Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Lato-lato menjadi permainan yang tengah digandrungi berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Lato-lato sempat mendapat larangan di Amerika. Sementara di Indonesia, permainan ini tengah viral di masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski kini tengah menjadi tren di Indonesia, namun ternyata permainan itu sudah dimainkan sejak periode 1960-an. Lato-lato adalah mainan tradisional yang terdiri dari sepasang bola plastik atau karet yang terikat tali, sehingga membentuk bandulan.
Sejarah Lato-Lato
Dikutip dari laman Antara, sejarah lato-lato berawal dari Amerika Serikat. Di negara asalnya, permainan ini juga disebut sebagai clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, atau clankers. Beberapa istilah tersebut merujuk pada benda yang sama, yakni dua bola yang dihubungkan dengan dua utas tali. Cara bermainnya pun persis, sebagaimana lato-lato dimainkan di Indonesia.
Ketika dimainkan, kedua bola yang menggantung akan menimbulkan bunyi yang khas seperti 'clack-clack'. Bunyi tersebut kemudian mendasari penamaan mainan tersebut. Benda ini mirip dengan 'bolas', senjata berburu yang digunakan oleh para Gaucho atau penduduk di Pampas, Gran Chaco, dan Patagonia, Amerika Selatan.
Pada mulanya, clackers dibuat sebagai alat untuk mengajari anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata. New York Times menerbitkan catatan pada Agustus 1971 yang menunjukkan adanya kejuaraan dunia clackers.
Peristiwa bersejarah tersebut berlangsung di Italia, tepatnya di desa Calcinatello, dekat Brescia. Dimainkan sebagai kompetisi dunia, perlombaannya diikuti banyak peserta dari berbagai negara, seperti Belanda, Belgia, Swiss, Inggris, hingga Kanada. Semua negara itu berlomba untuk membuktikan kemampuan mereka bermain clackers di mata dunia.
Sejarah Lato-Lato hingga Dilarang di Amerika Serikat
Sebelum melakukan pelarangan, FDA sempat menguji banyak perusahaan untuk menemukan kecepatan dan potensi pecahnya lato-lato. Beberapa tahun setelahnya pada 1973, Consumer Product Safety Commission atau Komisi Keamanan Produk Konsumen muncul dengan banyak himbauan terhadap mainan ini.
Melansir website Komisi Keamanan Produk Konsumen Amerika Serikat (CPSC), U.S Marshall menyita 4.600 produk Lato-lato di Phoenix, Arizona pada 6 Desember 1985. Mereka menilai mainan tersebut berbahaya, karena mudah pecah dan melukai anak-anak. Lebih lanjut, mereka juga melarang penjualan lato-lato di Amerika Serikat.
Sejarah Lato-Lato di Indonesia
Kepopuleran clackers secara internasional merambah ke Indonesia. Sekitar tahun 1990-an, mainan ini populer dimainkan oleh anak-anak Indonesia.
Meski populer pada 1990-an, sejarah permainan lato-lato sudah dimainkan sejak 1970-an. Bentuk mainnya pun tidak berubah, hanya saja tidak lagi menggunakan kaca temper, tetapi diubah dengan plastik polimer.
Bahan ini dianggap jauh lebih aman dibanding pendahulunya. Meski demikian, permainan ini tetap berisiko pecah, tetapi dengan risiko partikel pecahan tidak membentuk proyektil layaknya kaca, melansir Quartz.
Saat ini, clackers di Indonesia lebih populer dengan sebutan lato-lato. Nama tersebut berasal dari bahasa Bugis dan berubah menjadi 'katto-katto' di Makassar. Sementara di beberapa daerah di Pulau Jawa, permainan ini dulunya disebut 'tek-tek' sebagaimana bunyi yang dihasilkan.
TAUFIK RUMADAUL