SEBUAH teater mahakolosal sekali lagi terulang di Berlin Barat. Mulai Jumat pekan lalu semua transportasi umum ke Barat penuh. Kereta Berlin-Munich, yang sejak Jumat itu meluncur tiap satu jam, pun tak menyisakan ruang kosong. Jalan-jalan kembali macet. Di Berlin Barat, menjelang masuk jalan-jalan di pusat-pusat pertokoan dan hiburan, polisi meminta para turis Jerman Timur yang cuma hendak cuci mata dan belanja meninggalkan mobilnya, dan meneruskan piknik mereka dengan jalan kaki. Dan sekali lagi, toko, bank, juga kantor pos diminta buka sepanjang Sabtu dan Minggu. "Uang selamat datang" 100 DM Jerman Barat tetap disediakan bagi mereka yang baru kali ini masuk Jerman Barat. Mereka yang sudah pernah menerimanya tak lagi bisa mengantungi hadiah dari Pemerintah Bonn itu. Memang, Jerman Timur belum lagi akan menjadi negeri tanpa rakyat. Menurut Departemen Dalam Negeri Jerman Timur, hanya lebih dari 37.000 dari 9,5 juta pemegang visa (dihitung dari sejak Tembok Berlin dibuka sampai akhir pekan lalu) yang memutuskan untuk seterusnya tinggal di Barat. Ada kecemasan di pihak oposisi Jerman Timur, dibukanya Tembok Berlin akan dijadikan alasan buat penguasa untuk mengerem glasnost dan perestroika, yang mulai diterapkan ujung-ujungnya oleh Egon Krenz sejak ia meneruskan kepemimpinan Erich Honecker, 1 Oktoher lalu. Kekhawatiran itu agaknya berlebihan. Dua hal pokok yang menyebabkan eksodus tak akan dalam waktu dekat terhapus dari Jerman Timur: tiadanya kebebasan berpolitik dan kesejahteraan ekonomi. Dua hal itulah pendorong kuat arus eksodus. Itulah pula yang menyebabkan Thomas List beserta istri dan anaknya pindah ke Hannover, beberapa lama lalu. "Kami yakin, perubahan tak akan datang dalam waktu dekat," kata Thomas, 29 tahun, seorang teknisi televisi, kepada majalah Life. "Padahal, kami ingin agar anak kami punya masa depan yang lebih baik." Thomas dan istrinya, Birgit, mencita-citakan anaknya kelak tak hidup tertekan seperti mereka. Mereka sudah merencanakan, bila mereka sudah berada di Barat, yang pertama mereka lakukan adalah mencarikan taman kanak-kanak buat Andre, anaknya yang kini 4 tahun itu, lalu baru mencari pekerjaan buat dirinya dan istrinya. Harapan mereka, kelak si anak bisa bekerja menurut kemampuan dan pilihannya sendiri, tak harus ditentukan apakah bapaknya anggota partai atau bukan. Sudah lama keluarga yang tinggal di Wilburg, Jerman Timur, yang berpenghasilan 1.200 DM (nilai tukar nyata sekarang sama dengan US$ 65) ini menabung. Tapi tiga kali Thomas minta visa ke Hungaria, dan selalu gagal. Untuk lari, pengalaman seorang familinya mencemaskan: tertangkap dan kemudian masuk kurungan. Tapi hasrat itu makin hari makin kuat. Dan akhirnya dicarilah akal. Ia mengajukan visa berlibur ke Bulgaria. Pulang dari Sofia, ibu kota Bulgaria, Thomas tak naik pesawat tapi kereta api. Perjalanan Sofia-Jerman Timur lewat Rumania dan Hungaria. Thomas beruntung, di stasiun di Budapest tak ada tentara berjaga-jaga. Loloslah keluarga ini, yang lalu meneruskan perjalanan ke Jerman Barat. Kesejahteraan ekonomi tak akan datang dalam waktu cepat. Justru program pencabutan subsidi, menurut pengalaman Polandia, misalnya, hanya menyebabkan harga barang membubung. Dibuka atau belum Tembok Berlin tampaknya tak mencegah arus eksodus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini