Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menilai upaya negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan didukung Jerman untuk mengalahkan Rusia di Ukraina akan sia-sia. Rencana ini bahkan akan memakan biaya yang sangat besar sehingga tidak sepadan dengan upaya yang dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Situasinya sepertinya dunia Barat ingin mengalahkan Rusia dengan bantuan Jerman di bawah kepemimpinan Amerika Serikat,” kata Orban kepada Kossuth Rádió, radio Hungaria, pada Jumat, 21 Juni 2024. "Saya pikir akan sia-sia. Dan bahkan, jika kita berhasil, yang sama sekali tidak realistis, kita harus membayar harga yang sangat mahal sehingga tidak sepadan," katanya seperti dikutip kantor berita Rusia TASS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun demikian, Orban menyalahkan Rusia atas pecahnya perang di Ukraina. Dia menilai bahwa alasan utama konflik tersebut adalah niat Ukraina untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). “Pada akhirnya, pertanyaannya adalah apakah Ukraina akan menjadi anggota NATO atau tidak. Perang ini tentang Sevastopol, di mana akan ada bendera NATO atau bendera Rusia di pintu keluar Laut Hitam. Rusia mengatakan bahwa bendera Rusia sekarang berkibar di sana dan tidak ingin mengubahnya menjadi bendera NATO dan tidak ingin berbatasan dengan negara-negara NATO.”
Sevastopol adalah kota terbesar di Krimea dan kota pelabuhan utama di Laut Hitam. Secara internasional Sevastopol diakui sebagai bagian dari Ukraina tapi kota itu diduduki Rusia sejak 2014 dan diklaim sebagai bagian dari kota administratif Rusia.
Alasan Rusia menyerang Ukraina adalah rencana Ukraina bergabung dengan NATO. Ukraina sudah lama menjalin hubungan dengan NATO dan telah mengajukan permohonan menjadi anggota NATO, yang disambut hangat oleh NATO. Padahal, menurut Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, setelah Uni Soviet runtuh dan aliansi militer Pakta Warsawa pimpinan Uni Soviet bubar, NATO berjanji untuk tidak memperluas wilayahnya lebih jauh ke perbatasan Rusia, negara bekas pecahan Uni Soviet.
Nyatanya, NATO tetap menerima anggota baru dari negara-negara Eropa Timur bekas Uni Soviet. NATO pun semakin dekat dengan perbatasan Rusia dan membuat Rusia khawatir. "Garis merahnya adalah saat Ukraina menjadi bagian dari NATO. Ukraina memiliki perbatasan sepanjang 2.000 kilometer dengan Rusia. Jika rudal NATO ada di perbatasan kami, tiga menit saja bisa menghantam Moskow," kata Lyudmila Vorobieva kepada Tempo pada 2022.
Rusia lantas menganeksasi Krimea dan pada Agustus 2014 tentara Rusia menyerang Ukraina timur untuk menyokong kelompok separatis di sana. Pada 2018, parlemen Ukraina menyetujui pengajuan keanggotaan Ukraina ke NATO. Rusia pun lantas menginvasi Ukraina secara besar-besaran pada 24 Februari 2022.
Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban sebenarnya mengecam invasi Rusia ke Ukraina karena mendukung kedaulatan Ukraina. Namun, dia juga mengkritik Uni Eropa yang memperpanjang perang di Ukraina dengan menjatuhkan sanksi kepada Rusia dan mengirim senjata ke Ukraina ketimbang mendorong perundingan perdamaian.
NATO akan mengirim misinya ke Ukraina, tetapi Hungaria tidak akan ikut serta. “Hungaria tidak akan berpartisipasi di dalamnya dan tidak akan menyediakan pasukan, senjata, atau sumber daya keuangan untuk tujuan itu,” kata Orban.
Orban mengakui bahwa dia telah menyetujui rencana pengiriman misi NATO itu dengan Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, dan calon penggantinya, penjabat Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Hungaria menerima jaminan dari mereka bahwa NATO akan menahan diri untuk tidak berpartisipasi dalam kemungkinan tindakan yang bertujuan untuk memperluas dukungan militer untuk Ukraina.
“Kami telah memenuhi tugas minimum kami,” kata Orban. “Hungaria ingin tetap menjadi 'pulau damai' di Eropa.”