Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden petahana El Salvador, Nayib Bukele, mendeklarasikan diri sebagai pemenang pemilu presiden 2024 pada Minggu, 4 Februari 2024. Dia mengklaim berhasil meraup lebih dari 85 persen suara meskipun pejabat di KPU El Salvador belum mengumumkan hasil pemilu secara resmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan presiden yang pernah menyebut dirinya “diktator paling keren sedunia” untuk periode kedua berturut-turut ini, dibayangi tuduhan Bukele diduga melanggar HAM dan mengutak-atik konstitusi El Salvador agar bisa kembali berkuasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain mengklaim kemenangan pilpres, Bukele juga mengatakan partainya, New Ideas, setidaknya memperoleh 58 posisi di majelis legislatif El Salvador yang terdiri dari 60 kursi. Dia mengutip informasi yang tidak disebutkan secara spesifik sumbernya.
“Rekor sepanjang sejarah demokrasi dunia. Sampai jumpa jam 9 malam di depan Istana Negara. Tuhan memberkati El Salvador,” ujar Bukele di media sosial X.
Terlihat di akun X-nya, dia mengunggah ulang ucapan selamat dari beberapa perwakilan negara lain seperti Presiden Guatemala Bernardo Arévalo, Kedutaan Besar Cina di El Salvador, dan Kementerian Luar Negeri Meksiko.
Otoritas pemilu El Salvador belum mengomentari klaim Presiden Bukele ini. Pemungutan suara ditutup pada Minggu pukul 5 sore waktu setempat, sekitar dua jam sebelum Bukele mengklaim kemenangan. Jajak pendapat yang dilakukan oleh CID Gallup memperlihatkan dukungan untuk Bukele sebesar 87 persen. Mantan wali kota Nuevo Cuscatlán dan ibu kota San Salvador itu, kini tampaknya akan menjadi presiden Salvador pertama dalam hampir satu abad yang terpilih kembali untuk periode kedua.
Pelanggaran HAM dan penangkapan massal
Selama kampanye, Bukele mengunggulkan strategi keamanannya yaitu menangkap lebih dari 75 ribu warga El Salvador tanpa dakwaan. Penahanan massal tersebut menyebabkan penurunan tajam tingkat pembunuhan secara nasional di negara berpenduduk 6,3 juta jiwa, yang terkenal sebagai negara paling berbahaya di dunia itu.
Untuk melakukan itu, Bukele memberlakukan sebuah “keadaan pengecualian” pada Maret 2022, yang menangguhkan kebebasan sipil tertentu termasuk membolehkan penangkapan warga tanpa proses hukum. Langkah tersebut saat itu dikritik Amerika Serikat, yang menyebutnya sebagai kedok untuk penargetan lawan politik, pembela HAM dan aktivis.
Beberapa hari sebelum pemilu El Salvador, pada 30 Januari 2024, sejumlah anggota Kongres Amerika Serikat yang dipimpin perwakilan Partai Demokrat Ilhan Omar mengirim surat terbuka kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken tentang pencalonan Bukele. Surat tersebut menyuarakan kekhawatiran atas deklarasi keadaan pengecualian oleh Bukele.
“Penangkapan dan penahanan yang tidak sah, pelecehan terhadap lawan politik, pembatasan kebebasan pers, dan tindakan otoriter lainnya. Presiden Bukele juga, selama masa jabatan pertamanya, mengawasi pelecehan militer terhadap badan legislatif, erosi signifikan terhadap independensi peradilan, dan kriminalisasi de facto terhadap masyarakat sipil,” demikian bunyi surat sejumlah anggota Kongres Amerika Serikat tersebut.
Mereka mengutip laporan HAM yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada 2022, setelah keadaan pengecualian diberlakukan Bukele. Laporan itu menyebutkan El Salvador telah menghadapi masalah HAM yang signifikan, antara lain pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing, penghilangan paksa, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, isu independensi peradilan, dan pembatasan kebebasan berekspresi.
Anggota Kongres Amerika Serikat juga menyebut pencalonan Bukele untuk periode kedua ini inkonstitusional. Pasalnya, konstitusi El Salvador tidak mengizinkan presiden menjabat secara berturut-turut. Namun hal itu diubah oleh pengadilan tinggi El Salvador yang memutuskan presiden El Salvador dapat menjabat dua periode berturut-turut. Putusan ini sama dengan membukakan pintu bagi Bukele untuk kembali mencalonkan diri.
Putusan tersebut dijatuhkan pada September 2021 oleh majelis hakim yang ditunjuk anggota parlemen dari partai Bukele pada Mei, setelah parlemen mencopot hakim-hakim sebelumnya. Mahkamah Agung El Salvador memerintahkan pengadilan pemilu untuk memungkinkan seorang presiden yang belum menjabat pada periode sebelumnya berpartisipasi dalam pemilu untuk kedua kalinya.
Pengadilan pemilu kemudian mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat bahwa mereka akan mengikuti instruksi Mahkamah Agung. Kongres Amerika Serikat lantas menulis dalam suratnya, Bukele dapat mencalonkan diri karena putusan yang dibuat hakim yang ditunjuk oleh anggota parlemen dari partai yang berkuasa di bawah Presiden Bukele setelah pemecatan pejabat Mahkamah Agung sebelumnya. Hal tersebut adalah sebuah tindakan yang dikritik keras oleh Amerika Serikat.
REUTERS
Pilihan editor: Justin Trudeau Mengutuk Serangan ke Masjid Mississauga
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini