Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lahir di Penang, 10 Agustus 1947, putra penjaga rumah sakit ini tumbuh di kawasan sekitar kota kecil Cherok Tok Kun. Ibunya adalah perempuan pertama dalam sejarah Malaysia yang tercatat sebagai anggota dewan kota. Sang ibu jugalah yang mempengaruhi selera baca Anwar lewat koleksi novel Malaya dan Indonesia. Bakat besar Anwar mulai terlihat ketika pada usia sembilan tahun ia sudah mampu menghafal Alquran. Filsafat dan sastra Barat mulai dicicipinya ketika ia belajar di Malay College, Kuala Kangsar. Kebiasaan ini berlanjut sampai Anwar kuliah di Universitas Kuala Lumpur.
Kegandrungan Anwar pada organisasi pemuda mulai tumbuh ketika ia tergabung dalam Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM). Perkenalan Anwar dengan Mahathir juga terjadi dalam periode ini, tepatnya pada 1970, ketika Anwar menyatakan simpatinya kepada Mahathir, yang saat itu terkucil dari pentas politik karena bukunya, The Malay Dilemma. Mahathir menggunakan jaringan kerja Anwar untuk kembali ke panggung politik. Dan pada saat itulah hubungan kedua tokoh ini menjadi dekat. "Ia saya anggap sebagai ayah saya, sehingga kritik pun saya sampaikan dengan cara yang halus," tutur Anwar kepada wartawan.
Semangat menggebu yang dimiliki Anwar membuat dia semakin berani menyuarakan gagasannya. Ia lantas terkenal sebagai seorang radikal. Namun, pada 1974, Anwar terpaksa merasakan nikmatnya hidup di dalam bui. Gara-garanya, ia mengadakan unjuk rasa antipemerintah. Isu yang diusung adalah masalah kelaparan yang menimpa anak-anak di perkebunan karet kawasan utara Malaysia. Selama 22 bulan di penjara atas pelanggaran Internal Security Act (ISA) yang dituduhkan kepadanya justru mencuatkan citra Anwar sebagai pejuang hak asasi manusia.
Akhirnya, tibalah saatnya tahun 1982, ketika Mahathir berhasil memikat Anwar untuk mendukungnya melawan Tengku Razaleigh dan Datuk Musa Hitam saat pemilihan ketua United Malays National Organization (UMNO). Sejak saat itu, hubungan Anwar dan Mahathir semakin mengental. Puncaknya adalah ketika Anwar menjadi orang kedua UMNO pada 1993. Di pemerintahan, Anwar menjabat wakil perdana menteri dan menteri keuangan. Selama periode ini, Anwar tak segan-segan mengakui patronnya itu adalah sosok ayah baginya. Di pihak lain, Mahathir selalu mengemukakan secara terbuka bahwa Anwarlah yang cocok menggantikannya untuk menjadi pemimpin Malaysia di masa depan.
Lakon ini akhirnya mulai menghapus cap radikal yang dulu dimiliki Anwar. Ia menjadi anak baik yang patuh meski pandangannya tidak selalu seiring dengan Mahathir.
Namun, rasa hormatnya yang besar terhadap Mahathir membuat perselisihan paham ini tidak pernah mencuat ke permukaan. Bahkan, ketika krisis ekonomi dan politik mendera--yang kemudian mengganggu hubungan kedua pemimpin ini--Anwar menyatakan kesetiaannya pada Mahathir. Anwar tetap menjalankan rutinitas sehari-hari. Misalnya, "anak dan ayah" itu biasa sarapan pagi bersama, sambil membicarakan masa depan negara, karena rumah dinas mereka berdekatan.
Sayangnya, kemesraan "ayah dan anak" itu meluntur. Krisis yang menghebat membuat kutub pandangan dua pemimpin Malaysia itu makin menjauh. Ketika mendadak saja Mahathir memecat Anwar Ibrahim dari kedudukannya sebagai wakil perdana menteri dan menteri keuangan, pers dan masyarakat menduga itu disebabkan oleh pertentangan mereka dalam bidang ekonomi saat Mahathir memberlakukan kurs tetap. Menurut seorang tokoh Indonesia yang dekat dengan Anwar--yang sempat menemui Anwar di Kuala Lumpur sebelum penangkapannya--perselisihan itu dimulai saat Mahathir cuti dua bulan sebagai perdana menteri. Pada saat Anwar dipercaya memimpin Malaysia selama dua bulan itu, kabarnya, ia mempersiapkan "pembersihan" pejabat yang diduga melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Maka, para musuh politik Anwar itu pun "membakar" Mahathir dengan menyebarkan berita ada kemungkinan Anwar akan menyingkirkan Mahathir sebelum waktunya. Pertikaian Anwar dan Mahathir yang semakin transparan itu kemudian semakin terasa. Cap Malin Kundang untuknya lengkaplah sudah, seperti yang dituturkan seorang pejabat Malaysia kepada wartawan. Tapi Malin Kundang versi Malaysia ini dianggap tak mengakui "sang ayah", dan seperti yang diutarakan Wan Azizah, istri Anwar, "Di Malaysia, kita tak boleh menentang ayah."
Maka, setelah Mahathir memecat Anwar dari jabatannya berdasarkan moral dan perilaku seksual Anwar yang tak memungkinkan dia memimpin Malaysia (TEMPO, 6-12 Oktober 1998), Anwar ditangkap di rumahnya dengan menggunakan ISA, dengan tuduhan menghasut massa untuk berbuat kerusuhan.
Yang mengenaskan, dalam dua kali penampilan Anwar pada pengadilannya, wajahnya tampak biru lebam seperti habis dipukul. Dan menurut Anwar kepada istrinya, meski dipukul, ia tetap tidak ingin menyerah. "Saya dalam keadaan semangat yang tinggi dan bersumpah untuk tetap melawan."
LSC, Yusi A. Pareanom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo