SUATU malam pertengahan Juni lalu, sebuah jip berwarna gelap
berhenti di tengah jembatan Sungai Cimedang, sekitar 70 km
sebelah timur Tasikmalaya, yang membatasi Kabupaten Ciamis dan
Tasikmalaya. Beberapa penduduk yang sedang meronda melihat
kendaraan tersebut berhenti sebentar di tengah jembatan,
berputar, lalu ngebut kembali ke timur, arah semula jip itu
datang.
Peristiwa itu nyaris tak menarik perhatian jika esok harinya
penduduk yang tinggal di dekat jembatan tak menemukan sesosok
mayat tersangkut di akar pepohonan di tepi barat sungai.
"Tenggorokan mayat itu luka menganga, kepala pecah, dan darah
keluat dari mulut, hidung, dan lubang luka itu," ujar Sabeni
(bukan nama sebenarnya), seorang pencari ikan dari Desa
Sindangsari, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis.
Tak ada identitas diri ditemukan pada mayat pria berusia tiga
puluhan tahun itu, kecuali tubuhnya yang penuh rajah. Oleh
penduduk yang pagi itu berniat mandi, mayat itu didorong ke
tengah sungai dan dihanyutkan ke hilir. "Kita tidak ingin urusan
dengan polisi. Makanya mayat itu tidak kita laporkan," ujar
seorang penduduk Desa Tawang, Kecamatan Panca Tengah, Kabupaten
Tasikmalaya. Masyarakat setempat berharap, mayat itu dibawa arus
ke laut selatan yang jaraknya sekitar 18 km dari jembatan
Cimedang.
"Setelah kejadian malam itu, hampir tiap dua malam sekali jip
warna gelap itu melewati desa kami dan berhenti di jembatan,"
cerita Icang, seorang penduduk Desa Tawang yang lain. Dan bisa
dipastikan, setelah kunjungan jip itu, esoknya sesosok mayat
penuh luka ditemukan tersangkut di pinggir sungai.
Tak seorang penduduk pun berniat mengetahui dari dekat apa yang
dikerjakan jip misterius itu. "Tugas penduduk desa adalah
bertani. Sedang pembunuhan itu urusan yang berwajib," kata
Icang. Sampai sepekan menjelang Lebaran, penduduk sepanjang
tepian sungai itu telah menemukan 18 mayat, seorang di antaranya
perempuan. Semuanya tak mempunyai tanda pengenal, namun semuanya
bertato. Mereka tewas dengan kepala remuk atau leher dijerat
tali plastik. Semua penemuan itu tak dilaporkan pada kepolisian
setempat.
Penduduk Desa Sindangsari dan Tawang tampaknya tak berniat
menguburkan mayatmayat yang mereka temukan. "Mayat itu kan mayat
residivis yang selama ini merongrong rakyat," kata Kasni (bukan
nama sebenarnya), penduduk Desa Sindangsari. Jika mayat
terdampar di tepi barat sungai, yang berarti wilayah
Tasikmalaya, penduduk mendorongnya ke tengah, dan biasanya
kemudian tersangkut di tepi timur sungai. Penduduk tepian ini
kemudian ganti mendorong mayat itu ke tengah sungai lagi.
Akibat ditemukannya mayat misterius itu penduduk sepanjang
tepian sungai itu selalu was-was bila mandi atau mencuci di
kali. Mereka khawatir kalau tiba-tiba muncul mayat yang
mengambang. Para pencari ikan juga mengeluh. Masyarakat menolak
membeli ikan yang ditangkap dari Sungai Cimedang karena khawatir
ikan tersebut telah memakan mayat.
Penduduk kedua desa itu pun sepakat buat mengajukan keberatan
agar mayat tak dibuang lagi di sungai. Tapi kepada siapa?
Bukankah pelaku pembunuhan misterius itu tak diketahui. Lewat
beberapa wartawan yang berkunjung ke wilayah itu, mereka
mengimbau agar di waktu mendatang mayat digeletakkan di pinggir
jalan. "Kami yang akan menguburkannya," kata seorang tokoh
masyarakat setempat.
Untuk itu setelah Lebaran penduduk menggali tiga lubang kubur di
sebuah kebun di Desa Sindangsari. Namun upaya itu ternyata
sia-sia. Sebab setelah itu tak ada lagi mayat misterius yang
kelihatan mengambang di Sungai Cimedang. Tiga lubang besar itu
pun masih menganga sampai sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini