SUSAH dipahami, tapi itulah konsekuensi demokrasi. Tadeuz Mazowiecki, perdana menteri nonkomunis pertama di negara Eropa Timur sejak Stalin, harus kalah dalam putaran pertama pemilu di Polandia Ahad pekan lalu. Yang menyodoknya bukanlah Lech Walesa, pemimpin dan pendiri serikat buruh bebas Solidaritas. Walesa memang meraih 40% suara, dan Mazowiecki 18%. Yang di luar dugaan, calon ketiga yang bagaikan muncul dari gelap, Stanislaw Tyminski yang tak dikenal, imigran dari Kanada, meraih 23% suara. Pesimistis dengan hasil itu, Mazowiecki mengundurkan diri pekan lalu, sebelum pemilu yang menentukan diadakan Ahad pekan depan. Ia rupanya begitu kaget, seorang "kuda hitam" membuatnya jadi pecundang. Maka, meski masih mengkritik saingannya, Lech Walesa, ia pun menganjurkan pada pengikutnya agar dalam pemilu lanjutan memilih pendiri Solidaritas itu. Popularitas Tyminski memang cepat menanjak. Tampak berwajah makmur, berkaca mata, dan bahasa Polandianya sangat beraksen asing, calon yang berusia 42 tahun ini punya latar belakang yang tampak meriah dibandingkan Walesa maupun Maskowiecki. Orang Polandia yang dibesarkan di Kanada ini mengaku, sebagai "calon perdana menteri Kanada, sebagai milyuner, dan sebagai pekerja suka rela di Peru". Pada kenyataannya memang ia punya sebuah pabrik yang dijalankannya secara otomatis, yang mempekerjakan 10 karyawan di Toronto, Kanada. Ia juga punya sebuah rumah makan dan pemancar televisi di Peru. Ia pun menulis buku, berjudul Holy Dogs, yang antara lain berisi artikel "Bagaimana Menjadi Kaya," dan "Bagaimana Membangun Amerika di Polandia." Kampanyenya pun provokatif. "Saya akan membuat Polandia kaya dalam sebulan," katanya. Lalu ia mengkritik pemerintahan Mazowiecki, yang katanya "menjual negara pada pengusaha asing murahan". Sang jagoan kawakan, Lech Walesa, 47 tahun, tak mau kalah. "Kalian ingin milyuner? Aku punya dua, dan kini sedang bekerja di kantor kampanyeku," balasnya. Lalu ia mengatakan bahwa cita-citanya tak berubah, untuk menyejahterakan rakyat biasa. Maksudnya, ia mendukung gagasan menteri keuangan sekarang, Leszek Balcerowicz (yang diserang oleh Tyminski karena kebijaksanaannya menekan inflasi menyebabkan ekonomi Polandia "hancur"), yang menciptakan iklim buat usaha kecil, menciptakan pajak rendah, dan mempercepat privatisasi. Namun, dalam putaran pekan ini, kampanye yang tinggal diikuti dua calon itu berubah seru. Awal pekan ini Walesa menuduh saingannya pernah menjadi anggota polisi rahasia Polandia, Sluzba Bezpieczenstwa, dan siap mencampakkan Revolusi Solidaritas. Tentu saja Tyminsksi menolak tudingan itu. Ia balik menuduh, "Sebenarnya justru Tuan Walesa yang punya kesempatan lebih besar jadi anggota KGB karena ia tinggal di Polandia." Di negeri 38 juta ini, yang belum lama bebas dari komunisme, dua calon sama-sama menarik. Walesa tentu sudah banyak dikenal. Ia, yang selalu mengkritik Mazowiecki sebagai "lamban melaksanakan hak pribadi", diharapkan mampu mewujudkan hal-hal yang dikritikkannya. Sementara itu, Tyminski, yang memang tampil perlente, memenuhi impian orang-orang yang hidup di negeri yang standar hidupnya turun 30% sejak tahun lalu. Parahnya inflasi Polandia di masa masih berpaham komunis, konon sampai 300%, memang menyulitkan Mazowiecki, seorang pemikir yang serius, yang terpilih memimpin Polandia segera setelah komunisme runtuh. Kini, setelah Mazowiecki mundur, dan menganjurkan rakyat Polandia memilih Walesa, tampaknya Tyminski terancam kalah. Namun, dalam alam demokrasi segalanya mungkin terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini