Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang kelapa gaya melanesia

Pemberontakan yang dipimpin oleh jimmy stevens mengumumkan espiritu santo, pulau terbesar di new hebridas jadi republik vemarana, kedaulatan atas hebridas masih dipegang oleh inggris & prancis.(ln)

28 Juni 1980 | 00.00 WIB

Perang kelapa gaya melanesia
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
NEW Hebrides, yang terdiri dari 72 pulau di Pasifik Selatan, semula dijadikan untuk mendapat kemerdekaan 30 Juli. Janji itu tampaknya akan tertunda karena ada pemberontakan yang cukup merepotkan London dan Paris. Inggris sempat menerbangkan 200 marinir ke sana. Sedang Prancis memrotes dan menganggap itu tak perlu untuk memulihkan keamanan. Keduanya Inggris dan Prancis memegang kedaulatan bersama (condominium) atas New Hebrides sejak 1906. Keduanya selama ini bersaing menanamkan pengaruh di kalangan pribumi rumpun Melanesia -- lewat sistem ganda antara lain dalam pendidikan, pemerintahan, kepolisian, rumahsakit, gereja dan persuratkabaran. Keduanya tampak ingin memelihara pengaruh masing-masing bila New Hebrides mencapai kemerdekaan kelak. Adalah Jimmy Stevens yang mulai memberontak. Bekas pengendara bulldozer Amerika dalam Perang Pasifik, Stevens membentuk pasukan yang memakai parang panah dan tombak selain senapan kuno. Sebagian besar tentaranya masih bercawat dan bertelanjan dada. Selagi kaum wisatawan terlena di pantai dan menyelam di laut, Stevens yang berjambang lebat itu dan anakbuahnya mengambil alih stasiun radio dan mengumumkan (28 Mei) Espiritu Santo, pulau terbesar di New Hebrides, jadi Republik Vemarana merdeka. Kaum pemberontak lain, setelah ada pertempuran kecil dengan polisi, menyusul merebut Pulau Tanna. Peristiwa itu mengejutkan pemerintah pusat di Port Vila yang dipimpin pendeta Walter Lini. Ketua Menteri ini menghimbau Komisaris Inggris Andrew Stuart dan Komisaris Prancis Jean Jacques Robert supaya mendatangkan tentara untuk menumpas gerakan separatis itu. Semula memang tiba 55 gendarmes (polisi) Prancis, tapi mereka berangkat kembali tanpa berbuat apa-apa. Kemudian tiba 200 marinir Inggris dengan senjata mutakhir. Jauh-jauh datang dari England, pasukan ini ternyata beristirahat saja di Port Vila, karena komisaris Prancis tidak mengizinkan sesuatu operasi militer terhadap pemberontak. "Biarkan sesama Melanesia menyelesaikan nya," kata Robert. Tapi penyelesaian itu ternyata tidak tergantung pada sesama Melanesia saja. Sikap London dan Paris pun ikut menentukan. Persoalan ialah gerakan Jimmy Stevens menguntungkan kepentingan Prancis. Bahkan para pemilik perkebunan dan.peternak Prancis di Espiritu Santo mendukungnya. Dominasi bahasa Prancis dirasakan di Santo itu yang berpenduduk 16.000. Stevens tadinya membentuk partai Na-Griamel yang menuntut kemerdekaan bagi New Hebrides (kini berpenduduk 112.000). Tapi dalam pemilihan umum November lalu, partainya kalah. Partai Vanuaaku pimpinan Walter Lini yang berorientasi pada Inggris memperoleh mayoritas di semua dewan perwakilan, termasuk di Santo. Dengan kemenangan Vanuaaku dan Lini sebagai Ketua Menteri, tentu saja, kepentingan Inggris terjamin. Bekas Ketua Menteri, Gerard Leymang, pendeta Katolik yang mendukung dan berbahasa Prancis, juga kalah seperti Stevens. Namun Stevens sendiri berbahasa Inggris, tidak Prancis. Sedang ia pengikut gereja Presbyter, sama dengan Lini. Stevens memang tidak terang-terangan membela kepentingan Prancis. Namun pemberontakannya terhadap golongan yang pro-lnggris telah didukung oleh mereka yang pro-Prancis. Setidaknya, komisaris Robert cenderung membiarkannya. Lini mencoba diplomasinya pekan lalu dengan mengirim utusan ke Pulau Santo, di sebelah utara Port Vila, dan ke Pulau Tanna, di sebelah selatan ibukota New Hebrides itu. Kaum pemberontak di dua pulau itu mau berunding -- mungkin ini usaha terakhir secara damai, yang mungkin pula akan berlarut-larut. Pers Inggris memakai istilah coconut war (perang kelapa) untuk menggambarkan krisis di New Hebrides itu yang memang terkenal dengan perkebunan kelapanya. Sudah banyak ributnya, yang agak menegangkan hubungan London Paris, walau baru ada satu korban jiwa. Yaitu Aexis Yolou, anggota dewan legislatif yang mendukung Prancis, yang terbunuh di Tanna (11 Juni) ketika bentrok senjata dengan polisi. Perang sungguhan diduga tak akan terjadi. Hanya diduga "perang kelapa" itU akan menunda penyerahan kedaulatan pada New Hebrides.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus