Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Presiden Nauru Baron Divavesi Waqa: Sikap Kami Soal Papua Berubah

DARI negaranya yang mungil di kawasan Mikronesia di Pasifik tengah, Presiden Nauru Baron Divavesi Waqa berserobok dengan kemacetan lalu lintas di Jakarta, Rabu dua pekan lalu.

17 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Nauru Baron Divavesi Waqa: Sikap Kami Soal Papua Berubah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI negaranya yang mungil di kawasan Mikronesia di Pasifik tengah, Presiden Nauru Baron Divavesi Waqa berserobok dengan kemacetan lalu lintas di Jakarta, Rabu dua pekan lalu. Pria 57 tahun ini terperenyak menjumpai berjubelnya kendaraan di jalan raya Ibu Kota.

"Saat tiba dari bandar udara, saya melihat begitu banyak pemotor. Saya bilang, ’Ya ampun, itu sudah lebih dari 10 ribu orang di motor, sebanyak populasi negara saya,’" kata Waqa, teringat jumlah penduduk Nauru. "Ukuran dan populasi Indonesia benar-benar luar biasa."

Sejak Juni 2013, Waqa terpilih untuk memimpin Nauru, negara pulau seluas 21 kilometer persegi. Meski mungil, Nauru pernah bersuara lantang terhadap Indonesia. Bersama negara Pasifik lain, seperti Vanuatu, Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshal, Tonga, dan Tuvalu, Nauru mengkritik catatan hak asasi manusia di Papua dan Papua Barat.

Selama lawatan perdananya di Indonesia, 6-10 Desember, Waqa memberi pidato dalam Bali Democracy Forum ke-10 di Tangerang, Banten. Ia juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor untuk menjajaki kerja sama maritim, perdagangan, pencegahan dampak perubahan iklim, dan perikanan. "Kami juga menghadapi illegal fishing," ujarnya.

Presiden Waqa memberikan wawancara khusus kepada wartawan Tempo Purwani Dyah Prabandari, Abdul Manan, dan Mahardika Satria Hadi di sebuah hotel di Jakarta Selatan, Sabtu, 9 Desember lalu.

Apa hasil pertemuan Anda dengan Presiden Jokowi?

Kami membicarakan banyak hal, antara lain perikanan. Negara-negara kepulauan di Pasifik mengandalkan perikanan sebagai sumber pendapatan. Di Nauru, penangkapan ikan ilegal masih menjadi persoalan besar.

Bagaimana Anda menangani penangkapan ikan ilegal?

Kami memiliki beberapa mitra, seperti Australia, Selandia Baru, dan Penjaga Pantai Amerika. Kami juga menerapkan teknologi melalui Badan Perikanan Forum Kepulauan Pasifik (FFA), tempat kami memantau kapal-kapal di sekitar wilayah perairan Nauru.

Padahal Nauru tidak memiliki angkatan laut.

Begitu pula sebagian besar negara Pasifik. Pemerintah Indonesia sangat tegas terhadap para pencuri ikan. Karena itu, saya dan presiden Anda membahas soal pelatihan dan pertukaran personel untuk membangun kapasitas di Nauru.

Apakah pertemuan itu juga menyinggung soal isu Papua?

Cukup mengejutkan saya karena Papua tidak jadi masalah. Anda mungkin ingat bahwa Nauru pernah sangat vokal tentang Papua. Tapi, seiring dengan waktu berjalan, kami menjadi lebih paham. Saya sampaikan ke Presiden bahwa Nauru menghormati kedaulatan Indonesia. Ada urusan dalam negeri tentang Papua yang tidak ingin kami campuri.

Sejak kapan Nauru berubah sikap?

Saat berbicara di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, September tahun lalu, kami masih mendukung Papua. Lalu saya mendapati bahwa informasi yang mengalir ke Pasifik tidak sepenuhnya akurat. Saya menyadari bahwa Papua bagian dari Indonesia. Kami tidak mungkin menyuarakan sebaliknya. Anda belajar seiring dengan waktu berjalan dan menyesuaikan pandangan Anda. Dalam forum PBB yang terakhir, saya tidak menyinggung soal Papua karena kami telah berubah sikap. Nauru telah mengubah pendiriannya.

Jadi Nauru tidak lagi tergabung dalam koalisi negara-negara Pasifik untuk Papua (PICWP)?

Saya tidak berkata demikian. Tapi kami memiliki pendekatan berbeda dalam isu Papua. Saya katakan kepada menteri luar negeri Anda, September lalu, bahwa perhatian utama saya adalah kehidupan rakyat Papua. Mereka seharusnya diperlakukan secara layak. Tapi saya sekarang mengetahui bahwa kehidupan mereka baik dalam sistem yang lebih besar.

Bagaimana negara-negara anggota PICWP lainnya menyikapi perubahan sikap Nauru?

Beberapa dari mereka mungkin kecewa. Tapi Nauru merenungkan masalah ini sejak bertahun-tahun lalu. Kini kami menghargai kedaulatan dan integritas Indonesia.

Anda juga membicarakan dampak perubahan iklim?

Nauru adalah salah satu negara di wilayah yang terpengaruh oleh dampak perubahan iklim. Dan kini dampaknya semakin intens dan rutin.

Apa yang Anda lakukan untuk mencegah hal itu?

Kami mencoba meyakinkan negara lain untuk mengurangi emisi. Ini tidak mudah. Tapi kami berharap negara-negara lain turut menjaga kenaikan suhu global tak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Jika tidak, akan berdampak menghancurkan bagi daerah kecil dan rendah.

Apa pentingnya bagi Nauru?

Sangat penting karena Nauru hanya satu pulau. Kami sangat terisolasi, tidak bisa lari ke mana-mana. Hunian warga hanya satu meter di atas muka laut. Cuaca ekstrem, pasang-surut air laut, gelombang, dan angin kencang menjadi perhatian Nauru dan negara Pasifik lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus