanjakan Franc. Nilai tukar Franc terhadap sejumlah mata
uang asing jadi jatuh-terpukul sekali dalam 12 tahun terakhir
ini. Dan lemahnya Franc itu, menurut Robert Goetter, Manajer
Harris Trust & Savings Bank, Chicago, akan menurunkan pula nilai
tukar mata uang negara Eropa terhadap dollar AS.
Untuk mencegah Franc jatuh di bawah nilai dasar terutama
terhadap Deutsche Mark, Bank Sentral Prancis melakukan
intervensi sejak pertama kalinya masuk dalam European Moneary
System (EMS) 1979. Ia antara lain melepaskan cadangan D-Mark dan
membeli kembali Franc secara besar-besaran. Hingga pekan ini
Bank Sentral diperkirakan sudah mengeluarkan US$ 7 milyar dari
jumlah cadangan devisa US$ 27 milyar (F. Fr. 143 milyar) yang
dimilikinya sebelum Presiden Giscard d'Estaing dikalahkan dalam
pemilihan 10 Mei.
Membiarkan Mengambang
Tindakan intervensi itu kemudian didukung oleh program
antiinflasi. Bank Sentral Prancis segera menaikkan suku bunga
pinjaman minimum dari 2,5% menjadi 16% -- suatu tingkat
tertinggi sejak 10 uhun terakhir. Dan tingkat suku bunga itu
Jumat pekan lalu dinaikkan lagi menjadi 22%. PM Pierre Mauroy
kemudian juga mengeluarkan peraturan yang membatasi pemakaian
mata uang asing di bidang ekspor-impor, dalam 'upayanya mencegah
pelarian modal. Kebilaksanaan uang ketat itu jelas
menggelisahkan kalangan bisms.
Tapi Franc tetap belum tertolong. Nilainya bahkan makin merosot
setelah Bundesbank (Bank Sentral Jerman Barat) justru melepas
simpanan Franc dan membeli Deutsche Mark bernilai US$ 300 juta.
Tujuan Bundesbank ialah mencegah kemerosotan D-Mark terhadap
dollar AS. Di tengah kepanikan Franc itu, nilai dollar makin
naik pula.
Mendapat tekanan demikian rupa, Menteri Keuangan Jacques Delors
menyarankan tindakan devaluasi. Jika tidak mungkin, katanya,
Prancis sebaiknya keluar dari EMS dan membiarkan Franc
mengambang di pasaran bebas.
PM Mauroy menolak anjuran tersebut. Ia mengatakan bahwa tindakan
mendevaluasikan Franc maupun keluar dari EMS justru akan
memalukan Partai Sosialis dan akan menghancurkan harapan
Sosialis memenangkan pemilihan Parlemen pertengahan Juni ini.
Di sektor ekonomi, demikian analis ekonomi, Mitterrand mungkin
akan menghadapi masa suram. Diramalkan bahwa program Mitterrand
menaikkan upah minimum setiap jam dari US$ 2,45 ke US$ 3,60, dan
mengurangi jam kerja seminggu dari 40 ke 35 jam, akan
menyebabkan naiknya biaya produksi. Tapi justru dengan tindakan
itu, Mitterrand berharap 210 ribu lowongan kerja baru akan
terbuka tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini