Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PASUKAN Pertahanan Israel (IDF) dan polisi Negeri Yahudi sedang mempersiapkan serangkaian skenario keamanan selama bulan Ramadan, yang diperkirakan dimulai pada malam 10 Maret 2024, seiring dengan berkecamuknya perang Hamas-Israel di Gaza. Namun perlawanan rakyat Palestina, seperti yang terjadi pada Ramadan tahun-tahun sebelumnya, dikhawatirkan membuat kekerasan di Gaza meluber ke Tepi Barat dan Yerusalem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini sudah menjadi keprihatinan kami bahwa operasi Israel akan merembet ke Tepi Barat dan dapat juga meningkatkan kekerasan (di Tepi Barat). Rembetan kekerasan ini akan berdampak pada penduduk sipil, termasuk pengungsi Palestina yang kami tangani,” ujar Jonathan Fowler, juru bicara Badan Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), kepada Tempo, Kamis, 29 Februari 2024. “Itu tentu akan membahayakan orang-orang yang paling rentan, seperti perempuan dan anak-anak. Kami terus memantau situasi ini.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IDF mengingatkan warga Palestina agar tak berulah selama Ramadan. “Kami akan menyerang dengan tangan besi siapa pun yang mencoba merusak keamanan negara Israel,” demikian bunyi selebaran yang dibagi-bagikan IDF kepada penduduk Palestina di Tepi Barat, Kamis, 7 Maret 2024. “Jauhi Hamas dan Jihad Islam. Jangan memberi mereka dukungan apa pun, jangan menulis tentang mereka, jangan mendoakan mereka di masjid,” kata IDF, seperti dikutip Roya News.
Menurut The Jewish Chronicle, Hamas memandang Ramadan sebagai peluang baru untuk menyerang Israel seperti pada 7 Oktober 2023, baik di Yerusalem Timur maupun di Tepi Barat. “Kemungkinan besar mereka akan mencoba menekankan tema-tema fundamentalis agama dengan menyerukan kepada masyarakat Palestina untuk ambil bagian dalam aksi kekerasan dan melakukan unjuk rasa di bawah bendera Badai Al-Aqsa,” tulis surat kabar Yahudi berbasis di Inggris tersebut. Badai Al-Aqsa atau Thufan Al-Aqsa adalah sebutan Hamas bagi serangannya pada 7 Oktober itu.
IDF telah menambah jumlah batalion yang beroperasi di Tepi Barat. Shin Bet, badan intelijen dalam negeri Israel, dan polisi penjaga perbatasan mulai sibuk menggerebek tempat-tempat di Tepi Barat yang diduga sebagai markas kelompok-kelompok perlawanan sebelum mereka melakukan serangan mematikan. Pada Selasa, 5 Maret 2024, IDF mengklaim telah menangkap seorang teroris berpangkat tinggi di Balata, 75 kilometer dari Yerusalem, setelah ada informasi intelijen bahwa ia merencanakan serangan dalam waktu dekat. Pada hari yang sama, seorang teroris menikam seorang warga Israel di Persimpangan Yitzhar, Yerusalem, sebelum ditembak mati oleh tentara.
Menurut sumber The Jewish Chronicle, dalam beberapa hari terakhir, IDF di Tepi Barat sedang melakukan upaya intensif untuk memerangi terorisme, termasuk penggerebekan dan penangkapan. Senjata-senjata juga dilaporkan telah membanjiri Tepi Barat. Sebagian besar senjata masuk dari perbatasan Yordania, beberapa dicuri dari pangkalan IDF, dan beberapa diproduksi di bengkel-bengkel lokal Palestina.
Hamas pun tampak bersiap-siap. Abu Ubaidah, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menyerukan jihad selama Ramadan dalam sebuah siaran langsung pada Jumat, 8 Maret 2024. Ini pidato panjang pertamanya sejak 7 Oktober 2023. “Semua putra bangsa di Tepi Barat, Al-Quds, dan wilayah Palestina yang diduduki pada 1948 agar memobilisasi dan bergerak menuju Masjid Al-Aqsa, berdiri teguh di sana, dan tidak membiarkan penjajah memaksakan (kebijakan mereka terhadap tempat suci itu),” katanya, sebagaimana dikutip Al Mayadeen. Al-Quds adalah sebutan Arab untuk Yerusalem, yang dianggap sebagai kota suci.
“Semoga Ramadan yang makin dekat menjadi bulan ketaatan, jihad, dan kemenangan,” ujar Abu Ubaidah. “Saat umat Islam di seluruh dunia bersiap menyambut Ramadan, kita akan mempersembahkan kurban kepada Allah—aliran darah murni dan jiwa murni. Kita menyambutnya dengan puncak semangat Islam, jihad, ketabahan, dan pertempuran di saat manusia dihormati (atas tindakan mereka selama bulan suci).”
Seruan Abu Ubaidah itu mempertegas rencana perlawanan Hamas selama Ramadan. Dalam sejarah Palestina, pada bulan itu selalu pecah konflik keras dengan Israel. Konflik itu umumnya dipicu oleh operasi Israel di kompleks Al-Aqsa, tempat Masjid Al-Aqsa dan Kubah Sakhra berada, yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari pada 1967 dari tangan Yordania. Israel kemudian mencaplok dataran tinggi itu—tindakan yang tak diakui sebagian besar komunitas internasional.
Pada Mei 2021, misalnya, polisi Israel merangsek ke Masjid Al-Aqsa dan mendapat perlawanan dari warga muslim Palestina yang sedang iktikaf di masjid itu. Kekerasan yang mengakibatkan korban tewas di pihak Palestina itu merembet ke Jalur Gaza, tempat Hamas melawan dengan menembakkan roket ke wilayah Israel. Serangan tentara Israel selama 11 hari di Tepi Barat dan Gaza itu menewaskan 256 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak, dan mengakibatkan 1.900 orang lebih cedera. Adapun 13 orang meninggal di wilayah Israel, termasuk dua anak-anak.
Militer Hamas mengikuti parade militer dekat Jalur Gaza tengah, Juli 2023. Reuters/Ibraheem Abu
Sejumlah negara telah menyadari besarnya potensi konflik yang akan pecah dan mendorong gencatan senjata sementara di Gaza sebelum Ramadan. Presiden Amerika Serikat Joe Biden yakin gencatan senjata akan tercapai sebelum Ramadan dan menyatakan kekhawatirannya terhadap kekerasan di Yerusalem Timur bila tanpa gencatan senjata.
Perwakilan Hamas, Mesir, Qatar, dan Amerika telah bertemu di Kairo, Mesir, pada pekan lalu untuk berunding mengenai rencana gencatan senjata. Israel menolak mengirim delegasi karena Hamas belum memberikan daftar sandera yang masih hidup dan mati yang diminta Israel. Amerika menegaskan bahwa Israel telah menerima persyaratan jeda enam pekan, tapi Hamas tetap bertahan meminta gencatan senjata permanen.
Delegasi Hamas meninggalkan Kairo pada Kamis, 7 Maret 2024, setelah berhari-hari berunding tanpa adanya terobosan yang jelas. Perundingan rencananya akan dilanjutkan pada awal Ramadan ini. “Saat ini hal itu (kemungkinan gencatan senjata) ada di tangan Hamas,” kata Biden pada Selasa, 5 Maret 2024.
Biden tampak optimistis pada rencana gencatan senjata, tapi para diplomat meragukannya. “Hal itu tidak akan terjadi,” ujar seorang diplomat Amerika kepada CNN, Kamis, 7 Maret 2024. Dua pejabat Amerika juga bersepakat bahwa tidak ada prospek Israel dan Hamas akan menyetujui gencatan senjata sementara pada awal bulan suci Islam. “Harapan itu memudar,” tutur seorang pejabat.
Meski demikian, menurut para diplomat, masih ada harapan bahwa tahap pertama kesepakatan dapat segera dicapai pada minggu pertama atau kedua bulan Ramadan. Namun insiden penembakan tentara Israel terhadap lebih dari 100 warga Palestina yang mengerumuni konvoi bantuan kemanusiaan di Kota Gaza telah membuat jalan perundingan mundur lagi.
Bila Hamas dan Israel bersepakat atas rencana gencatan senjata, pada fase pertama pertempuran akan berhenti setidaknya selama enam pekan. Sekitar 40 sandera Israel yang lanjut usia, sakit, dan terluka serta perempuan akan dibebaskan. Secara bersamaan, Israel juga akan membebaskan tahanan Palestina, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan orang.
Dalam kondisi sekarang, ketika kesepakatan gencatan senjata belum tercapai dan Hamas menyerukan jihad di Al-Aqsa, kekerasan di Gaza dapat menyebar ke Tepi Barat. Jonathan Fowler khawatir terhadap situasi kemanusiaannya. “Kami sangat mendukung gencatan senjata di Gaza dan krisis kemanusiaan hanya dapat diatasi dengan gencatan senjata,” ujarnya. Misalnya, kata dia, UNRWA pada mulanya menyiapkan sembilan tempat penampungan di Rafah, Gaza, tapi kini mencapai 35. “Itu pun sudah tak mampu menampung.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tegang Menjelang Ramadan"