Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota parlemen dari partai penguasa, Partai Nasional Demokratik (NDP), menghadiahi sebuah lelucon bikinan Presiden Husni Mubarak buat rakyat Mesir, Senin pekan lalu. Itulah 34 pasal hasil amendemen konstitusi yang oleh perancangnya (baca: Mubarak) dimaksudkan sebagai reformasi konstitusi.
Reformasi yang, di mata kalangan oposan, secara ironis malah memperkokoh kekuasaan Mubarak yang sudah berusia dua dasawarsa.
Maka, hari itu aktivis oposisi dari kalangan sekuler maupun agamis menggelar demonstrasi di luar gedung parlemen di Ibu Kota Kairo. Ada spanduk bertulisan ”Tidak untuk Amendemen”. Ada juga yang lebih kasar: ”Enyahlah Gang Kriminal Pemerintah”. ”Sertifikat kematian konstitusi telah dikeluarkan,” ujar Hamdeen al-Sabahi anggota partai oposisi Karama.
Protes juga berlangsung di dalam gedung parlemen menjelang akhir perdebatan amendemen konstitusi itu. Sejatinya yang terjadi bukanlah perdebatan, karena sekitar 113 anggota parlemen, sebagian besar dari Ikhwanul Muslimin, organisasi keagamaan terbesar di Mesir, memboikot persidangan terakhir parlemen untuk membahas amendemen itu. ”Ikhwan tak bisa menjadi saksi kejahatan konstitusional,” ujar Saad el-Katatni, juru bicara Ikhwan di parlemen.
Pemungutan suara berakhir menjelang malam, sehari lebih cepat dari rencana. Didukung 315 suara yang sudah dapat dipastikan suara anggota NDP sebagai mayoritas di parlemen. ”Dengan darah dan jiwa kami mengorbankan diri kami untuk Anda, Mubarak,” teriak anggota parlemen dari NDP.
Salah satu amendemen melarang pembentukan partai politik berdasarkan agama. Sasaran tembaknya jelas: Ikhwanul Muslimin, blok politik oposisi terbesar di parlemen dengan 88 dari 454 kursi hasil pemilihan umum 2005. Berdasarkan undang-undang darurat, Ikhwanul Muslimin selama ini adalah organisasi terlarang. Anggota Ikhwan ikut pemilu yang lalu sebagai kandidat independen.
Dengan amendemen konstitusi ini, pupus harapan anggota Ikhwan berpolitik dengan ”jubah” Ikhwanul Muslimin. Konstitusi menekuk Ikhwanul Muslimin sebelum organisasi itu berkembang menjadi pesaing politik yang serius bagi NDP. ”Tujuan Pasal 1 dan 5 adalah mencapai persatuan nasional di Mesir, sementara mereka (Ikhwan) ingin mengeksploitasi agama untuk mengamankan tujuan mereka sendiri,” kilah Safwat el-Sherif, Sekretaris Jenderal NDP.
Amendemen lain mensyaratkan setiap kandidat presiden berasal dari partai yang memiliki setidaknya tiga persen kursi di parlemen, dan hanya NDP yang memenuhi syarat itu. Kalangan oposisi juga marah dengan munculnya komisi independen untuk memonitor pemilu, karena akan mengurangi peran hakim mengawasi pemilu. Pada pemilu 2005 hakim berani menyemprit partai penguasa yang mencurangi pemilu.
Selain itu, amendemen mengubah undang-undang darurat yang diterapkan sejak peristiwa pembunuhan Presiden Anwar Sadat pada 1981 dengan memberi hak kepada polisi kekuasaan untuk menahan dan memberangus aktivitas politik. Presiden juga berkuasa mengirim terdakwa kejahatan terorisme ke pengadilan militer. Celakanya, keputusan pengadilan militer tak memberi peluang kepada terdakwa untuk mengajukan banding.
Mubarak kini 78 tahun, masih segar-bugar, dan menjalani periode kelima sebagai presiden. Kelompok oposisi percaya Mubarak berusaha mewariskan kursi presiden kepada anaknya, Gamal, 42 tahun. ”Rezim penindas berusaha menjamin berlangsungnya transfer kekuasaan secara mulus kepada Mubarak Junior,” ujar Hazem Faruq, anggota parlemen Ikhwan. Tapi Mubarak menyangkal.
Debat atas amendemen itu berlangsung sekitar tiga bulan. Husni Mubarak menggunakan inisiatifnya pada 26 Desember tahun lalu agar parlemen mengamendemen 34 pasal konstitusi. Kala itu Amerika mendorong Mesir melakukan reformasi politik sebagai pintu masuk bagi kampanye reformasi politik ke negara Arab lainnya.
Mesir adalah negara pengutang Amerika terbesar setelah Israel. Amerika menggelontorkan US$ 28 miliar untuk dana pembangunan, dan US$ 33 miliar bantuan militer sejak Mesir berdamai dengan Israel pada 1979. ”Kami mendukung aspirasi demokratis seluruh rakyat (Mesir),” ujar Menteri Luar Negeri Amerika Condoleezza Rice kala itu.
Namun, ketika Ikhwanul Muslimin berhasil menguasai seperlima kursi parlemen, Presiden George W. Bush memelintir reformasi politik di Mesir. Menurut Rice, Amerika tak dapat mengadili Mesir atau mendikte Mesir. ”Kami memahaminya,” ujar Rice.
Raihul Fadjri (Guardian, BBC, Washington Post, AFP, Al-Ahram Weekly)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo