Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ada dor, ada ya. ada tidak.

Penembakan misterius, ada yang pro dan kontra. jumlah kejahatan menurun. juga ada hasil sementara poll pendapat.(nas)

6 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH karung hanyut berbau busuk mengambang di Sungai Ciliwung di Jakarta Utara, Kamis sore pekan lalu. Segera orang pun berkerumun di pinggir kali di depan kompleks Akademi Ilmu Pelayaran di dekat masjid. Bisik-bikik cepat menjalar: "Mayat korban penembak misterius". Polisi, yang mendapat laporan, segera tiba. Petugas dari Yayasan Palang Hitam organisasi sosial yang mengurusi pemakaman -- didatangkan, lengkap dengan mobil jenazah. Kerumunan orang makin membesar. Banyak yang menutup hidung, tidak tahan bau busuk yang menyerang. Lalu lintas macet. Akhirnya karung yang mengeluarkan bau yang dahsyat itu dibuka. Isinya: bangkai babi. Tak ayal, gerutu dan caci-maki segera berlontaran. Kerumunan bubar. Orang sekarang ini tampaknya seperti latah dengan berita "mayat korban penembak misterius". Maklum: hampir setiap hari korban memuat cerita -- dan foto -- korban, dengan tubuh berlubang oleh sejumlah peluru. Terbuang. Bahkan di Wonosobo, kota sepi di Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, dikabarkan sampai pekan lalu enam orang yang dikenal sebagai penjahat ditemukan tewas tertembak. Tubuh mereka dihiasi rajah. Hingga Rabu pekan lalu, di Pontianak, Kalimantan Barat, paling tidak delapan korban penembak misterius telah ditemukan. Di Samarinda, Kalimantan Timur, mayat Karim, yang dikenal sebagai datok (pimpinan) penjahat setempat pekan lalu diketemukan tergeletak di pinggir jalan Yos Sudarso. Lalu di Jakarta dan Jawa Barat pun muncul istilah baru: "petrus", kependekan dari penembak misterius. Salah satu korban "petrus" di Jakarta yang terakhir, ditemukan Minggu pagi lalu di pinggir jalan bebas hambatan Jagorawi. Sepuluh luka tembakan dijumpai di tubuh pria berumur dua puluhan tahun. Tidak ada identitas diri pada mayat itu. Bekas rajah di lengannya tampaknya telah dicoba dihilangkan. Namun tato berwujud tulisan di kaki kirinya "Aku rela demi kau," masih utuh. Sepuluh lubang peluru yang mengkoyak habis tubuh korban, ternyata bukan rekor. Dr. Abdul Mun'im Idries, Sekretaris Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, mencatat seorang korban penembakan misterius yang ditemukan 25 Juli di Jalan Jagorawi dengan 11 lubang peluru malah ada yang "termakan" 12 peluru. "Kami juga pernah memeriksa mayat yang mempunyai lima selongsong peluru di kepalanya," ujarnya. LKUI selama ini menangani mayat korban kejahatan di Jakarta dan sekitarnya. Belakangan ini ada lagi cara baru. EdiJoni, jeger (gali) Pasar Johar, Karawang, 28 Juli pagi ditemukan tewas dipangkek (dijerat) dengan tali plastik. Mayat Edi yang suka memeras sopir dan pedagang itu ditemukan tersandar di sebuah kandang kambing tak jauh dari rumahnya. Selain dijerat, kepalanya juga dibacok dengan senjata tajam. Menurut data yang tercatat di LKUI korban yang ditangani lembaga tersebut sejak Mei sampai akhir Juli 1983 berjumlah 69. "Itu kasus yang dilaporkan. Masih ada kasus-kasus lain yang tidak dilaporkan," kata Mun'im. Memang tidak semua korban penembakan misterius dilaporkan pada yang berwajib. Sebabnya, ada rasa enggan masyarakat untuk terlibat (Baca Box). Karena itulah, jumlah korban penembak misterius hingga kini tidak bisa diberi angka yang pasti. Selain tidak semua korban dilaporkan, agaknya aparat kepolisian sendiri tidak mencatat secara nasional angka tersebut. "Tidak ada korban penembakan misterius yang masuk ke sini. Yang ada laporan laporan ditemukannya mayat tak dikenal. Tetapi berapa jumlahnya hingga kini perlu waktu untuk mentabulasinya," kata Kolonel (Pol) Sakir Soebardi, Kepala Dinas Penerangan Mabak. Hanya di beberapa daerah yang secara terbuka melakukan operasi penumpasan kejahatan, jumlah korban ada catatannya. Menurut Kapten (Pol) Tri Heru Wiyono, Dansatserse Kepolisian Komtabes 98 Semarang, sejak ... dilancarkan Februari lalu, tercatat sekitar 80 orang yang tewas. Sebagian besar tertembak karena, menurut polisi, melarikan diri atau melawan petugas. Di Jawa Barat, menurut Kopendak VIII Langlangbuana Letkol J.J. Manurip, "Yang benar ada 89 mayat yang dilaporkan," katanya. Tapi bila jumlah korban tampaknya akan tetap teka-teki, misteri tersebar hingga kini tetap: siapa sebenarnya para penembak itu? Banyak yang menuding pada aparat keamanan. Ini terutama disimpulkan dari beberapa keterangan pejabat sendiri. Di Bina Graha dua pekan lalu, misalnya, Wakil Ketua DPA Ali Moertopo mengatakan penembakan misterius "dapat dipertanggungjawabkan". Dan itu "justru menurut ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas hankam". Bagi bekas Menteri Penerangan ini, sistem konvensional sudah tidak bisa mengatasi masalah kriminal yang terjadi di Indonesia. Indikasi lain timbul dari ucapan Ketua DPR/MPR Amirmachmud. Dua pekan lalu secara pribadi ia menyatakan setuju pada adanya penembak misterius dalam penumpasan kejahatan. Menurut Amirmachmud pimpinan DPR setelah mengadakan rapat menilai usaha pengamanan yang dilakukan pemerintah dianggap sukses: angka kejahatan telah menurun sangat tajam. Tentu saja, dukungan pada penembakan misterius itu mengundang kecaman. "Pernyataan itu mencerminkan pikiran yang otoriter," kata Buyung Nasution, ketua Dewan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Menurut Buyung, LBH menganggap penembakan misterius itu "tindakan pembunuhan berencana". Seandainya prosedur pengadilan dianggap bertele-tele, kata Buyung, "masih dapat dilakukan pengadilan kilat, yang masih berada dalam jalur hukum". Yang juga setuju dengan pengadilan kilat adalah bekas Wakil Presiden Adam Malik. "Kita punya pengadilan. Bila perlu tangkap pagi, sidangkan siang hari, dan sore hari kita tembak. Ini berarti kematiannya karena keputusan pengadilan. Dan berarti kita berjalan di atas landasan hukum," katanya. Alasan keberatan yang berbeda dikemukakan oleh Mgr. Dr. Leo Soekoto S.J. Uskup Agung Jakarta dan Sekretaris MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia). Ketidaksetujuannya terutama didasarkan atas prinsip, bahwa hidup mati manusia tidak ditentukan oleh manusia sendiri. "Ini menyangkut Sang Pencipta. Ia sendiri adalah Juru Selamat bagi setiap manusia, dan ia datang untuk menyelamatkan manusia. Yang jahat juga diberi kesempatan untuk bertobat," katanya. Hukuman mati a la pembunuhan misterius tidak memberikan kesempatan pada terhukum untuk membela diri bertobat dan memperbaiki diri. Di kalangan ulama Islam, rupanya masih ada perbedaan pandangan. Bila Ketua MUI E.Z. Muttaqien tegas-tegas menentang pembunuhan misterius, ada juga yang bersikap "bisa memahami". Misalnya, yang diwakili Prof. K.H. Ibrahim Husen, ketua Komisi Fatwa MUI dan Rektor Institut Ilmu Al Quran Jakarta. Lulusan Universitas Al Azhar Kairo ini menilai para penjahat yang selama ini keluar masuk penjara bukan makin insaf, tapi makin merajalela kejahatannya. Akibatnya muncul fitnah dan hukum yang tidak berwibawa. Fitnah hukumnya haram. Membunuh hukumnya juga haram. "Tapi dalam Al Quran dijelaskan fitnah lebih keji dari pembunuhan. Maka pembunuhan terhadap kejahatan itu diperbolehkan dengan alasan akhaffu dlararain (memilih yang lebih kecil risikonya)," kata Ibrahim Husen. Ibrahim Husen juga menolak pendapat LBH. "Kalau LBH tidak menyetujui hal-hal yang berbau kekerasan karena dianggapnya tidak manusiawi, seharusnya LBH melihat pula bahwa apa yang dilakukan para penjahat itu malah sudah jauh di luar kemanusiaan yang paling rendah. Lalu hukuman yang berat apakah tidak setimpal?" lanjut Husen. Disimpulkannya: hukum penembakan misterius bisa dibenarkan pada situasi yang sudah tidak memungkinkan lagi terciptanya keamanan yang dikehendaki. Sikap Ibrahim Husen agaknya sejalan dengan banyak kalangan Islam yang menghendaki hukuman setimpal bagi kejahatan. Ini, misalnya, tersimpul dari pendapat Almarhum Prof. Dr. Hazairin dalam buku Tujuh Serangkai Tentang Hukum, yang menganggap Islam meneruskan hukum Taurat: "jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka dengan luka." Menurut Hazairin, perampok, pencopet dan penodong, hukumannya ialah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya, atau dibuang ke tempat lain. Agaknya karena itulah hukum penggal atau potong tangan seperti yang terjadi di Arab Saudi dianggap sudah semestinya. Namun suatu hal yang belum dibicarakan oleh Ibrahim Husen ialah persoalan harus atau tidaknya hukuman dijatuhkan lewat sidang mahkamah, yang kini tak terjadi pada para korban. Tapi perlukah sidang mahkamah? Sebuah sumber TEMPO membantah penembakan misterius ini dilaksanakan "asal saja" dan tanpa prosedur. "Mereka sebetulnya sudah diadili secara in absentia," ujarnya. Calon korban bukan cuma residivis, tapi juga mereka yang jelas telah melakukan kejahatan dan belum pernah ditahan. Langkah pertama adalah menyusun daftar pelaku kejahatan yang secara singkat dilengkapi dengan foto dan "daftar dosanya". Proses terakhir adalah "menyidangkan" kasus kejahatan si penjahat, tanpa kehadiran mereka. "Sidang" inilah yang menetapkan apakah seseorang dieksekusi atau tidak. Soalnya, tentu, dalam "sidang" seperti itu si terhukum tak pernah bisa membela diri padahal ada kemungkinan mereka tak bersalah. "Kebanyakan korban di Jakarta mempunyai badan yang terawat bersih. Ini bisa dilihat dari kuku, gigi, dan perawatan tubuhnya. Baju maupun celana mereka umumnya bagus," kata Abdul Mun'im Idries. Petunjuk ini tentu belum menjamin mereka orang baik-baik. "Hampir 95 persen korban penembak misterius di Jakarta adalah 'lulusan' Lembaga Pemasyarakatan Cipinang," kata Hari Marzuki, kepala LP Cipinang pekan lalu. Ia menyebut beberapa nama. Sukartono, kepala Pembinaan LP ini, menambahkan "memang ada mereka, yang satu atau dua hari setelah dibebaskan, dimuat di surat kabar karena jadi korban penembak misterius." Sekitar 20 orang tiap hari dibebaskan dari LP Cipinang yang saat ini dihuni 1.500 narapidana. Kejadian belakangan ini tentu saja membuat para narapidana yang akan bebas cemas. "Saya dan hampir semua rekan memang sedikit takut dan resah," ujar Kikim, 25 tahun, yang pernah merampok bersama Johny Indo dan telah menghuni LP Cipinang selama hampir 7 tahun. Menurut Marzuki, belakangan ini mereka yang dibebaskan umumnya langsung dijemput keluarganya dengan mobil dan segera "diamankan" ke luar kota. Kabarnya di LP Bogor malahan ada narapidana yang menulis surat kepada Kepala LP, meminta agar bisa terus ditahan, walau masa hukumannya telah habis. Alasannya: takut di-dor begitu ia melangkah keluar. Yang juga menarik ialah taktik lain: dari beberapa daerah, antara lain di Medan dan Surabaya, beberapa penjahat yang masih bebas dikabarkan sengaja melakukan kejahatan ringan. Tujuan: agar dibekuk petugas dan ditahan -- hingga bebas dari ancaman penembak misterius. Ketakutan seperti itu tentu akibat dipertontonkannya korban di depan umum. Penembak misterius memang mencampakkan kebanyakan korbannya begitu saja. Suatu sumber kepolisian menjelaskan, hal ini sengaja dilakukan untuk menimbulkan dampak: masyarakat merasa lega dan gembira karena kejahatan ditumpas, sedang kalangan penjahat sendiri kecut dan ngeri. Untuk itu korban sengaja dipilih mereka yang suka memeras dan mengancam masyarakat, hingga keberanian masyarakat kembali timbul. Tapi menurut sumber yang sama, tak semua korban penembak misterius "diperagakan". Mereka yang dianggap "tak berguna", atau kematiannya perlu dirahasiakan konon mayatnya dibuang di tempat rahasia yang tak bisa ditemukan. Tapi ternyata ada juga korban penembak misterius yang lolos. Ia adalah Suwito, 37 tahun, di Sumatera Utara. Tanggal 26 Juli siang, pemilik dua warung remang-remang di Lubuk Pakam (40 km dari Medan) ini "dijemput" oleh lima orang yang mengatakan memerlukan keterangannya. Tanpa curiga ia ikut naik ke mobil Landrover putih penjemput. Dalam mobil, Suwito ditanya tentang Usman Bais, pimpinan perampok terkenal dari Medan yang pernah makan di warungnya. Suwito membantah punya hubungan dengan Usman Bais. Ia juga menolak tuduhan bahwa modal usahanya berasal dari hasil rampokan Usman dan kawan-kawan. Menurut cerita Suwito, selama sekitar dua jam ia dibawa berputar-putar di pinggiran Kota Medan dan sempat di foto dua kali. Di Desa Hamparan Perak Medan yang sepi, ia dipaksa turun. Bersama-sama dia, turun pula seorang penjemputnya. "Orangnya sedang-sedang, tegap, tapi agak pincang," kata Suwito tentang ciri-cirinya. Begitu turun, si pincang mencabut pistolnya. "Tiga kali dor, saya jatuh. Saya masih blsa mendengar salah seorang penjemput menyuruh supaya kepala saya ditembak. Tapi orang yang diperintah bilang saya sudah mati, setelah meraba perut saya," cerita Suwito. Suwito memang menahan napas berpura-pura mati. "Mayat" Suwito kemudian dilempar ke parit di pinggir jalan. Setelah mendengar derum mobil pergi, Suwito merangkak keluar parit, lalu berjalan kira-kira 200 meter menuju jalan raya. Suatu truk yag mengangkut tebu disetopnya, yang kemudian mengantarnya ke Puskesmas terdekat. Dari situ ia dijemput polisi yang mengantarnya ke RSU Pirngadi, Medan. Di situ ia dioperasi. Ada enam luka tembak di tubuh ayah dua orang anak ini. Suwito lolos, tapi yang berwajib nampaknya tetap bisa bergembira. Sebuah sumber di Kodak II Medan mengatakan, sejak penembak misterius beroperasi di Medan pertengahan Juni lalu, tindakan kejahatan dengan kekerasan "anjlok". Jumlah kejahatan di Kota Medan tiap bulan antara 1.000-2.000 peristiwa, dan sekitar 30% di antaranya dengan kekerasan. "Kini kejahatan dengan kekerasan turun tinggal 10%," ujarnya. Di Jakarta, Kadispen Mabak Kol. Sakir Soebardi juga mengatakan, "Adanya penembakan misterius itu menyebabkan angka kriminalitas menurun drastis." Sebagai contoh ia menyebut Yogyakarta, yang jumlah kejahatan dengan kekerasan menurun dari 57 menjadi 20 kali sejak Januari sampai Juni. Sedang Semarang pada jangka waktu yang sama dari 78 menjadi 50 kali. Namun Jakarta tampaknya lain. Di Ibukota, munculnya penembak misterius agaknya hanya berhasil membuat jerih para perampok. Sampai akhir Juni 1983 jumlah perampokan yang terjadi 96 kasus, jauh lebih rendah dibanding 685 (1982) dan 149 (1981). Namun nyali penodong dan penjambret tampaknya tak menjadi ciut. Selama setengah tahun 1983 ini, jumlah penodongan yang dilaporkan ada 2.010, dibanding 4.165 (1982) dan 2.116 (1981). Angka penjambretan malah naik: selama 6 bulan pertama 1983 tercatat 1.941 kasus, dibanding 3.537 (1982) dan 2.266 (1981). Mungkin tingginya angka kejahatan di Jakarta itu membuat warga Ibukota mempunyai sikap yang lebih "keras". Ini tampak dari suatu hasil pengumpulan pendapat TEMPO yang dipersiapkan untuk menghadapi Hari Kemerdekaan mendatang. Poll ini mencakup sekitar 1 500 responden dari berbagai daerah dan lapisan masyarakat. Hasil perhitungan sementara berasal dari 139 responden dari Yogyakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan Jakarta. Menjawab pertanyaan: Siapa saja yang pantas ditembak jawaban responden adalah: koruptor kelas berat (25,64%), pengedar narkotik (24,91%) dan perampok (20,51%). Namun bila dihitung tersendiri, responden Jakarta menuding: perampok (28,41%), pengedar narkotik (23,86%), dan pemeras (18,18%). Koruptor kelas berat cuma memperoleh suara 14,77%. Hasil sementara poll itu juga menunjukkan 64,75 persen dari responden dapat membenarkan penembakan misterius, tapi dengan catatan: asalkan yang ditembak mati itu mereka yang "benar-benar terbukti melakukan kejahatan". Tidak jelas terungkap, apakah pembuktian itu harus dilakukan lewat forum pengadilan atau tidak. Yang perlu dicatat ialah pengumpulan pendapat yang belum seluruhnya dihitung itu dilakukan Juli yang lalu, di saat penembakan misterius telah berlangsung beberapa bulan di beberapa tempat. Faktor waktu ini perlu diperhitungkan, sebab belakangan ini tampak gejala makin tumbuhnya kekhawatiran terhadap berkepanjangannya tindakan keras ini. Agaknya mereka yang di saat-saat awal mendukung penembakan misterius sebagai terapi kejutan, kini mulai was-was. Seperti kata Ketua Majelis Ulama Jawa Barat E.Z. Muttaqien: "Ketika para penjahat ditumpas, masyarakat merasa lega. Tapi rasa puas itu kini berbalik menjadi kekhawatiran jika tindakan main hakim ini berlanjut. Saya khawatir pembunuhan yang dilarang agama itu merembet ke soal-soal lain. Bisa kacau," katanya. Toh di daerah lain sang "petrus" ternyata masih disambut gembira. Di Ciamis, sewaktu pawai memperingati Hari Krida Pertanian ke-II pekan lalu, beberapa peserta memerankan penjahat yang dikarungan. Maksudnya: dibunuh dan kemudian dimasukkan dalam karung. Sedang di Cianjur awal pekan lalu tiba-tiba muncul selebaran gelap yang berbunyi "Selamat Datang di Cianjur Para Penembak Misterius. Kami mendambakan Kehadiranmu." Dukungan dari pejabat juga masih muncul. Sewaktu meresmikan lapangan tenis di Manahan, Solo, Sabtu lalu, penjabat Gubernur Jawa Tengah, Ismail, berkata: "Kalau masih ada gali di Solo sini, jangan ragu, sikat saja. Telur-telur busuk itu mesti kita pecahkan." Ucapan itu disambut tepuk tangan meriah oleh hadirin. Tapi tepuk tangan orang ramai nampaknya tak menyebabkan para cendekiawan berhenti mempersoalkan. Seperti banyak suara lain dikalangan ini, seorang ahli sosiologi hukum yang terkemuka, Pro. Dr. Soerjono Soekanto, menganggap terjadinya pembunuhan misterius ini suatu peringatan bahwa prosedur hukum di Indonesia tidak berjalan dengan baik. "Ini berarti kita harus segera membenahinya, karena pembunuhan misterius tidak akan dapat menyelesaikan masalah." Tapi sementara itu ada juga akibat penembakan misterius bagi kehidupan sehari-hari. Silir, kompleks pelacuran yang beken di Solo, kini menjadi sepi. Apakah kelengangan ini karena dulu kebanyakan langganannya gali, atau sebab pengunjung ngeri pada penembak misterius, tidak jelas benar. Dolly, kompleks pelacuran kelas menengah di Surabaya, juga tersodok penembak misterius. Sebelum penembak tanpa jejak itu datang, biasanya paling tidak 40 sampai 50 kendaraan parkir tiap hari. Sekarang rata-rata cuma 15 sampai 20 biji. "Ada penembak misterius kok semakin sepi. Seharusnya kan makin ramai, sebab sekarang aman," keluh tukang parkir di situ. Para nelayan di berbagai daerah ikut tersikut. Di Indramayu, Jawa Barat, misalnya, para konsumen mendadak hilang seleranya menyantap ikan laut gara-gara berita adanya mayat korban penembak misterius yang dihanyutkan ke laut. Yang memetik keuntungan penghasil telur bebek. Jika sebelumnya harga per butirnya sekitar Rp 70, setelah penembak misterius beraksi harganya naik menjadi Rp 90. Penembakan misterius telah pula membuat kebanyakan para pemilik tubuh yang bertato pecah nyalinya. Gembar-gembor pemberitaan koran bahwa sebagian besar korban adalah pemuda bertato membuat banyak pemuda dengan berbagai cara berusaha menghilangkan rajah mereka. Kebanyakan mereka tidak berhasil -- karena hanya dengan operasi plastik rajah itu bisa diangkat. Kasus salah tembak pernah juga terjadi. Menurut Syamsudin Manan dari LBH Medan, sejak ada penembakan misterius, tujuh keluarga korban mengadu ke kantornya. Sepekan sebelum Lebaran, satu dari pengadu mencabut pengaduannya. Alasannya: pihak keluarga korban sudah berdamai dengan penembak gelap. Kata keluarga korban, seperti ditirukan Syamsudin Manan, penembak gelap ternyata salah sasaran. Menyadari itu utusan penembak gelap datang ke rumah korban dan memberi uang duka perdamaian Rp 1,5 juta. Menurut cerita keluarga korban, utusan penembak gelap itu berpakaian seragam polisi. Tapi pihak kepolisian Medan tegas membantah hal itu. "Mungkin penembak gelap itu menyamar untuk mengaburkan identitas mereka," ujar sumber TEMPO di kepolisian Medan. Kemelesetan itu tentu tidak mustahil. Juga adanya orang yang memanfaatkan suasana. Di Jakarta, dua pekan lalu, beberapa pemuda tertangkap basah sewaktu sedang memeras pemuda lain yang bertato. Suatu Sumber TEMPO memastikan, di Yogyakarta dua orang gali telah "dijemput" beberapa oknum yang mengaku petugas keamanan. Sulitnya, orang umumnya tak tahu lagi mana petugas nama penteror. Nasib mereka yang "dijemput" oleh orang yang mengaku petugas keamanan hingga kini tetap gelap. Misalnya, beberapa pimpinan organisasi eks narapidana seperti, Effendy Tallo, dari Yayasan Bina Kemanusiaan, serta Agus T.G.W., dan Eddy Menpor dari Prems. Kehilangan beberapa tokohnya membuat organisasi seperti Prems nyaris bubar. Kantor pusat Prems di daerah Senen, Jakarta Pusat pekan lalu tampak sepi. Papan nama organisasinya sudah dicopot. Yang ada cuma seorang wanita tua yang berjualan minuman di depan tangga kantor. Mungkin hal-hal semacam itu memang merupakan kejadian yang tak terelakkan setelah peristiwa yang terjadi selama ini. Apalagi mengingat terjadinya penembakan misterius itu membuat sulit posisi pemerintah. "Peristiwa ini menimbulkan akibat samping positif dan negatif," kata seorang pejabat. "Yang negatif, timbul kesan telah terjadi pelanggaran hukum. Dan yang dituduh adalah aparat keamanan. Namun segi positifnya: penembakan misterius telah menurunkan angka kejahatan dan menimbulkan rasa aman pada rakyat serta rasa takut pada penjahat," katanya lagi. Menurut sumber tersebut, akibat positif ini bisa dimanfaatkan sedemikian rupa hingga suatu saat nanti masyarakat berani melawan pelaku kejahatan. Dan justru karena itulah pemerintah cenderung diam -- kecuali ucapan beberapa pejabat yang sudah terdengar ke publik. Disimpulkannya: "Kalau pemerintah membantah atau secara terbuka menjelaskan masalah ini, efek positif ini bisa hilang. Kini -- apabila orang bisa setuju terhadap cara yang dipakai -- tentu masih harus dilihat seberapa jauh timbul keberanian rakyat sendiri menghadapi perampok dan pemeras yang mendatangi. Dan tentu saja: seberapa lama penembakan-penembakan yang terjadi bisa terus tanpa justru menyebabkan rasa tidak tenteram yang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus