Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pri vs non-pri

Delapan anggota staf majalah formosa diadili. shih ming-teh sebagai. pemimpin umum dan lu hsiu lien tokoh dari gerakan wanita ditangkap, setelah terjadi bentrokan antara polisi dan kaum pribumi. (ln)

12 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALURAN untuk melakukan kegiatan oposisi rupanya sulit mereka peroleh. Sekelompok anak muda yang bekerja pada majalah Formosa di Taipeh, telah menggunakan peringatan Hari Hak Asasi Manusia se Dunia sebagai kesempatan untuk memprotes. Namun aksi mereka itu yang berlangsung di Kota Kaohsiung berakhir dengan perkelahian antara polisi dan demonstran. Akibatnya gerakan '10 Desember' itu dituduh bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah. Sejumlah tokoh oposisi yang dituduh terlibat dibawa ke pengadilan sejak pekan lalu. Delapan anggota staf majalah Formosa -- yang sudah dibreidel-diadili berdasarkan hukum darurat. Sedang 37 lainnya akan diseret ke pengadilan biasa. Selain itu, 8 orang yang membantu menyembunyikan Shih Ming-teh, tokoh utama gerakan itu, juga akan menghadap pengadilan hukum darurat. Shih Ming-teh, 39 tahun, bekas perwira angkatan darat pernah dijatuhi hukuman seumur hidup karena tindakan makar tahun 1959. Setelah menjalani hukuman selama 15 tahun, dia diampuni oleh presiden dan keluar dari penjara tahun 1977. Sebagai penduduk asli Taiwan, Shih rupanya belum kapok. Dia terus berjuang melawan dominasi kaum penguasa yang umumnya berasal dari daratan Cina. Golongan pribumi ingin membebaskan Taiwan menjadi suatu negara tersendiri. Penguasa Kuomintang ialah mereka yang melarikan diri setelah Revolusi 1949 yang dipimpin Mao Tse-tung. Kuomintang, satu-satunya partai yang berkuasa, bersikap keras, tanpa toleransi terhadap oposisi. Kaum pribumi, melalui Formosa, menyuarakan anti-Kuomintang. Penerbitan ini memiliki 15 kantor cabang yang tersebar di berbagai kota di Taiwan. Lambat laun ia merupakan organ terdepan dari berbagai kelompok oposisi. Sebulan sebelum kejadian '10 Desember' itu, mereka meminta izin untuk mengadakan parade. Komandan Garnisun setempat -- khawatir akan terjadi kerusuhan, karena diduga akan hadir sekitar 30.000 orang -- menolak. Tepat pada harinya, walaupun tanpa izin, ribuan orang ternyata berkumpul di depan kantor cabang Formosa di Kaohsiung, suatu kota industri. Shih Ming-teh yang juga menjabat Pemimpin Umum majalah itu, berpidato. Massa rupanya sudah tak terbendung lagi untuk melakukan aksi. Membawa senjata berupa pentungan kayu, besi dan obor, mereka meneruskan rencana parade. Sedang pasukan keamanan garnisun segera bertindak. Suatu bentrokan pun terjadi, korban dari pihak polisi saja konon mencapai hampir 200 orang. Tapi di pengadilan, Shih menuduh bahwa polisi justru memancing kerusuhan itu. Waktu itu polisi menyemprotkan gas air mata. Belum diketahui bagaimana nanti keputusan pengadilan, namun diduga Shih dan 7 anggota staf Formosa lainnya akan dijatuhi hukuman sekitar 15 tahun penjara. Termasuk Lu Hsiu-lien, 35 tahun, seorang tokoh gerakan wanita. Cukup Berat Lu Hsiu-lien, yang meraih gelar M.A. di Universitas Harvard, telah membeberkan kepada pengadilan cara interogasi yang dialaminya. Dia telah diperlakukan sewenang-wenang oleh militer yang menginterogasinya. Sebuah foto mengenai eksekusi seseorang yang dituduh komunis ditunjukkan si pemeriksa untuk menakuti wanita itu. Hal yang sama juga terjadi pada terdakwa lainnya. Tapi pengadilan yang dipimpin oleh 5 orang hakim militer itu, kali ini agak terbuka. Proses persidangannya berlangsung secara pantas. Sesuatu yang luar biasa selama 30 tahun sejarah peradilan di Taiwan. Terdapat pula kesempatan kepada wakil Amnesty International untuk menghadiri sidang pengadilan itu. Padahal tuduhan terhadap para terdakwa ini cukup berat, termasuk tuduhan sebagai 'alat pemerintah RRC'. Maka itu, kalangan pengamat melihat bahwa Presiden Chiang Ching-kuo berusaha mengubah citra Taiwan. Dia tampaknya ingin menampilkan sesuatu kesan adanya keadilan dalam proses perkara sekarang ini. Sesuatu yang berbeda dengan cara di zaman ayahnya, mendiang Chiang Kai-shek. Begitupun, para terdakwa tetap membantah bahwa aksi mereka bertujuan menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. "Tujuan kami tak lebih untuk memberi wadah yang sah bagi kekuatan oposisi," ujar Shih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus