Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Suara rakyat, suara siapa ?

Undang-undang keadaan darurat dicabut & presiden maung maung berjanji akan mengadakan referendum untuk mengganti sistem partai tunggal secepatnya. di beberapa kota, pedagang membiayai pemerintahan sementara.

3 September 1988 | 00.00 WIB

Suara rakyat, suara siapa ?
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
AKHIRNYA, Presiden Maung Maung menyerah pada tuntutan rakyat. Rabu pekan lalu, orang kuat baru Burma itu mencabut undang-undang keadaan darurat dan berjanji akan menyelenggarakan referendum untuk mengganti sistem partai tunggal secepatnya. Beberapa jam setelah Radio Burma menyiarkan pidato Maung Maung itu, sekitar 1.000.000 orang tumplek ke jalan-jalan di berbagai kota menyambut keputusan tersebut. Tak cuma itu yang dilakukan Maung Maung untuk memenangkan gejolak yang mengguncang Burma. Esoknya, ia memerintahkan pelepasan 1.784 tahanan politik termasuk 1.683 demonstran yang ditahan oleh pemerintahan Sein Lwin, pendahulunya, yang cuma berkuasa 17 hari. Pencabutan undang-undang keadaan darurat ternyata menimbulkan dampak lain. Pemerintahan praktis tak berjalan. Pegawai-pegawai kantor vital, seperti jawatan transportasi, melakukan aksi mogok menuntut kenaikan gaji. "Boleh dikatakan, tak ada pemerintahan lagi di Rangoon dan beberapa kota lain," ujar sumber-sumber diplomatik di ibu kota Burma. Keadaan bertambah kacau setelah buruh-buruh pelabuhan ikut mogok. Barang-barang kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak makin sulit diperoleh. Tak heran bila pencurian bahan makanan, terutama beras, merajalela di mana-mana. Petugas keamanan seperti tak berdaya mengatasi keadaan tersebut. Di beberapa kota, di luar Rangoon diberitakan bahwa penduduk tak lagi mengakui pemerintahan lama dan Partai Program Sosialis Burma (PPSB). Mereka kemudian membentuk pemerintahan sementara yang dibiayai oleh pedagang-pedagang setempat. Rangoon sampai Senin siang lalu masih dikontrol PPSB. Tentara berseragam tempur terlihat mengawal instalasi-instalasi penting seperti stasiun radio dan kantor pusat PPSB. "Kami di ambang anarki. Situasi sudah tak terkontrol," kata Jenderal (Purn.) Aung Gyi kepada Reuter Ahad lampau. Aung Gyi, 70 tahun, yang sering menulis kritik-kritik tajam terhadap Ne Win, berperan besar dalam pengunduran diri orang kuat Burma selama 26 tahun itu, akhir Juli lalu. Tapi, segera setelah Sein Lwin berkuasa, Aung Gyi diringkus bersama 10 pembangkang lainnya. Ia termasuk salah seorang yang dibebaskan Maung Maung. Segera setelah dibebaskan, Aung Gyi berpidato di depan sekitar 200.000 warga kota yang berkumpul di depan rumahnya. Ia menuntut penguasa agar membentuk pemerintahan interim yang lebih demokratis sesegera mungkin. Ia tak menyebut nama tokoh yang akan memimpin pemerintahan interim itu. Diakah orangnya? "Saya tak berminat. Saya sudah tua dan berpenyakit jantung," ujarnya. Tokoh yang banyak disebut-sebut sebagai pemimpin Burma di masa datang adalah Nyonya Aung San Suu Kyi. Ia putri mendiang Jenderal Aung San, Bapak Burma. Suu Kyi, 42 tahun, yang tampil pertama kali di depan massa di dekat kompleks Pagoda Shwegadon Jumat pekan lalu, selain menuntut pembubaran pemerintahan sosialis juga mengimbau tentara agar menghindari penggunaan kekerasan terhadap rakyat. Tak heran bila Suu Kyi segera menjadi simbol harapan rakyat Burma. Banyak yang menyamakannya dengan Cory Aquino maupun Benazir Bhutto -- dua wanita yang menjadi simbol persatuan di negara masing-masing: Filipina dan Pakistan. Walau Suu Kyi tak punya pengalaman politik, toh banyak yang meletakkan harapan padanya untuk mengubah keadaan di Burma. "Rakyat Burma sangat mencintai ayah saya. Saya rasa, mereka siap mendukung saya, karena saya anak Aung San," katanya. Suu Kyi, yang jarang pulang sejak menetap di Oxford, Inggris, 40 tahun silam, baru kembali ke Burma April lalu, untuk merawat ibunya yang sakit keras Kedatangannya tepat pada saat aksi antipemerintah memuncak di Burma dan Suu Kyi menyatakan dukungannya pada para pengunjuk rasa. Para pengamat politik di Rangoon menilai, harapan yang diletakkan pada Suu Kyi semata-mata karena kosongnya kepemimpinan di tengah rakyat. Terakhir muncul rekulasi tentang kemungkinan militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan Maung Maung. Tanda-tanda terlihat setelah seorang jenderal dan 14 kolonel purnawirawan menulis surat pada Maung Maung, menuntut dibentuknya pemerintahan sementara. Apalagi tak lama kemudian muncul bekas Menteri Pertahanan Jenderal Tin Oo, 62 tahun, di depan pengunjuk rasa. Dia mempertegas kan tuntutan rekan-rekannya. Tin Oo, yang pernah menduduki peringkat ketiga dalam hierarki penguasa Burma dan dipecat Ne Win pada 1976, adalah tokoh yang cukup populer di mata rakyat. Ia dikenal sebagai orang yang tidak korup. Di tengah spekulasi kemungkinan militer melakukan kudeta, Senin siang lalu terdengar kabar bahwa sejumlah tokoh pembangkang sudah mendirikan suatu organisasi politik yang bakal membentuk pemerintahan sementara. Nama-nama tokoh yang disebut-sebut terlibat di dalamnya antara lain bekas Perdana Menteri U Nu dan Tin Oo. Persekutuan ini, kabarnya, didukung militer. Sementara itu, Minggu kemarin, para mahasiswa dikabarkan telah membentuk serikat mahasiswa. Inilah organisasi kemahasiswaan pertama sejak lembaga serupa dibubarkan pemerintahan Ne Win 26 tahun silam. Organisasi baru mahasiswa ini bertekad meneruskan perjuangan untuk demokrasi tanpa menggunakan kekerasan. Pernyataan ini tampaknya untuk menjawab tawaran kerja sama yang disampaikan sehari sebelumnya oleh pemberontak komunis dan kelompok separatis lainnya untuk melakukan pemberontakan bersenjata. Nasib pemerintahan Presiden Maum Maung tampak masih akan bergantung pada keputusan sidang khusus partai 12 September depan. Diperkirakan, usul referendum yang diajukannya bakal mendapat tantangan keras dari anggota Komite Eksekutif PPSB. Kalau itu sampai terjadi, dan militer tak melakukan kudeta, diduga bahwa Maung Maung akan mengabulkan tuntutan pembentukan pemerintahan sementara yang didengungkan rakyat. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus