Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah masa berkabung usai

Kondisi politik di pakistan sepeninggal kematian zia ul-haq. oposisi mempersiapkan diri untuk pemilu 16 november 1988. benazir bhutto dikecam lawan-lawan politiknya. pakistan menghadapi dilema.

3 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENDERA sudah tak berkibar setengah tiang di Pakistan. Masa berkabung selama 10 hari bagi kematian Presiden Zia Ul-Haq berakhir Jumat pekan lalu. "Mulai besok kehidupan akan kembali normal," kata Pejabat Presiden Ghulam Ishaq Khan. Kematian Zia yang tak sampai menimbulkan guncangan hebat sesungguhnya tak terlepas dari sikap pribadi Ishaq Khan dan Jenderal Mirza Aslam Beg. Ishaq Khan, yang juga menjabat ketua Senat, dinilai para politikus senior sebagai orang yang sangat menghormati konstitusi. Sementara itu, Beg, yang menggantikan mendiang Zia sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), dianggap sebagai prajurit profesional yang tak punya ambisi politik. Sikap menghormati konstitusi itu memang ditunjukkan Ishaq Khan dengan menjamin bahwa pemilihan umum akan tetap dilaksanakan sesuai dengan rencana semula -- 16 November depan. Keputusan itu didukung Beg dengan menegaskan bahwa militer tak punya niat mengambil alih kekuasaan pemerintahan sementara. Ini berarti siapa saja yang ingin berkuasa harus melalui pemilu. Apakah pemilu nanti akan dilangsungkan atas asas nonpartai seperti yang diinginkan Zia? Ishaq Khan belum memberikan jawaban resmi. Yang pasti, Benazir Bhutto, Ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP), telah minta Mahkamah Agung memeriksa amendemen Zia, yang dinilainya bertentangan dengan Konstitusi 1973. Ia menilai, sistem nonpartai yang diterapkan Zia pada pemilu 1985 punya dampak buruk terhadap kehidupan demokrasi. Direktur Jenderal Institute of Strategic and International Studies, Noor Hussain menduga bahwa pemilu depan bakal dilaksanakan berdasarkan sistem partai politik, dan Ishaq Khan akan membubarkan pemerintahan sementara yang dipimpinnya. Alasannya, pemerintahan sekarang secara hukum sudah dibubarkan Zia bersamaan pemecatan Perdana Menteri Khan Junejo tiga bulan lalu, dan tak sah untuk menjalankan pemilu mendatang. "Pemerintahan sekarang itu tidak konstitusional," begitu tuduhan Junejo, Ketua Liga Muslim Pakistan (PML), partai yang banyak beranggotakan pejabat itu. Hampir sebagian besar anggota pemerintahan Ishaq Khan adalah anggota PML sayap Zia. Maka Sekien PPP Jenderal (Pur.) Tikka Khan pesimistis, pemilu depan sesuai dengan konstitusi. "Bagaimana mungkin menjalankan pemilu yang jujur dan adil jika para pejabatnya juga turut bertanding?" katanya. Sepeninggal Zia, terlihat usaha untuk menyatukan PML di bawah kepemimpinan Ishaq Khan. Karena PML satu-satunya partai politik yang dianggap mampu menandingi PPP. Tapi upaya penyatuan itu, yang dilangsungkan 25 Agustus lalu, gagal. Penolakan Ishaq Khan itu bahkan membuat PML makin retak. Mereka yang berseteru keras untuk memimpin PML adalah kelompok Junejo dan kelompok Menteri Besar Punjab, Nawaz Sharif, yang sering didakwa musuhnya sebagai koruptor besar. Bahkan kelompok yang disebut terakhir telah memilih Fida Mohammad Khan, anggota senior PML yang cukup dihormati, sebagai ketua partai. Sementara itu, Junejo, yang menganggap pemilihan Fida melanggar anggaran dasar PML, baru mengadakan pemilihan 29 Agustus ini. "Terus terang, perpecahan ini membuat kemungkinan Benazir menang makin besar," kata Iqbal Akhmad Khan, Sekjen PML kubu Junejo. PPP, menurut pengamat politik Noor Hussain, akan mendapat dukungan dari kalangan bawah. Karena mendiang Ali Bhutto, ayah Benazir, sempat memanfaatkan hukum darurat perang yang diberlakukan Jenderal Yahya Khan, untuk melaksanakan land reform pertama di Pakistan dan menasionalisasikan sekolah-sekolah swasta serta berbagai perusahaan. "Saya kira, Benazir hanya bisa menang jika berkoalisi dengan partai lain," kata Senator Kurshid Akhmad, Wakil Ketua Jamiat Et Islami. Partainya, menurut Kurshid, memang tak punya masa banyak, tapi sangat berpengaruh. Jamiat Et Islami, yang beranggotakan para ulama dan tuan tanah kaya, mengunggulkan anggota seniornya, Ghafoor, untuk jabatan perdana menteri, bersaing dengan Junejo, Benazir, dan Ghulam Mustafa Jatoi dari Partai Rakyat Nasional (NPP), sempalan PPP. Di atas kettas, PPP, tanpa berkoalisi dengan partai lain pun, merupakan kekuatan yang bakal mengumpulkan banyak pemilih. Untuk pemilu mendatang mereka menyiapkan 5 000 calon guna merebut kursi parlemen di tingkat pusat maupun daerah sebanyak mungkin. "Bila pemilu dilakukan secara sistem partai, PPP bisa memenangkan kursi mayoritas," kata Tikka Khan kepada TEMPO. "Bila yang dipakai sistem nonpartai, PPP harus berkoalisi agar bisa menang." Menurut Kurshid, dengan atau tanpa sistem partai, PPP hanya bisa menang bila berkoalisi dengan partai-partai lain. "Benazir belum punya pengalaman sbagai politikus," katanya. Bahkan, menurut Junejo, Benazir cuma mendompleng nama besar ayahnya, Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto, yang digulingkan dan kemudian dihukum gantung Zia. Benazir juga tak dianggap menyulitkan, karna faktor wanitanya. "Ini negara yang dikuasai pria," kata Sekjen PML, Iqbal Akhmad Khan. Tikka Khan tak sependapat kelemahan-kelemahan Benazir itu akan menjadi bumerang bagi PPP. Karena partai telah menyiapkan politikus-politikus berpengalaman sebagai pendamping ketua PPP tersebut. Tentang soal kewanitaan Benazir, Tikka membandingkan orang kuat PPP itu dengan mendiang Perdana Menteri India Indira Gandhi, Presiden Filipina Cory Aquino, dan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. BAGAIMANA reaksi Benazir terhadap kecaman lawan-lawan politiknya itu? "Biarkan rakyat yang menentukan dalam pemilihan nanti," katanya. Tapi ada faktor lain yang patut diperhitungkan dan diduga bisa menghambat laju PPP. Yaitu faktor militer. Sekalipun KSAD Jenderal Beg menyatakan tak berambisi menjadi politikus, belum tentu orang kuat niliter itu membiarkan IPP unggul mutlak. Tentara juga butuh perimbangan kekuatan. Diduga, faktor itulah yang membuat Beg merasa perlu menceritakan masa mudanya sebagai pimpinan Liga Muslim kepada rakyat Pakistan. Cerita Beg itu ditafsirkan sebagian orang sebagai isyarat dukungan terhadap PML. Betulkah? "Terlalu pagi menginterpretasikannya demikian. Kecuali kalau pernyataan itu dilakukan saat kampanye pemilu," kata Noor Hussain. Militer, menurut Kurshid, tak perlu khawatir terhadap PPP. Alasannya: Benazir selalu mengatakan musuhnya adalah orang yang menandatangani surat perintah penggantungan ayahnya. "Artinya, cuma Zia seorang," kata Kurshid. Ketika Zia masih hidup, Benazir, yang mengambil strategi mengisolasikan musuh politiknya itu dari tiga sahabatnya -- Amerika, Tuneio, dan militer -- tak pernah menyinggung hal-hal yang bisa membuat ketiga pihak tersebut marah. Tapi Kurshid tetap meragukan putri Bhutto itu mampu mengonsolidasikan partainya 100%. Sikap Benazir yang moderat itu, menurut sejumlah pengamat politik di Islamabad, bisa menggerogoti pengaruhnya di kalangan rakyat kecil. Tuntutan kalangan bawah itu: Benazir harus seradikal ayahnya. Sementara itu, ia juga harus menjaga perasaan pendukungnya yang usahawan dengan menjauhkan diri dari ide nasionalisasi yang dicanangkan Bhutto. "Menjelang saat pemilu suasana pasti memanas, namun saya harap masih dalam batas-batas normal," kata Junejo. Di samping isu pemilu, soal besar yang ditinggalkan Zia adalah masalah pengungsi Afghanistan yang berjumlah sekitar 3.000.000 jiwa. Bantuan sebesar US$ 4,02 milyar untuk jangka enam tahun yang diberikan Amerika sebagai imbalan kesediaan Pakistan menerima pengungsi ternyata tak mengatrol kehidupan ekonomi mereka. Pendapatan per kapita rakyat Pakistan hampir tak bergerak dari angka sekitar US$ 290 -- kira-kira separuh penghasilan rakyat Indonesia. Sebuah tantangan yang tak ringan bagi siapa pun yang menjadi penguasa di Pakistan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus