SEJAK di bangku SMP Baswardono tertarik meneliti kupang (Phylum
Mollusca). Minat itu dilanjutkannya di SMA Negeri 11 Surabaya.
Dan lahirlah karya tulisnya berjudul Studi Pendahuluan
Pengembangan Kupang sebagai Makanan Murah Cukup Gizi. Dengan
karya tulis 19 halaman itu, ia berhasil menjadi pemenang pertama
Lomba Karya Ilmu Pengetahuan yang diselenggarakan Departemen P&K
tahun 1979.
Dengan karya itu pula, tahun ini Baswardono berangkat ke Brussel
(Belgia) mengikuti Kontes Ilmuwan Remaja Eropa. Baswardono
satu-satunya dari Asia di antara 36 pesertanya. Dan hasilnya?
Menteri P&K Daoed Joesoef pekan lalu menerima Baswardono, yang
bersama 8 peserta lainnya berhasil masuk dalam kelompok dengan
predikat "baik".
Baswardono, 17 tahun, telah membentuk Ganesha Science Club
dengan teman-temannya satu sekolah. Mereka masih melakukan
berbagai penelitian sederhana. "Mutu penelitian akan meningkat
dengan sendirinya," ujarnya.
Sejak lomba karya ilmiah diselenggarakan LIPI maupun Departemen
P&K gairah meneliti di kalangan pelajar ternyata bertumbuh.
Siswa SMA Katolik Frateran Surabaya, misalnya, sangat bergairah.
Yohan Budianto, pelajar sekolah itu berturut-turut dalam tahun
1979 dan 1980 menjadi pemenang lomba Ilmiah.
Kini bersama Drs. Mardi Rahardjo, guru pembimbing kegiatan
ilmiah, laboratorium kimia di lantai dua gedung sekolah Katolik
di Jalan Kepanjen Surabaya ini, hampir tak pernah sepi. Murid
kelas II IPA di situ sibuk mencari hubungan intensitas cahaya
lampu di dalam reaksi ledakan gas Hidrogen (H2) dan Chlorida
(Cl2). Hasil eksperimen ini akan mereka ajukan pada lomba ilmiah
LIPI tahun ini.
Para siswa SMA Frateran bahkan telah membentuk Remaja Pecinta
Ilmu Pengetahuan "Kresna". Anggotanya juga datang dari berbagai
sekolah di Surabaya.
Klub sains juga dijumpai di SMA Negeri IV Yogya, yang tertarik
pada Geofisika. Mereka pernah mengamati keaktifan gunung --
sambil mendakinya - dengan menghitung jumlah letusannya sehari.
Mereka tertarik pula untuk mengetahui kedalaman air sumur
penduduk Yogya.
Peranan guru pada klub sains di SMA Yogya ini sekedar mendorong
saja, belum membimbing. "Kegiatan kami hanya hobi saja,
ketimbang ngebut," - kata Maliawan, seorang anggota klub sams di
sana.
Kebanyakan klub sains ini memang belum diarahkan kepada kegiatan
penelitian ilmiah. Klub sains di SMA Negeri IV Medan, misalnya,
baru sampai pada kegiatan mendiskusikan pelajaran. Di SMA XI
Jakarta, klub sains baru sampai pada upaya mengadakan herbarium
dan insectarium -- sama seperti yang dilakukan siswa di SMA
Negeri I dan II Kudus.
"Kami memang memerlukan guru yang dapat secara khusus membimbing
di bidang penelitian," kata Chaerul Bahri, Ketua klub sains SMA
Negeri XI Jakarta yang punya laboratorium baik. Di situ, Leily
Mahanum, guru pembimbing Biologi, mengatakan jika para siswa
bersedia berkumpul dalam klub sains setiap Sabtu sore dan Minggu
pagi, "sudah merupakan hal yang baik di Jakarta ini."Tapi itu
ternyata sulit.
Asril Astaman, pelajar SMA Bangkinang (60 km dari Pekanbaru)
memang sulit ditandingi kalangan pelajar di Jakarta.
Bertahun-tahun Asril mengamati anak ikan gurami di kolam dekat
rumahnya, sampai akhirnya ia menemukan hubungan antara tumbuhan
Gelinggang Gajah dan perkembangan ikan gurami. Dan Asril menjadi
pemenang ke-2 lomba karya ilmiah yang diselenggarakan Departemen
P&K tahun lalu.
Seperti Asril dan Baswardono, banyak remaja Indonesia lainnya
memasuki dunia penelitian tanpa guru pembimbing, mungkin pula
tanpa laboratorium maupun perpustakaan yang memadai. Siswa SMA
Negeri 414 Jayapura, Irian Jaya. misalnya, berhasil meneliti
berbagai hal yang dekat dengan lingkungan mereka.
Satu tim siswa sekolah di Jayapura itu tahun lalu menjadi
pemenang pertama lomba ilmiah LIPI dengan hasil penelitian
kehidupan ulat sagu yang menjadi makanan penduduk setempat.
Sebelumnya, siswa di situ meneliti tembelo, binatang seperti
cacing tapi hidup seperti ulat yang terdapat di sana. Juga
mereka meneliti pembuatan saguer, satu jenis minuman keras
tradisional Ir-Ja.
Meski begitu, tak banyak siswa SMA Negeri 414 Jayapura yang
berminat terhadap klub sains. "Minat siswa meneliti menjadi
terbatas, karena keterbatasan guru pembimbing dan dana," ujar
S.J. Dulkabar, seorang guru di sana.
Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, Rektor IPB yang juga Ketua Dewan
Juri Lomba Karya Penelitian Ilmiah Departemen P&K menganjurkan
supaya digerakkan "guru sukarelawan". Sarjana eksakta di daerah,
seperti dokter, insinyur pertanian dan lain-lain, dapat
dimanfaatkan sebagai pembimbing klub sains. "Klub sains ini
perlu dikembangkan, " kata Andi Hakim.
Dari klub ini diduganya akan banyak muncul bibit peneliti yang
akan mengembangkan ilmu pengetahuan di kemudian hari. "Kalau
dalam bulutangkis menjadi nomor dua saja berarti kalah," kata
sang rektor, "maka untuk sains menjadi nomor dua saja sudah hal
yang sangat berarti."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini