KETIKA panitia pemilihan selang (by election) di Kota Johor Baru mengumumkan kemenangan Shahrir Abdul Shamad atas Mas'ud Abdul Rahman, Jumat pekan lalu, ribuan pemuda Melayu menyambut keberhasilan itu dengan yel-yel membakar: "Pecat Mahathir! Pecat Mahathir!" Tak lama kemudian Shahrir tampil dengan pidato kemenanan yang tak kalah menyakitkan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Ia menyebut kemenangannya itu sebagai hadiah bagi bekas ketua Mahkamah Agung Malaysia, Tun Saleh Abbas. Sudah menjadi rahasia umum Mahathir berdiri di belakang pemecatan Tun Saleh oleh Yang Dipertuan Agung Sultan Mahmood Iskandar, tiga pekan lalu. Tun Saleh diberhentikan dari jabatannya karena dianggap sebagai orang paling bertanggung jawab atas pembubaran United Malays National Organization (UMNO), setelah sebelas anggota partai yang memerintah itu menuduh Mahathir berlaku curang dengan tidak mendaftarkan 30 cabang baru pada Departemen Dalam Negeri menjelang pemilihan ketua partai April tahun lalu. Akibat pembubaran itu terpaksa Mahathir membentuk UMNO baru. Pencalonan Mas'ud Abdul Rahman untuk menduduki kursi parlemen dari daerah pemilihan Johor Baru merupakan ujian pertama UMNO (baru) di gelanggang pemungutan suara. Ternyata, kandidat mereka kalah populer dibandingkan Shahrir, yang digeser dari jabatan menteri sosial karena tak sepaham dengan Mahathir. Mas'ud cuma mendapatkan 11.000 suara -- kurang dari separuh perolehan Shahrir. Tapi Mahathir tetap saja berupaya mengecilkan arti kemenangan Shahrir, yang tampil di bawah panji independen. "Pemilihan selang yang hanya memperebutkan satu kursi parlemen terlalu kecil untuk mewakili suara rakyat Malaysia," katanya. "Rakyat di ncgara bagian lain belum tentu punya sikap sama seperti di Johor Baru." Dugaan Mahathir belum tentu betul. Dari Kelantan sudah terlihat isyarat dari Istana Negeri bahwa UMNO (baru) kurang berkenan di hati Sultan Ismail Petra. Buktinya: Rabu pekan lalu Ismail menganugerahkan gelar Darjah Pahlawan Yang Amat Gagah Perkasa kepada Tun Saleh. Penganugerahan gelar itu dianggap orang sebagai petunjuk bahwa Ismail berpihak kepada Tun Saleh. Sultan Ismail, menurut kalangan dekat istana, jengkel terhadap campur tangan Mahathir dalam urusan pengadilan. Meski raja tak boleh ikut campur urusan politik, pengaruhnya terhadap rakyat bisa menentukan perimbangan perolehan suara calon dalam pemilu. Maka, penentang-penentang Mahathir mengimbau rakyat agar memberi dukungan kepada Tun Saleh dan menuduh Mahathir sedang membangun pemerintahan diktator. Sejak Mahathir mendirikan UMNO (baru), wakil-wakil Melayu di parlemen, pusat, ataupun daerah menjadi terbelah. Ada yang memilih ikut UMNO (baru), ada yang menentukan diri tak berpartai. Kelompok terakhir ini sebagian besar pendukung Tengku Razaleigh Hamzah dan Musa Hitam, lawan politik Mahathir, yang ditolak Kantor Pendaftaran Partai untuk mendirikan UMNO Malaysia. Alasan penolakan: UMNO (baru) sudah mendaftar lebih dulu. Kedongkolan tokoh-tokoh sempalan UMNO (lama) seperti mendapat saluran ketika rencana pendongkelan Tun Saleh dari Mahkamah Agung muncul ke permukaan. Isu Mahathir diktator digelorakan ke seantero negeri. Lalu Shahrir, yang mengundurkan diri sebagai anggota parlemen awal Juli lalu, dengan janji maju lagi sebagai calon independen, dijadikan batu ujian menghadapi calon UMNO (baru) di gelanggang pemilihan selang Johor Baru. Agar Shahrir tak tersandung kandidat UMNO (baru) di gelanggang, Bapak Malaysia, Tunku Abdul Rahman, ikut berkampanye bagi calon independen itu. Tema pidato kampanye Tunku: Mahathir ancaman bagi demokrasi di Malaysia. Ia menuding Mahathir telah berlaku sewenang-wenang terhadap lawan-lawan politiknya dengan menangkapi 119 tokoh masyarakat pada Oktober dan November tahun lalu. Betulkah tuduhan itu? Hanya Mahathir yang tahu. Tapi satu hal yang pasti, UMNO (baru) tak mendapat tempat di Johor Baru. Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini