SEBUAH karikatur muncul di koran Jerman, Ahad pekan ini, saat pemilu Jerman bersatu berlangsung. Karikatur itu menggambarkan Kanselir Jerman (Barat) Helmut Kohl dan menteri keuangannya sibuk mencari sinonim kata "kenaikan pajak" di dalam kamus. Bahwa PM Kohl dan Partai Uni Demokrasi Kristen (PUDK) bakal unggul dalam pemilu sudah diduga jauh sebelumnya. Yang diragukan, janji Kohl untuk tidak menaikkan pajak, untuk membiayai pembangunan Jerman Timur. Maka, Kohl, dalam karikatur, mencari sinonim kata itu, untuk tetap menaikkan pajak tanpa mengingkari janji. Perhitungan suara terakhir Senin pekan ini mencatat PUDK unggul hampir 44% dan, anggota koalisinya, Partai Demokrat Bebas (PDB), mendapat 11%. Sementara itu, Partai Sosial Demokrat (PSD), oposisi, harus menerima kekalahan pahit: hanya memperoleh 33,5% suara. Kekalahan Partai Kiri ini tampaknya semacam hukuman atas sikap penolakan menghadapi isu penyatuan Jerman. Banyak pihak menilai PDB-lah pemenang sebenarnya dalam pemilu Jerman ini. Perolehan partai liberal ini, yang terbaik sejak 1961, merupakan hasil kepopuleran Hans Dietrich Gencher (yang menjabat menteri luar negeri dalam kabinet Kohl). Gencher, yang lahir di Halle Jerman Timur dan lari ke Barat tahun 1952, menjadi tokoh favorit di wilayah Jerman Timur. "Bonus reunifikasi jatuh pada pundak Gencher ketimbang sang kanselir," ujar pakar sejarah Jerman Johanes Gross. Gencher selama ini dikenal sebagai arsitek sebenarnya penyatuan Jerman. Namun, menyatukan Jerman tentu tak cuma masalah menghapuskan batas negeri. Itu juga berarti mengangkat ekonomi Timur yang ketinggalan, setara dengan Barat. Repotnya, salah satu usaha meletakkan landasan pembangunan dengan menswastakan industri, tampaknya, macet. Dari 8.000 perusahaan yang ditawarkan, sejak pemerintahan Jerman Timur, baru 29% perusahaan yang laku. Para pengusaha enggan membeli, antara lain karena sulit mengukur nilai sebenarnya perusahaan di Jerman Timur yang kekurangan tenaga terampil dan ketinggalan mesin-mesinnya. Banyak yang meramalkan tahun-tahun mendatang Kohl, yang terkabul cita-citanya menjadi kanselir pertama Jerman bersatu setelah Perang Dunia II, bakal menghadapi tugas berat. Malam pemilihan Ahad kemarin, kata seorang komentator TV, merupakan pesta terakhir perayaan Jerman bersatu. "Kehidupan sehari-hari dimulai sejak saat ini," kata sang komentator. Kemenangan Kohl, 60 tahun, jelas tak terpisahkan dari kepiawaiannya menangkap kesempatan. Ketika itu, warga Jerman Timur merindukan kebebasan, dan warga Jerman Barat merasa wajib membebaskan saudara-saudara mereka dari rezim komunis. Lihat saja, ketika Tembok Berlin dibuka, warga Barat menunggu warga Timur di gerbang dengan hadiah-hadiah. Lalu, Kohl pun menggiring penyatuan Jerman, sebelum warga Barat melihat masalah bahwa beban memajukan ekonomi Timur bisa berarti mengurangi kemakmuran Barat. Yang jelas berkembang ternyata bukan Timur, tapi Kohl sendiri. Ia dari pemimpin yang tampak canggung di muka publik menjadi negarawan bertaraf internasional yang percaya diri. Hilang sudah figur yang ragu-ragu dan introvert, yang sering kecut pada wartawan. Juga tak ada lagi gagap yang memalukan dalam pertemuan internasional. Kohl yang baru tampil rileks, dan sangat percaya diri. Sebenarnya, Kohl, yang tingginya 1,93 meter dan berbobot 115 kg ini, tak siap, seperti orang lain, saat Tembok Berlin terpaksa dibuka oleh pemerintah Jerman Timur. Namun, ia cepat sembuh dari kekagetan, dan langsung mengambil inisiatif menyatukan Jerman. Mengabaikan buku-buku teori ekonomi dan nasihat Bundesbank, bank sentral Jerman Barat, yang sangat berpengaruh, ia menyatukan ekonomi Jerman pada 1 Juli silam. Hubungan akrab Kohl dengan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev -- mereka saling memanggil dengan nama kecil -- banyak menolong menembus keengganan Moskow menghadapi penyatuan Jerman, dan masuknya Jerman bersatu dalam NATO. Kohl, anak pegawai negeri rendahan, lahir 3 April 1930. Penganut Katolik Roma ini lulusan jurusan sejarah Universitas Heidelberg. Ia meniti karier politik di kampung halaman. Ayah dua anak ini kemudian terbukti mampu muncul sebagai pemimpin tingkat nasional (Jerman Barat) yang memenangkan pemilu dua kali (1983 dan 1987). Pemilu kali ini pun istimewa bagi Kohl. Pertama kali ia memenangkan pemilihan sebagai anggota parlemen. Para pemilih Jerman mendapat dua macam pemilihan: satu untuk kandidat secara pribadi dan lainnya untuk partai. Kandidat yang gagal dalam pemilihan masih bisa masuk parlemen melalui daftar partai. Kohl, yang menjadi PM pada 1982, tahun ini memenangkan dua-duanya. Yang kini ditunggu, bisakah ia "memenangkan" bagian Jerman yang dulu bernama Republik Demokrasi Jerman. Menurut laporan terakhir, mulai tampak bekas warga Timur yang menjadi pengemis di Berlin Barat. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini