Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Revisionisme: di dalam & di luar ...

Revolusi kebudayaan tonggak sejarah revolusi cina. secara makro rk berhubungan dengan masalah nasional. bila dilihat secara mikro, konflik itu berkisar pada faktor klas seperti pekerjaan, dll.

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA tiga atau empat tahun yang silam, ketika Pikiran Ketua Mao masih jadi azimat revolusi di daratan Cina, Revolusi Kebudayaan (RK) atau lengkapnya Zichanjieji Wenhua Da Geming (Revolusi Besar Kebudayaan Proletariat) merupakan tonggak sejarah penting dalam revolusi Cina. Tak kurang dari Hua Guofeng sendiri yang di tahun 1978 masih menjabat ketua partai, perdana menteri dan ketua Komisi Militer dengan lantang berkata: "Tanpa Revolusi Kebudayaan, tiada RRC seperti sekarang inl." Sekarang keadaannya sudah sangat lain. Jelas sudah kampanye untuk menilai kembali Mao dan pikiran-pikirannya serta menempatkan kembali pada proporsi sebenarnya, tak lain dari gerakan untuk secara berangsur menghapus bekas-bekas dominasi Mao yang telah berlangsung tak kurang dari 40 tahun. Dalam kecenderungan semacam ini, Deng Xiaoping sendiri di tahun 1978 mengatakan: "Revolusi Kebdayaan telah dimanipulasikan oleh Jiang Qing, Lin Biao dan para pengikutnya buat menghabisi lawan-lawan mereka." Sabda Deng seolah-olah suatu salvo untuk mengadakan "pengganyangan anumerta" atas diri Mao dan ajarannya, terutama yang bertalian dengan RK. Sejak tahun 1978 bermunculanlah serangkaian tulisan, seminar maupun pernyataan yang isinya menyerukan penilaian kembali atas Mao dan Maoisme. Tendensi itu masih berjalan sampai sekarang. Patut dicatat, Mao pribadi tak pernah secara langsung dikritik. Semua kesalahan ditimpakan kepada Jiang Qing, Lin Biao dan kelompok mereka. Faksionalisme merupakan salah satu hal yang disebut sebagai ciri khas RK dan "kerunyaman terbesar" yang diwariskan oleh Lin Biao dan komplotan empat. Hu Yaobang sendiri, Sekretaris Jenderal PKC menulis dalam majalah teoritis partai Hong Qi (Panji Merah) dan mengatakan faksionalisme sebagai "bekas-bekas mentalitas kuno dan kebiasaan feodal penyebab timbulnya klik Lin Biao dan komplotan empat," yang menyebabkan "naiknya orang-orang tertentu ke panggung kepemimpinan partai sambil mencelakakan orang lain." Berbicara tentang Mao pribadi dan Maoisme, Huang Kecheng, seorang pejuang revolusi kawakan rekan Mao yang sekarang menjabat ketua Komisi Pengawasan Disiplin PKC menulis dalam Jiefangjun Bao (Harian Tentara Pembebasan). Ia berkata: "Sebagai tokoh terkemuka pembangun partai Ketua Mao telah beberapa kali menyelamatkan revolusi Cina dari krisis. Sayangnya, di tahun-tahun terakhir hayatnya ia melakukan kesalahan. Sesudah dasar-dasar sosialisme di Cina tercapai, ia tidak memfokuskan kerja partai ke pembangunan sosialis, melainkan menempatkan perjuangan klas sebagai tugas utama. Akibatnya ia mengacaukan perselisihan antara kita dengan pertentangan antara kita dengan musuh." Dalam skema terencana untuk mendiskreditkan RK ini bekas-bekas Pengawal Merah pun dijadikan alat propaganda. Baru-baru ini Beijing Review memuat wawancara dengan beberapa pemuda/pemudi yang di masa RK dulu menjadi aktivis. Orang-orang ini, yang semuanya berumur 30-an, mengakui bahwa RK cuma merupakan tindakan-tindakan anarkhis yang mengganggu ketenteraman dan kelancaran produksi. Mereka menuduh Lin Biao, komplotan empat dan para pengikut mereka telah memanipulasikan RK buat keuntungan politik kelompoknya. Sejalan dengan tendensi ini gejala paling menyolok adalah rehabilitasi atas orang-orang yang dulu jadi korban. Contoh hidup tentu saja Deng Xiaoping (arsitek Empat Modernisasi dan de-Maoisasi), Hu Yaobang (Sekretaris Jenderal Partai) dan Zhao Ziyang (Perdana Menteri), tiga serangkai yang merupakan tokoh kunci RRC sekarang. Yang menonjol tentu saja rehabilitasi anumerta atas Liu Shaoqi. Karyanya yang penting "Bagaimana Menjadi Komunis yang baik" juga diterbitkan kembali. Buku manual Liu itu sekarang digunakan sebagai alat penanaman kembali disiplin dalam partai yang sejak RK mengalami kemunduran. Berita terakhir dari daratan Cina mengatakan bahwa Song Qingling, janda "Bapak Revolusi Cina" Sun Zhongshan (Sun Yat-sen) telah diangkat jadi Ketua (Presiden) RRC. Sejak Liu Shaoqi digulingkan jabatan itu tetap dikosongkan. Song yang berusia lebih dari 80 tahun dan sakitan tentu cuma akan melakukan tugas protokoler belaka. Tapi, berat dugaan apabila Song sudah tiada nanti, akan diangkat seorang presiden yang punya kekuasaan eksekutif menentukan. Spekulasi yang lebih "berani" bahkan mengatakan, pengangkatan Song dipakai sebagai jalan pelancar duduknya Deng Xiaoping sebagai Ketua RRC. Jelas, ini menunjukkan gejala ke arah pra-RE. Revisi atas RK yang dijalankan para penguasa di Beijing berpengaruh besar ke kalangan ahli masalah Cina di luar RRC. Dulu, sejak meletusnya RK di akhir tahun 1965 sampai pertengahan tahun 70-an, para pengamat Cina melihat RK dalam konteks yang luas (makro). Mereka yang berada di "kiri" maupun "kanan" melihat pergulatan politik selama RK sebagai pertentangan antara golongan Maois dan non Maois. Yang tertarik pada peranan Pengawal Merah terpukau oleh daya tarik Mao terhadap generasi muda yang terpanggil oleh seruan untuk berevolusi. Sejak akhir tahun 70-an, sejalan dengan penilaian kembali atas Mao dan ajarannya di Beijing, ditambah dengan makin terbukanya negeri itu terhadap dunia luar, kecenderungan di atas sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan. Malahan bisa dikatakan bahwa dalam tahun-tahun terakhir ini telah muncul sekelompok "revisionis" yang tidak melihat RK sebagai bayangan konflik Maois lawan non-Maois. Termasuk ke dalam kalangan ini misalnya Hong Yung Lee yang menulis buku The Politics of the Cultural Revolution. Ia berusaha membuktikan bahwa di antara jutaan anggota Pengawal Merah didapatkan komposisi klas, taktik dan tujuan perjuangan yang berbeda. Semua itu membawa akibat terjunnya para pemuda ke dalam RK dilatarbelakangi oleh komposisi klas mereka, tidak hanya membeo kepada panggilan Mao. Studi Anita Chan dan kawan-kawannya atas para bekas aktivis Pengawal Merah di Kanton yang baru-baru ini dimuat dalam majalah China Quarterly menampilkan kesimpulan yang sama. Mark Blecher dan Gordon White yang menulis Micropolitics in Contemporary China menganalisa RK secara mikro. Kedua penulis itu berkesimpulan, memang kalau dilihat secara makro RK berhubungan erat dengan masalah-masalah nasional seperti jurang pemisah antara elitedengan massa, penerusan nilai-nilai revolusi, perubahan nilai-nilai budaya, dan penolakan terhadap individualisme. Namun, kalau dilihat secara mikro, konflik itu berkisar pada faktor-faktor "asal klas" (class origin) seperti pekerjaan, mobilitas, keuntungan diri, persahabatan, dan persoalan-persoalan pribadi lainnya. Debat tingkat nasional menyediakan retorik untuk diskusi lokal, tapi tidak menentukan isu utama mana yang akan jadi bahan perdebatan. Sumber konflik di tingkat lebih rendah berkisar pada masalah-masalah lokal yang kadang-kadang sepele, bukan persoalan politik tingkat tinggi. Pendapat tradisional yang menilai para pelaku kegiatan politik di Cina hanya sebagai mesin politik belaka dan tidak berhati nurani nampaknya akan ditinggalkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus