Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sebuah kebetulan sejarah ?

Di mata sebagian besar rakyat india, partai kongres identik dengan jawaharlal nehru. pasang surut pemerintahan partai kongres selama kemerdekaan india. peran politik nehru-gandhi.

1 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dinasti Nehru-Gandhi berkuasa selama 40 tahun sepanjang 44 tahun India merdeka. Bagaimana itu terjadi? Mereka diperlukan oleh Partai Kongres, atau mereka memperalat partai? INI bukan teka-teki sembarangan. Mana yang benar, apakah keluarga Nehru menguasai Partai Kongres, atau keluarga itu dikuasai partai tersebut? Jawabnya tak cukup dengan dua kalimat. Menurut sejumlah pengamat, teka-teki itu mesti dijawab setelah Jawaharlal Nehru, perdana menteri India dan Ketua Partai Kongres, meninggal dan Indira Gandhi, anak Nehru, beberapa lama kemudian terpilih meneruskan karier ayahnya. Setelah naik panggung kekuasaan dan menghadapi tantangan para senior dalam partai, Indira mempertahankan kedudukan dengan bertumpu pada "kultus pribadi", memanfaatkan nama harum sang ayah. Untuk itu ia rajin berkeliling daerah dan terjun langsung berhadapan dengan rakyat. Ini pada akhirnya membuat Partai Kongres, di mata sebagian besar rakyat India, identik dengan keluarga Nehru. Kata seorang pengamat, secara tak langsung itu juga akibat rendahnya pendidikan sebagian besar rakyat India. Kemudian, dengan kemauan sendiri atau karena didesak, sejumlah tokoh meninggalkan Partai karenanya. Para tokoh Partai Kongres yang cukup berbobot, kebanyakan menyempal, dan bergabung atau mendirikan partai lain. Akibatnya, para pemimpin yang tinggal, kebanyakan hanya berskala daerah, yang tidak dikenal secara nasional. Yang tampak mencuat hanyalah Indira, atau sebagaimana terbukti kemudian, keturunan Nehru. Perubahan karakter Partai Kongres itu terjadi saat Nyonya Gandhi menendang para bos tua partai yang dikenal dengan sebutan Sindikat pada 1969. Indira mengubah partai dari organisasi "bawah-ke atas" menjadi dari "atas-ke bawah". Dalam sistem lama, para bos partai mengembangkan basis kekuatan politiknya dari daerah masing-masing. Dengan dukungan suara pemilih dan patronase di daerah, mereka dapat barter dukungan dan kekuatan dengan para pemimpin partai tingkat nasional. Saat Indira mengikis para pemimpin regional, ia sadar akan mendapatkan tantangan dari bawah. Dengan mengesampingkan jaringan para bos, yang masing-masing punya basis di daerah, putri Nehru ini menggalang kekuatan melalui hubungan langsung dengan rakyat, dengan menekankan loyalitas pribadi. Dengan cara inilah, Indira memotong hubungan tokoh Partai di daerah dengan massanya. Padahal, tokoh-tokoh Partai Kongres lama itu semula benar-benar muncul dari bawah. Mereka para pemimpin yang di zaman perjuangan kemerdekaan sering masuk bui. Mereka penerus cita-cita Kongres Nasional India -yang tak lain adalah cikal bakal Partai Kongres -yang didirikan pada 1885 di Bombay. Kongres Nasional ini dibentuk antara lain untuk mendesakkan sebuah petisi, berisi tuntutan agar pemerintah kolonial Inggris lebih memberikan peranan politik pada bangsa India. Dalam perkembangan kemudian, Mahatma Gandhi, pada 1920-1930, mengembangkan Kongres, yang semula hanya organisasi para cendekiawan, menjadi organisasi massa. Ke dalam wadah politik inilah Motilal Nehru, pengacara asal Kashmir, bergabung. Pria berkasta tinggi Brahmana, ayah Jawaharlal Nehru, inilah yang mengawali hadirnya Nehru dalam Partai Kongres. Ia tak hanya anggota biasa. Tapi pada 1920, setelah hidupnya makmur karena praktek hukumnya, ia berhasil naik jadi pemimpin. Pada periode ini Partai Kongres memulai Gerakan Non-Kooperasinya. Ketika itu, bila seorang terpelajar India ingin berjuang memerdekakan tanah airnya, ke mana lagi bergabung bila tak ke Partai Kongres. Maka, Jawaharlal Nehru, anak sulung Motilal, yang lahir pada 1889, mengikuti jejak sang ayah. Pemuda tampan sarjana hukum lulusan Inggris ini meninggalkan praktek hukumnya, bergabung dengan Partai Kongres pada 1918. Biasanya, karena kegiatan politiknya, pada 1921 kedua Nehru dipenjarakan. Inilah awal keluar-masuk penjara bagi mereka -Jawaharlal, Mahatma Gandhi, dan para pemimpin Partai Kongres lainnya. Pada perkembangan selanjutnya dalam masa pergerakan kemerdekaan ini, keluarga Nehru ikut masuk bui, termasuk istri, anak, dan adik-adik Jawaharlal. Atas desakan Gandhi, Jawaharlal menggantikan posisi Motilal, ayahnya, dalam Partai pada 1928. Inilah cara Gandhi mengontrol Jawaharlal yang cenderung ke kiri. Sebab, Jawaharlal, yang ateis dan mengaku seorang sosialis, sempat membuat waswas kalangan pengusaha pendukung Partai Kongres. Untunglah, para pemimpin Kongres berhasil meyakinkan para industrialis India itu, bahwa Gandhi bakal mampu "menjinakkan" Jawaharlal. Dalam awal kepemimpinan Nehru muda, Partai Kongres menuntut kemerdekaan penuh dari Inggris. Sementara itu, ia berhasil mengembangkan keanggotaan partai: dalam dua tahun anggota melonjak dari setengah juta menjadi lima juta. Memang terjadi silang pendapat dan perebutan pengaruh antara sayap kanan dan kiri. Tapi dengan semboyan "Damai yang buruk masih lebih bagus ketimbang permusuhan yang baik", Nehru mendamaikan mereka. Partai Kongres di bawah pimpinan Nehru -yang dibimbing Gandhi -berhasil mengantar India ke gerbang kemerdekaannya pada 1947. Nehru pun menjadi perdana menteri India pertama. Dalam usia tak muda lagi (57 tahun), Nehru memulai tahap penting dalam hidupnya. Masalah komunal sejak awal merupakan problem bagi India. Khususnya kerusuhan berdarah antara kelompok muslim dan Hindu fanatik. Setahun setelah kemerdekaan India, Mahatma Gandhi tewas dibunuh seorang Hindu fanatik. Partai Kongres selama ini merupakan payung kelompok-kelompok nasionalis yang berbeda-beda pandangan, yang sepakat mengubur perbedaan sampai Inggris terusir dari India. Setelah kemerdekaan sejumlah tokoh memisahkan diri, dan membentuk partai sesuai dengan prinsip masing-masing. Banyak anggota Kongres sayap kiri kemudian bergabung dengan partai Komunis India. Kelompok lainnya membentuk Partai Sosialis. India menjadi republik pada 1950, Nehru dan para pemimpin Partai Kongres telah lama memperjuangkan sekularisme dalam negara India. Mereka berhasil. Konstitusi India yang baru sepenuhnya bersifat sekuler: tak ada agama negara, dan masalah negara dan agama dipisahkan. Nehru sendiri kemudian mengambil jalan dan sukses menerapkan apa yang disebutnya "Sosialisme Demokratis" untuk India. Ia mendukung undang-undang industri, yang mengizinkan negara membatasi, mengatur, dan mengontrol perusahaan swasta. Komisi perizinan pun dibentuk karena perusahaan swasta harus punya izin sebelum melebarkan sayap atau membentuk perusahaan baru. Peraturan ini dirancang untuk mencegah ekses-ekses. Yang terjadi, kekuasaan menumpuk pada para birokrat. Kekuasaan ini pada akhirnya menumbuhkan dan sangat meningkatkan korupsi kalangan pegawai pemerintah -dan berlangsung hingga kini. Kepemimpinan karismatis Panditji -gelar kehormatan bagi Nehru -menandai bahwa ia berasal dari kasta Brahmana asal Kashmir, sangat merebut hati rakyat India. Selama 17 tahun kepemimpinannya, partai Kongres selalu memenangkan pemilu dengan suara mayoritas. Dalam partai Kongres sendiri, boleh dikata hampir tak ada oposisi terhadap Nehru. Dalam usia 69 tahun, pada 1958, Nehru ingin turun panggung. Tapi niat ini ditentang keras oleh para eksekutif Partai Kongres dan mayoritas rakyat India. Konon, Nehru ingin pensiun karena ingin melewatkan waktunya dengan kedua cucunya, Rajiv dan Sanjay, anak Indira. Nehru akhirnya tetap menjadi perdana menteri sampai ajal menjemput pada 1964. Beberapa tahun sebelum kematian Nehru, masalah suksesi sudah ramai dipermasalahkan. Sang pemimpin menolak menunjuk pengganti. "Tak demokratis," katanya selalu. Walau Indira selalu medampingi tugas-tugas sang ayah, dan pada 1959 terpilih sebagai ketua Partai Kongres, Nehru tak pernah memberikan indikasi mempersiapkan sang anak untuk menggantikan posnya di pemerintahan. Bahkan saat para pemimpin Partai Kongres mengusulkan Indira didudukkan dalam salah satu pos kabinet, Nehru keras menampik. "Itu tak akan terjadi, selama saya masih Perdana Menteri," kata Nehru berkali-kali. Nehru juga berulang-ulang menyebut terpilihnya Indira sebagai ketua partai tak layak, selama ia masih memegang kekuasaan. (Konon, Indira masuk dalam jajaran pemimpin Partai Kongres sama sekali tanpa bantuan sang ayah. Jadi, boleh dikata tak ada niat Panditji untuk mendirikan dinasti Nehru.) Sepeninggal Nehru, terjadi persaingan ketat memperebutkan pos bergengsi itu di antara para pemimpin partai. Bahadur Shastri akhirnya terpilih. Indira, yang sangat terpukul atas kematian sang ayah, memilih pos menteri penerangan -tadinya ia ditawari kedudukan menteri luar negeri. Segera tampak, peran menonjol Indira dibandingkan anggota kabinet yang lain. Di rumah barunya -setelah meninggalkan Teen Mutri House -Indira meneruskan tradisi Nehru: tiap pagi, dari pukul 8 sampai 9, "membuka pintu" untuk berdialog dengan rakyat. Inilah indikasi pertama keharuman Nehru tak pudar setelah sang tokoh tiada. Dua tahun berselang, Shastri mendadak meninggal. Partai Kongres tak siap. Kembali terjadi persaingan berat untuk menggantikan Shastri. Moraji Desai, tokoh senior partai, segera mengumumkan niatnya menjadi perdana menteri. Tapi banyak pemimpin yang tak setuju tokoh kanan ini duduk di sana. Perlu beberapa hari sebelum para bos tua partai menjatuhkan pilihan pada Indira. Mereka rupanya tak sadar bahwa pilihan itu seperti halnya menandatangani kematian sendiri. (Tiga tahun kemudian, Indira menyikat habis mereka, dari jajaran pimpinan partai). Tapi mengapa Indira? Para pimpinan itu sangat mengharapkan kemenangan dalam Pemilu 1967, dan mereka paham benar bahwa itu bisa dicapai lewat pesona Nehru, dan itu bisa diberikan oleh keturunannya. Mereka merencanakan, menjadikan Indira boneka mereka, nantinya. Tapi rupanya bukannya Partai Kongres yang jadi populer, melainkan nama Indira Gandhi sebagai anak Nehru. Selama kampanye, ia jarang menyebut nama Partai Kongres. Nama dirinyalah yang dipertaruhkannya. Tentunya ini bukan salah Indira, bukankah partai memilihnya karena namanya? Kekuatan yang diperoleh Indira itulah yang membuatnya yakin bisa mengalahkan "Sindikat", ketika para bos partai itu mencoba memperalatnya. Dengan kata lain, yang terjadi sama sekali berbalikan dengan yang direncanakan oleh para bos. Dua tahun kemudian perpecahan dalam partai tak bisa dihindarkan. Indira, dengan melemparkan isu korupsi, berhasil mengalahkan "Sindikat". Moraji Desai dan kelompok konservatif dia tendang. Kini Indira memegang kemudi partai: menyikat siapa yang tak disuka, menempatkan mereka yang dianggapnya loyal. Dalam Pemilu 1971 sang "Ibu India" -demikianlah ia dijuluki massa pada Pemilu 1967 -kembali unggul. Tapi setahun kemudian, kondisi ekonomi India memburuk, karena kemarau panjang. Sejumlah skandal pun muncul, menyangkut beberapa anggota kabinet dan Indira sendiri. Para menteri dituduh menerima dana untuk Partai Kongres dari para penyelundup dan bos mafia. Indira dituduh memberikan sejumlah proyek yang disodorkan Sanjay, putra bungsu kesayangannya. Walau keras disangkal, ketidakpuasan meluas. Pada 1975, Sanjay mulai tampil dalam panggung politik. Ia mendampingi sang ibu dalam berbagai kesempatan, mengeluarkan perintah atas nama Indira, dan menjalankan sejumlah proyek nasional yang tak populer, termasuk sterilisasi paksa pada pria, dengan hadiah radio transistor kecil. Segera Sanjay dianggap sebagai "putra mahkota". Ia terus menempel dan membayangi Indira. Tapi, masih dalam tahun yang sama, Pengadilan Tinggi Allahabad mengejutkan India: memvonis Indira terbukti bersalah melakukan kecurangan dalam Pemilu 1981. Partai Kongres guncang. Indira dihukum 6 tahun tak boleh aktif dalam kancah politik, dan kursi perdana menteri pun harus ditinggalkannya. Tapi anak Nehru yang berhasil menyikat "Sindikat" ini bukan lagi politikus kemarin sore. Ia membalas dengan menerapkan keadaan darurat -konon, karena desakan Sanjay, yang takut proyek Marutinya diusut dan dibawa ke meja hijau. "Sekali mundur, tak akan muncul lagi," begitu, kabarnya, Sanjay menasihati sang ibu. Indira pun berhasil mempertahankan kekuasaan, dengan tangan besi: oposan ditangkapi. Tapi mungkin massa tak menutup mata. Dalam pemilu dua tahun kemudian, 1977, Indira kalah telak. Giliran Partai Janata pimpinan Moraji Desai memerintah India. Setahun kemudian Indira mendirikan dan menjadi pimpinan partai baru: Partai Kongres Indira atau dikenal dengan Kongres (I). Inilah rupanya taktik membersihkan diri dari noda lama, yang lekat pada nama Partai Kongres (lama). Dua tahun berselang Partai Janata pecah, pemerintahan amburadul. Pemilu dilaksanakan pada 1980. Kongres (I) unggul. Di tahun inilah, enam bulan setelah terpilih sebagai anggota parlemen mewakili Provinsi Uttar Pradesh, Sanjay tewas dalam kecelakaan pesawat. Rajiv, sang kakak, dipaksa tampil dalam pentas politik. Pilot Air India ini didesak para pemimpin Partai Kongres (I) untuk menggantikan kedudukan sang adik. Ternyata, ia sukses, meski pada wartawan ia selalu mengatakan, terjunnya ke dunia politik semata "untuk menolong Ibu". Lalu tragedi itu datang, 1984. Indira ditembak pengawalnya yang Sikh. Empat puluh menit setelah kematian Indira disiarkan radio India, Rajiv disumpah sebagai perdana menteri India. Simpati dari massa atas kematian Indira membuat Rajiv dan Partai Kongres (I)-nya unggul telak dalam Pemilu 1984 -kursi yang didapat terbanyak dalam sejarah partai. Dipuji di dalam dan di luar negeri pada awalnya, pemerintahan Rajiv ternyata tak berjalan mulus. Ia dituduh dimanfaatkan oleh rekan-rekan dekatnya yang dijadikan pejabat dalam pemerintah. Bahkan kemudian muncul skandal Bofors-Gandhi dan kliknya menerima komisi dari pabrik senjata Swedia. Pemerintahan Rajiv dianggap korup. Dalam Pemilu 1989, Kongres (I), walau masih dapat suara paling banyak, tak mendapat suara mayoritas. Rajiv pun mundur. Tapi pemerintahan baru jatuh bangun dalam waktu singkat. Pemilu pun dipercepat. Inilah pemilu terakhir bagi Rajiv, yang tak sempat ia saksikan hasilnya. Pemilu ini pula yang merupakan batas akhir dinasti Nehru-Gandhi. Soalnya, sampai akhir pekan lalu, Sonia, janda Rajiv, menolak tawaran Partai untuk mengisi kekosongan kursi ketua (lihat Sonia, Seorang Istri). Dan Partai Kongres? Meski Kongres oleng, sebagaimana ejekan musuh-musuhnya, inilah peluang baik untuk berbenah diri, menyingkirkan gaya kepemimpinan otoriter. Masih banyak yang berharap, partai tertua di India inilah, berdasarkan ideologi partai, yang bisa aman membawa negeri Mahabharata dan Ramayana ini sebagai negeri yang tak mementingkan satu golongan atau kelompok di atas kelompok lain. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus