Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Thailand memerintahkan penghentian kegiatan stasiun televisi online, Voice TV, yang mengkritik pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Thailand menuduh isi siaran tv online itu melanggar status darurat, yang bertujuan mengakhiri aksi protes selama tiga bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Voice TV juga melanggar Undang-Undang Kejahatan Komputer dengan mengunggah informasi palsu,“ kata Putchapong Nodthaisong, juru bicara Kementerian Digital Thailand, kepada wartawan, seperti dilansir Reuters pada Selasa, 20 Oktober 2020.
Thailand telah menuai kritik dari kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia atau HAM karena melarang demonstrasi pada Kamis pekan lalu.
Pemerintah juga melarang publikasi berita, yang dipandang merugikan saat di tengah upaya mengakhiri aksi protes terhadap Perdana Menteri, Prayuth Chan-o-cha, dan monarki yang berpengaruh.
Rattikorn Mahakhachabhorn, pemimpin redaksi Voice TV, mengatakan akan terus bersiaran sampai perintah pengadilan tiba.
“Kami bersikeras kami telah beroperasi berdasarkan prinsip jurnalistik dan kami akan melanjutkan pekerjaan kami sekarang,“ kata dia. Pemerintah Thailand juga mengatakan tiga perusahaan media lainnya juga sedang diselidiki.
Sebagian saham Voice TV dimiliki keluarga Shinawatra yaitu mantan Perdana Menteri, Thaksin Shinawatra, dan saudara perempuannya eks PM Yingluck, yang digulingkan Prayuth dalam kudeta pada 2014. Keduanya kabur dari Thailand untuk lolos dari pengusutan kasus korupsi yang mereka cap sebagai politis.
Protes di jalanan di Thailand berlangsung sejak pertengahan Juli 2020. Ini menjadi tantangan terbesar dalam beberapa dekade bagi monarki di bawah kepemimpinan Raja Maha Vajiralongkorn dan Prayuth Chan-o-cha, yang menolak tuduhan merekayasa pemilihan umum 2019 untuk mempertahankan kekuasaan.
Demonstrasi itu sebagian besar dipimpin pemuda dan mahasiswa, kontras dengan kekerasan jalanan selama satu dekade antara pendukung Thaksin dan loyalis konservatif, sebelum Prayuth merebut kekuasaan. Protes itu mulai mendapatkan momentum sejak pemerintah mengumumkan larangan pada Kamis lalu, 15 Oktober 2020, dan menangkap puluhan pengunjuk rasa, termasuk banyak pemimpin mahasiswa.
Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha mengatakan dia tidak akan mundur dalam menghadapi demonstrasi. Kabinet Thailand bersepakat mengadakan sidang istimewa parlemen pada pekan depan tentang krisis itu. Pendukung Prayuth memegang suara mayoritas di parlemen.
FARID NURHAKIM | REUTERS
Sumber: