UNTUK kedua kalinya Nayan Chanda, wartawan Far Eastern Economic Review itu, menjadi saksi mata invasi di Vietnam. Di sebuah kota di perbatasan Vietnam-RRC, ia saksikan ratusan tank buatan Cina berjajar di pinggir jalan. Tapi Nayan tak terteror, tak seperti ketika ia mengetik laporan pandangan matanya tentang masuknya tank-tank Vietnam Utara ke Saigon di kantornya di kota itu, ketika kota itu jatuh, 1975. Tentu saja. Soalnya tank-tank di perbatasan itu cuma, "tank mainan anak-anak buatan RRC yang kini lagi laku keras di Vietnam," tutur Nayan. Dan itu rupanya mewakili perubahan di Vietnam kini: dari kancah perang ke kancah dagang. Yang kini "bersaing" modal dan dagangan di Vietnam datang dari banyak negara. Produk RRC memang dominan. Tapi banyak juga kaset dangdut Indonesia, sepeda motor Jerman Timur, dan berbagai barang elektronik Singapura. Semua barang itu dijajakan di pasar bebas, terutama di Vietnam bagian selatan. Padahal, sudah barang tentu itu barang-barang selundupan. "Sebab, harganya lebih murah daripada di New York, tempat harga barang-barang dianggap paling murah," kata Nayan, yang kini bermukim di Washington D.C. Itu berarti Vietnam terbukti tak mengikuti hukum ekonomi komunis yang antipasar bebas. Sebab, tutur Nayan, "rakyat Vietnam sudah tak menghormati Partai Komunis seperti 15 tahun silam." Adapun penyebabnya, mudah ditebak, korupsi dan penyalahgunaan wewenang selama 15 tahun belakangan ini. Tapi bagi Nayan, yang baru saja pulang dari Vietnam itu, semangat penanggalan komunisme yang berjangkit di Eropa Timur akan segera masuk Vietnam. "Soalnya, Partai Komunis Vietnam adalah satu-satunya kekuatan politik yang ada," tuturnya. "Kalau partai baru boleh ada, memang akan lahir partai banyak sekali tapi kecil-kecil." Maksud dia, sedemikian kecilnya hingga tak mampu merobohkan Partai Komunis Vietnam. di, apa yang akan menyebabkan Vietnam berubah? "Perubahan akan datang dari atas," jawab penulis buku Brother Enemy, buku yang oleh banyak kalangan dianggap salah satu yang terbaik yang menceritakan Perang Vietnam. Bambang Harymurti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini