Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membantah semua tuduhan korupsi.
Demonstrasi menuntut Netanyahu mundur terus berlangsung.
Suhu politik Israel memanas menjelang pemilihan umum legislatif.
Suhu politik Israel memanas menjelang pemilihan umum legislatif pada 23 Maret mendatang. Benjamin Netanyahu, kandidat perdana menteri terkuat saat ini, sibuk menghadapi tekanan dari berbagai penjuru, dari pengadilan korupsi hingga penanganan pandemi Covid-19.
Jajak pendapat yang dilakukan Panels Research untuk The Jerusalem Post dan Maariv yang dirilis pada Jumat, 19 Februari lalu, menunjukkan bahwa Netanyahu masih unggul dibanding kandidat lain. Ia bersaing ketat dengan Yair Lapid, pemimpin Partai Yesh Atid; Gideon Sa’ar, pemimpin Partai Harapan Baru; dan Naftali Bennet, pemimpin Partai Yamina. Selisih angka dukungan kepada Netanyahu dan Sa’ar hanya 2 persen dan Netanyahu dengan Bennett hanya 3 persen. Adapun selisih dukungan untuk Netanyahu dan Lapid agak besar, 17 persen. Menurut survei itu, bila pemilihan parlemen dilakukan sekarang, Partai Likud pimpinan Netanyahu meraih 28 kursi, Yesh Atid 18, Harapan Baru 15, dan Yamina 12. Survei ini belum menunjukkan apakah pengadilan Netanyahu berpengaruh terhadap pemilihan.
Netanyahu kini menghadapi sejumlah dakwaan korupsi. Politikus 77 tahun itu menjadi perdana menteri aktif pertama di negeri itu yang diadili. Dalam persidangan di Yerusalem pada 8 Februari lalu, Netanyahu muncul untuk pertama kalinya dan menyampaikan bantahan atas semua dakwaan. Ini merupakan sidang kedua setelah penundaan panjang akibat pandemi Covid-19 sejak pengadilan dimulai pada Mei 2020.
Hari itu Netanyahu masuk ke ruang sidang dengan mengenakan setelan jas dan masker hitam. Dia mengaku tak bersalah atas semua tuduhan jaksa. Para pengacaranya juga menyampaikan pernyataan tertulis serupa. “Saya mengkonfirmasi jawaban tertulis yang diberikan atas nama saya,” ujar Netanyahu di depan hakim, seperti dilaporkan CNN.
Kasus ini mengemuka setelah polisi menyelidiki laporan korupsi dan pelanggaran kewenangan yang melibatkan Netanyahu pada 2016. Dia disebut-sebut melakukan pembicaraan untuk mempengaruhi peliputan dengan salah satu pemilik media terbesar di Israel. Netanyahu bahkan ditengarai mempengaruhi kebijakan yang membawa keuntungan lebih dari US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun untuk perusahaan telekomunikasi yang dimiliki kawannya.
Gugatan yang menyeret nama Netanyahu dikenal sebagai Kasus 1.000, 2.000, dan 4.000. Dalam Kasus 1.000, Jaksa Agung Avichai Mandelblit menuduh Netanyahu dan istrinya, Sara, menerima barang mewah, seperti cerutu dan sampanye, dari produser film Hollywood, Arnon Milchan, dan miliarder Australia, James Packer. Nilainya diperkirakan hampir US$ 200 ribu atau sekitar Rp 2,8 miliar. Mandelblit menyatakan Netanyahu seharusnya menolak dan tidak terlibat lagi dengan urusan para pebisnis tersebut.
Kasus 2.000 menyoroti relasi Netanyahu dan pebisnis Arnon Mozes, yang menguasai saham grup media ternama Israel, Yedioth Ahronoth. Mandelblit menyebut Netanyahu dan Mozes beberapa kali bertemu pada 2008-2014. Mereka diduga membahas peliputan Netanyahu di Yedioth Ahronoth dan rencana pembatasan surat kabar Hayom yang bisa memberikan keuntungan kepada Mozes.
Hayom adalah media milik jutawan Amerika Serikat, Sheldon Adelson, yang dibagikan gratis. Koran itu pesaing Yedioth Ahronoth, tapi memberikan dukungan kepada Netanyahu. Mandelblit juga menuntut Mozes dengan pasal penyuapan. Namun Netanyahu dan Mozes berkeras tak melakukan kesalahan apa pun.
Adapun Kasus 4.000 membahas dugaan suap, penipuan, dan pelanggaran kewenangan antara Netanyahu dan Shaul Elovitch, pemegang saham utama perusahaan telekomunikasi terbesar di Israel, Bezeq. Perusahaan ini juga pemilik situs berita Walla. Elovitch dan istrinya, Iris, diduga menekan pejabat Walla untuk mengubah alur pemberitaan agar sesuai dengan keinginan Netanyahu. Sebagai imbalan, Netanyahu diduga membantu mempromosikan bisnis Bezeq.
Netanyahu menilai pengadilan ini cuma rekayasa untuk menjatuhkannya. Selepas sidang, Netanyahu menyatakan kepada wartawan bahwa dia tak akan berupaya menghentikan sidang ini. “Saya tak perlu melakukannya karena kasus khayalan dan rekayasa ini akan gagal. Pengadilan ini akan terus berjalan seperti yang Anda dapat lihat. Dan semakin jauh berjalan, semakin khayalan dan rekayasanya terlihat,” tuturnya.
Namun para koleganya di Partai Likud mendesak para hakim agar menunda sidang hingga pemilihan umum nanti selesai. Ini adalah pemilihan keempat dalam dua tahun terakhir. Tiga pemilihan sebelumnya, yang digadang-gadang menyokong penuh Netanyahu, macet karena tak ada partai yang bisa meraih suara mayoritas di Knesset, parlemen Israel.
Pengadilan ini diperkirakan akan mengganduli langkah politik Netanyahu. Dia mengincar kemenangan Likud agar bisa menjabat perdana menteri lagi. Pada Januari lalu, Netanyahu bahkan meminta imunitas ke parlemen, tapi langkah ini ditentang sebagian besar anggota Knesset.
Kelompok oposisi mulai menggalang barisan dalam menghadapi Likud. “Warga Israel yang tidak paham mengapa mereka harus ikut pemilihan umum sekarang punya jawabannya, yakni supaya perdana menteri korup itu tidak bisa mendapat imunitas,” ujar Stav Shaffir, pemimpin Partai Hijau, seperti dilaporkan Jerusalem Post. “Kita harus bersatu dan melawannya.”
Emanuel Gross, profesor bidang hukum di Haifa University, menilai situasi Israel sudah sangat buruk. “Ini pertama kalinya ada perdana menteri diadili, menghadapi gugatan atas pelanggaran yang sangat serius,” ujarnya, seperti dilaporkan National Public Radio.
Unjuk rasa memprotes Netanyahu telah berlangsung dalam tujuh bulan terakhir. Berkumpul setiap pekan di pusat Kota Yerusalem, demonstran menuntut Netanyahu meletakkan jabatan. Mereka menyebut Netanyahu tak layak lagi memimpin setelah tersangkut kasus korupsi. Netanyahu juga dituding menjadi biang kerok krisis manajemen penanganan pandemi Covid-19, anjloknya perekonomian, dan tingkat pengangguran yang melonjak akibat pembatasan wilayah.
“Saya mendatangkan jutaan vaksin. Empat perjanjian bersejarah. Saya tegar melawan Iran,” ucap Netanyahu, seperti dikutip The Times of Israel. “Saya membawa ekonomi ke posisi tertinggi baru. Apa yang saya lakukan dalam satu jam tak mampu dilakukan Yair Lapid sepanjang hidupnya.” Perjanjian bersejarah yang dia maksud adalah kesepakatan damai dengan sejumlah negara Arab, seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.
Yair Lapid adalah politikus veteran yang dianggap salah satu pesaing terkuat Netanyahu. Mantan jurnalis 57 tahun itu kini memimpin Partai Yesh Atid dan pemimpin oposisi di parlemen. Dia masuk daftar 100 orang berpengaruh versi majalah Time pada 2013. Berbeda dengan Netanyahu, yang menolak mengakui Palestina, Lapid dan partainya terus mendorong perundingan dengan Otoritas Palestina dan terbentuknya “solusi dua negara”.
Keduanya kini sama-sama mencari dukungan dari kekuatan adidaya Amerika. Tahun-tahun lalu adalah masa “bulan madu” Donald Trump dan Netanyahu. Namun, setelah dilantik sebagai presiden, Joe Biden baru menelepon Netanyahu pada pertengahan Februari lalu. Padahal biasanya pemimpin Israel masuk daftar pemimpin negara pertama yang dihubungi Presiden Amerika terpilih. Setelah percakapan itu, Biden juga tak menunjukkan tanda-tanda dukungan terhadap Netanyahu.
Adapun Lapid dilaporkan telah terbang ke Washington, DC, beberapa hari setelah pelantikan Biden untuk berkonsultasi dengan ahli strategi politik. Tidak diketahui persis apa yang dilakukannya. Namun Lapid diketahui dekat Mark Mellman, pemimpin lembaga jajak pendapat yang mengelola Democratic Majority for Israel, lembaga advokasi yang memperjuangkan kebijakan Amerika yang pro-Israel; Ted Deutch, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat untuk Florida; serta sejumlah penasihat politik Partai Demokrat.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (REUTERS, ASSOCIATED PRESS, CNN, HAARETZ, SLATE, ABC, THE TIMES OF ISRAEL)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo