IA pernah dicoba dibunuh, tiga tahun lalu. Tapi selamat. Tidak
tersangka-sangka bahwa Sanjay, putra Perdana Menteri India
Indira Gandhi awal pekan ini mati dengan cara yang tak kurang
mengejutkan. Pesawat terbang layang yang ia kemudikan sendiri
terbakar dan jatuh di selatan New Delhi.
Umurnya baru 33 lebih sedikit. Masa depannya gemilang. Ia bukan
saja putra sang Perdana Menteri dan cucu pernimpin besar India
Jawaharlal Nehru, tapi juga seorang yang sejak 1975 konon
disiapkan oleh ibunya untuk meneruskan kepemimpinan "dinasti
Nehru" di India. Sanjay sendiri dikenal ambisius, bersemangat
dan berbakat. Anak bungsu Indira ini tidak seperti kakaknya,
Rajiv, seorang pilot yang kawin dengan gadis Italia dan tak
tertarik politik. Sanjay misalnya, membuktikan diri bisa menang
gemilang sebagai anggota parlemen dalam pemilu Januari yang lalu
-- yang mengembalikan ibunya ke tahta kekuasaan.
Sanjay lahir 14 Desember 1946. Ia mula-mula tertarik kepada
teknik mobil, setelah kursus di pabrik mobil terkenal Rolls
Royce di Derby, Inggris, di akhir tahun 1960-an. Ia lalu mencoba
proyek pembangunan mobil kecil, Maruti (Dewa Angin), dan
nampaknya waktu itu hanya di situlah minatnya. Tapi keadaan
politik ternyata mendongkraknya ke kancah kepemimpinan negara.
Ibunya di bulan Juni 1975 tiba-tiba mengumumkan keadaan darurat
di seluruh India -- dan menyetop sistem demokrasi konstitusional
yang berlaku sejak negara itu merdeka. Pers dibrangus. Para
pemimpin oposisi dipenjarakan. Menurut para pemimpin oposisi,
India waktu itu dilindas seorang diktatur. Dan ketika nampak
Indira Gandhi makin lama makin banyak mendengarkan nasihat
anaknya yang bungsu (serta mengabaikan rekan-rekan separtai),
seorang menteri yang dipecat menyebut, bahwa bukan hanya seorang
diktatur yang berkuasa di India, tapi satu setengah.
Memang, tanpa kekuasaan resmi, Sanjay meletakkan pengaruhnya di
mana-mana. Ibunya juga selalu memberinya kesempatan. Ia pun jadi
anggota Komite Eksekutif sayap Pemuda Partai Kongres. Tapi biar
pun ia dipanggil "si Buyung" (the Boy) secara mencemooh pemuda
berkaca mata ini disambut hangat oleh 4,5 juta anggota muda
Partai Kongres. Tak urung sebuah mingguan terkemuka India waktu
itu menyanjungnya: "Kongres tua sudah mati. Panjanglah usia
Kongres muda".
Tapi ternyata umur kekuasaan Sanjay tak teramat panjang. Maret
1977, Indira Gandhi mencoba menyelenggarakan pemilu terbuka.
Ternyata kalah. Banyak yang menyebutkan bahwa sebab kekalahan
itu adalah tindakan Sanjay Gandhi, si Buyung, yang
melaksanakan program keluarga berencana dengan pemandulan paksa
-- hingga rakyat marah. Indira Gandhi sendiri membantah, bahwa
program itu ide Sanjay. Tapi siapa pun yang jadi sebabnya, sang
ibu telah jatuh dan si Buyung yang disalahkan.
Mungkin akibat kekuasaannya yang terlalu besar di masa keadaan
darurat, tokoh baru yang dikatrol sang ibu ini tak menyenangkan
banyak orang. Tak mengherankan bila setelah ibunya tersingkir,
para lawan politiknya mencoba menyeret Sanjay ke pengadilan atas
tuduhan korupsi.
Tapi rupanya rakyat India masih mempercayai si Buyung dan ibunya
-penerus keluarga Nehru yang termasyhur itu. Januari 1980,
rakyat India memilih dan memulihkan mereka kembali. Indira
kemudian memang berhati-hati untuk memberi jabatan pemerintahan
kepada putranya. Tapi nampak makin jelas, bahwa suatu hari
Sanjay toh diharapkan akan memimpin India. Memang ada yang
menyayangkan bahwa justru ketidak-sabaran Indira sendirilah yang
menyebabkan anaknya kurang diterima di kalangan tua Partai
Kongres, hingga ia tak bisa naik sendiri.
Kini semua itu tak perlu lagi. Sanjay yang baru punya anak
berusia 6 bulan tak akan lagi jadi masalah politik. Penggemar
olahraga terbang layang itu pada pukul 02.15 GMT tewas bersama
seorang ternannya, ketika ia mencoba naik lebih tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini