Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamis pekan lalu, di Washing-ton DC, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat bertemu Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda. Dan, tentu saja, pembicaraan mereka tak banyak beringsut dari ”sanksi untuk Iran”.
Ya, di luar sidang, mereka membicarakan topik yang sama, dan itulah pembicaraan RI-AS ketiga sejak Senin pekan lalu. Sebelumnya, Presiden George Walker Bush menelepon Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu, Condoleezza Rice melanjutkannya: mengontak koleganya, Menlu Hassan Wirayuda.
Indonesia bersama Qatar dan Afrika Selatan telah bersuara lain menyikapi kesepakatan enam anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Di antara sorotan dunia, inilah momen yang bakal menunjukkan demokratis-tidaknya dewan yang didominasi oleh negara-negara dengan kekuatan militer-ekonomi superior itu. Duta Besar Afrika Selatan untuk PBB, juga Ketua DK PBB, Dumisani Kumalo, mengingatkan agar semua anggota diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka.
Indonesia dan Qatar dalam satu kubu. Dua negara itu menginginkan adanya tambahan dalam draf resolusi itu: Timur Tengah yang bebas dari senjata pemusnah massal dan semua rudalnya di bawah NPT tanpa kecuali. Tentu saja, AS menolak usulan itu, karena Israel bakal terkena dampaknya. Israel tak pernah menyetujui NPT, bahkan AS pada 2000 membuat perjanjian nuklir dengan Israel.
Berbeda dengan Indonesia dan Qatar, Afrika Selatan meminta eksekusi sanksi ditunda selama 90 hari. Untuk mendinginkan suasana, menunggu negosiasi politik dengan Teheran. Namun, AS khawatir tiga negara itu mempengaruhi tujuh anggota tak tetap lainnya. Karena para pemilik kuasa atau hak veto ingin draf sanksi itu disetujui secara bulat oleh semua anggota DK PBB.
Karena itulah Bush dan Rice tak segan-segan turun langsung melobi Indonesia, karena draf sanksi ini adalah agenda Amerika Serikat untuk menekan Iran.
AT (Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo