KEPUTUSAN Raja Hussein melepaskan mandat pengawasan atas Tepi Barat dan Jalur Gaza menampakkanhasilnya. Sabtu pekan lalu, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengumumkan akan membentuk sebuah pemerintahan sementara di wilayah yang tengah diduduki Israel itu. "Kami sudah memiliki semua syarat untuk mendirikan sebuah negara merdeka," ujar juru bicara PLO, Bassam Abu Sharif. Mereka yang berhak duduk dalam pemerintahan sementara itu ditentukan dalam sidang Dewan Nasional Palestina (PNC) pekan ini. Nama-nama terpilih akan diumumkan bersamaan dengan proklamasi Pemerintahan Sementara Palestina (PIG), yang direncanakan dilakukan dalam waktu dekat. Langkah maju lain: PLO hanya mengklaim wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza saja sebagai wilayah pemerintahan mereka. Itu bisa diartikan sebagai pengakuan tak langsung terhadap kekuasaan Israel di luar wilayah tersebut. Kapan PLO resmi mengakui keberadaan Israel, dan sebaliknya, masih akan ditentukan oleh hasil dengar pendapat utusan khusus Israel, Abba Ebban dengan pemuka-pemuka Yahudi di Eropa dan Amerika. Mengenai bentuk negara yang diinginkan, Israel menghendaki negara baru itu berkonfederasi dengan Yordania. Tapi kepastiannya akan ditentukan oleh jawaban orang-orang Yahudi di Amerika. Soalnya, mereka tak hanya sebagai penyumbang dana terbesar, tapi juga punya kekuasaan politik terbesar. Bukan rahasia lagi, posisi-posisi kunci di kongres dan pemerintahan dicengkeram oleh lobi Yahudi. Tak cuma Ebban yang melakukan misi. Pekan lalu, Ketua PLO Yasser Arafat juga mengadakan manuver politik internasional ke kantor Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar. Dalam pertemuan itu, ia mendesak PBB melindungi kepentingan 1,5 juta orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pertengahan September ini, Arafat akan berbicara pada pembukaan sidang tahunan Parlemen Eropa, dan kemudian di Sidang Umum PBB di New York. Ada kemungkinan Arafat terpilih sebagai presiden bilamana pemerintahan sementara Palestina sudah terbentuk. Itulah yang membuat Presiden Ronald Reagan puyeng menghadapi tentangan keras keputusan menutup kantor PLO di PBB. "Pemerintah harus mempertahankan kehadiran PLO di PBB," ujar Hakim Agung Edmund Palmieri. Padahal, Palmieri sendiri yang memutuskan penutupan itu dengan mempertimbangkan mayoritas suara di Kongres. Sementara itu, Senin pekan ini, pemerintah Amerika sudah harus mengajukan permohonan banding terhadap keputusan itu. Kecuali kalau ada permintaan khusus dari Presiden Reagan yang menentang keputusan tersebut. Keputusan itu diambil pemerintah berdasarkan Undang-Undang Antiteroris 1987 (ATA), yang melarang semua organisasi teroris mangkal di Amerika. Dan PLO di mata mayoritas anggota Kongres dan Reagan termasuk jenis organisasi teroris. Satu-satunya jalan yang bisa membuat PLO lolos dari undang-undang itu adalah kalau mau mengakui keberadaan Israel. Persis seperti syarat pemerintah Amerika dan Israel, agar PLO diakui sebagai wakil bangsa Palestina. Setelah itu, kehadiran PLO di PBB tak akan direcoki, sesuai dengan kesepakatan PBB 1947, yang memungkinkan kehadiran perwakilan bangsa Palestina di sana. Maka, Abraham Sofaer, penasihat hukum Kementerian Luar Negeri Amerika, menganggap, "Kongres melakukan kesalahan besar dengan berupaya menutup kantor PLO." Karena kehadiran PLO sebagai pengamat di PBB adalah atas persetujuan sebagian besar anggota. Maka, penutupan ltu akan berakibat buruk terhadap upaya perdamaian Timur-Tengah yang dilakukan Amerika. Yang paling jengkel tentu saja Menteri Luar Negeri Amerika Serikat George Shultz. Sebab, dialah orang paling bertanggung jawab terhadap upaya perdamaian Timur Tengah. Jadi, tak mengherankan kalau dia menganggap ATA sebagai salah satu kekonyolan Kongres Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini