Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Gairah klub sains kini

Para siswa mendirikan klub sains ganesha science/sma negeri ii surabaya, remaja pencinta ilmu pengetahuan 'kresna'/sma fratiran) lomba karya ilmiah menumbuhkan gairah meneliti.(ilt)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK di bangku SMP Baswardono tertarik meneliti kupang (Phylum Mollusca). Minat itu dilanjutkannya di SMA Negeri 11 Surabaya. Dan lahirlah karya tulisnya berjudul Studi Pendahuluan Pengembangan Kupang sebagai Makanan Murah Cukup Gizi. Dengan karya tulis 19 halaman itu, ia berhasil menjadi pemenang pertama Lomba Karya Ilmu Pengetahuan yang diselenggarakan Departemen P&K tahun 1979. Dengan karya itu pula, tahun ini Baswardono berangkat ke Brussel (Belgia) mengikuti Kontes Ilmuwan Remaja Eropa. Baswardono satu-satunya dari Asia di antara 36 pesertanya. Dan hasilnya? Menteri P&K Daoed Joesoef pekan lalu menerima Baswardono, yang bersama 8 peserta lainnya berhasil masuk dalam kelompok dengan predikat "baik". Baswardono, 17 tahun, telah membentuk Ganesha Science Club dengan teman-temannya satu sekolah. Mereka masih melakukan berbagai penelitian sederhana. "Mutu penelitian akan meningkat dengan sendirinya," ujarnya. Sejak lomba karya ilmiah diselenggarakan LIPI maupun Departemen P&K gairah meneliti di kalangan pelajar ternyata bertumbuh. Siswa SMA Katolik Frateran Surabaya, misalnya, sangat bergairah. Yohan Budianto, pelajar sekolah itu berturut-turut dalam tahun 1979 dan 1980 menjadi pemenang lomba Ilmiah. Kini bersama Drs. Mardi Rahardjo, guru pembimbing kegiatan ilmiah, laboratorium kimia di lantai dua gedung sekolah Katolik di Jalan Kepanjen Surabaya ini, hampir tak pernah sepi. Murid kelas II IPA di situ sibuk mencari hubungan intensitas cahaya lampu di dalam reaksi ledakan gas Hidrogen (H2) dan Chlorida (Cl2). Hasil eksperimen ini akan mereka ajukan pada lomba ilmiah LIPI tahun ini. Para siswa SMA Frateran bahkan telah membentuk Remaja Pecinta Ilmu Pengetahuan "Kresna". Anggotanya juga datang dari berbagai sekolah di Surabaya. Klub sains juga dijumpai di SMA Negeri IV Yogya, yang tertarik pada Geofisika. Mereka pernah mengamati keaktifan gunung -- sambil mendakinya - dengan menghitung jumlah letusannya sehari. Mereka tertarik pula untuk mengetahui kedalaman air sumur penduduk Yogya. Peranan guru pada klub sains di SMA Yogya ini sekedar mendorong saja, belum membimbing. "Kegiatan kami hanya hobi saja, ketimbang ngebut," - kata Maliawan, seorang anggota klub sams di sana. Kebanyakan klub sains ini memang belum diarahkan kepada kegiatan penelitian ilmiah. Klub sains di SMA Negeri IV Medan, misalnya, baru sampai pada kegiatan mendiskusikan pelajaran. Di SMA XI Jakarta, klub sains baru sampai pada upaya mengadakan herbarium dan insectarium -- sama seperti yang dilakukan siswa di SMA Negeri I dan II Kudus. "Kami memang memerlukan guru yang dapat secara khusus membimbing di bidang penelitian," kata Chaerul Bahri, Ketua klub sains SMA Negeri XI Jakarta yang punya laboratorium baik. Di situ, Leily Mahanum, guru pembimbing Biologi, mengatakan jika para siswa bersedia berkumpul dalam klub sains setiap Sabtu sore dan Minggu pagi, "sudah merupakan hal yang baik di Jakarta ini."Tapi itu ternyata sulit. Asril Astaman, pelajar SMA Bangkinang (60 km dari Pekanbaru) memang sulit ditandingi kalangan pelajar di Jakarta. Bertahun-tahun Asril mengamati anak ikan gurami di kolam dekat rumahnya, sampai akhirnya ia menemukan hubungan antara tumbuhan Gelinggang Gajah dan perkembangan ikan gurami. Dan Asril menjadi pemenang ke-2 lomba karya ilmiah yang diselenggarakan Departemen P&K tahun lalu. Seperti Asril dan Baswardono, banyak remaja Indonesia lainnya memasuki dunia penelitian tanpa guru pembimbing, mungkin pula tanpa laboratorium maupun perpustakaan yang memadai. Siswa SMA Negeri 414 Jayapura, Irian Jaya. misalnya, berhasil meneliti berbagai hal yang dekat dengan lingkungan mereka. Satu tim siswa sekolah di Jayapura itu tahun lalu menjadi pemenang pertama lomba ilmiah LIPI dengan hasil penelitian kehidupan ulat sagu yang menjadi makanan penduduk setempat. Sebelumnya, siswa di situ meneliti tembelo, binatang seperti cacing tapi hidup seperti ulat yang terdapat di sana. Juga mereka meneliti pembuatan saguer, satu jenis minuman keras tradisional Ir-Ja. Meski begitu, tak banyak siswa SMA Negeri 414 Jayapura yang berminat terhadap klub sains. "Minat siswa meneliti menjadi terbatas, karena keterbatasan guru pembimbing dan dana," ujar S.J. Dulkabar, seorang guru di sana. Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, Rektor IPB yang juga Ketua Dewan Juri Lomba Karya Penelitian Ilmiah Departemen P&K menganjurkan supaya digerakkan "guru sukarelawan". Sarjana eksakta di daerah, seperti dokter, insinyur pertanian dan lain-lain, dapat dimanfaatkan sebagai pembimbing klub sains. "Klub sains ini perlu dikembangkan, " kata Andi Hakim. Dari klub ini diduganya akan banyak muncul bibit peneliti yang akan mengembangkan ilmu pengetahuan di kemudian hari. "Kalau dalam bulutangkis menjadi nomor dua saja berarti kalah," kata sang rektor, "maka untuk sains menjadi nomor dua saja sudah hal yang sangat berarti."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus